Chapter 25 - Bersenang-senang

Fera merasa kata-kata Lisa ada benarnya. Kalau memang Christian menyukai Ella dan menginginkannya, Christian tidak akan membiarkan wanita ini kembali ke tempat hiburan malam, kan?

Lalu mengapa Ella kembali bekerja di tempat ini?

Christian memiliki segalanya dan ia bisa memberikan segalanya untuk wanitanya.

Untuk apa Ella kembali ke tempat ini kalau bukan karena Christian tidak menginginkannya?

Mungkin Christian hanya ingin mencicipinya satu malam saja dan kemudian tidak kembali lagi …

Tetapi Fera tidak yakin. Ia tidak mau mencari masalah, terutama dengan sosok yang penting dan berkuasa seperti Christian.

Saat melihat Fera masih ragu, Lisa terus berusaha mendorongnya. Ia tahu dengan sedikit dorongan saja, Fera akan goyah dan menuruti permintaannya. "Bisakah kamu membantuku? Kita adalah teman, kan? Apakah kamu tidak mau membantu temanmu ini?"

Fera terlihat bimbang, tidak tahu harus berbuat apa. Hatinya seolah terbelah menjadi dua. Di satu sisi, ia ingin menuruti Lisa, tetapi di sisi lain, ia merasa takut.

Ia bukan teman baik Lisa, tetapi berteman dengan Lisa bisa menguntungkannya. Setiap kali Lisa selesai 'bekerja', ia akan membawa pulang oleh-oleh berupa perhiasan yang mahal. Sebagai seorang pelayan senior atau bisa dibilang kepala pelayan di bar tersebut, Fera sendiri tidak kekurangan uang.

Namun, uang yang ia dapatkan itu hanya cukup untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Ia tidak bisa hidup dengan mewah.

Kalau ia ingin membeli perhiasan-perhiasan seperti yang Lisa berikan kepadanya, ia harus menabung dan berhemat mati-matian.

Fera adalah wanita yang serakah. Tentu saja ia tidak akan melewatkan keuntungan sekecil apa pun.

"Kalau kamu yang memintanya, mana mungkin aku menolak."

Fera mengambil sebuah botol anggur dan berjalan ke arah Ella. Saat melewati Lisa, ia berbisik, "Kebetulan ada pelanggan yang memiliki hobi unik. Pelanggan ini sangat sulit. Aku rasa ia akan senang kalau bisa mendapatkan wanita ini."

Ella merasa depresi saat memikirkan tips-tipsnya yang melayang. Tepat pada saat itu, Fera berjalan ke arahnya sambil membawa botol anggur dan berhenti di hadapannya.

"Ruangan 1160, tamunya meminta anggur," Fera menegurnya dengan sangat sopan. "Sekarang bar sangat ramai dan para pelayan lainnya begitu sibuk. Bisakah kamu sedikit membantu?"

Ella merasa malu. Ia menerima gaji dari bar ini tetapi ia tidak melakukan apa pun. Bahkan, Fera, yang merupakan pelayan senior, meminta bantuannya untuk bekerja.

Ia merasa ia benar-benar keterlaluan.

Ella mengangguk dan tersenyum tipis. "Katakan saja kalau kamu butuh bantuan dariku."

Setelah itu, ia menerima botol anggur tersebut dan berjalan ke arah ruang 1160.

Lisa muncul begitu Ella menghilang dari pandangan. Wajahnya terlihat penuh dengan semangat hingga ia sulit untuk menyembunyikan kebahagiaannya.

Ia ingin lihat, apakah setelah malam ini Christian masih menginginkan wanita itu?

Jangan harap Christian akan memperlakukannya secara khusus setelah ia menjadi wanita kotor!

Begitu Ella memasuki ruangan, ia bisa mencium aroma anggur memenuhi tempat tersebut.

Ia tidak terganggu, sudah terbiasa dengan aroma anggur semenjak bekerja di bar tersebut.

Begitu masuk, ia melihat sekitar dua atau tiga pria duduk di sofa dengan ditemani beberapa wanita. Para wanita itu berada di pelukan mereka.

Lampu di ruangan itu terlihat redup sehingga menimbulkan suasana yang ambigu. Ella tidak bisa melihat wajah orang-orang tersebut dengan jelas, hanya bisa mendengar suara tawa mereka yang tidak mengenakkan.

"Tuan, anggur yang Anda pesan sudah datang."

Ella meletakkan botol anggur itu di atas meja dan berniat untuk pergi.

Tetapi saat ia baru saja menegakkan tubuhnya, ia merasakan sebuah tangan mencengkram pergelangan tangannya.

Sentuhan itu membuat Ella merasa mual. Ia ingin menyingkirkannya, tetapi ia berusaha untuk menahan diri saat memikirkan identitasnya sebagai seorang pelayan.

"Tuan, apakah Anda butuh yang lainnya?"

Ella memandang pria itu dengan sopan.

Pria itu mencium aroma parfum di tubuh Ella yang sangat wangi dan tertarik padanya. Saat melihat wajah Ella, ia malah semakin terkejut.

Matanya benar-benar indah dan menawan di bawah sorot lampu, begitu jernih seperti air yang tenang, hampir saja menenggelamkan benaknya.

Bukannya ia tidak pernah melihat wanita cantik, tetapi ini pertama kalinya ia bertemu dengan wanita yang sangat menarik.

"Sejak kapan ada wanita secantik kamu di sini?" kata pria itu. Setelah itu, temannya mengalihkan perhatiannya kepada Ela.

Beberapa pasang mata tertuju pada Ella, membuat Ella merasa tidak nyaman.

Wanita yang menemani para pria itu langsung merasa tidak senang. Ia memeluknya dan berkata, "Tuan, tidak usah dianggap. Kalian perhatikan kami saja."

"Pergilah. Aku tidak ingin melihatmu!"

Pria itu mengibaskan tangannya dan memandang wanita di sampingnya dengan marah. Menurut pendapatnya, tiga wanita di sekitarnya itu tidak secantik dan semenarik Ella.

Ella bukan wanita bodoh. Ia tersenyum dan berkata, "Tuan-Tuan, saya hanya mengantarkan anggur untuk Anda semua." Saat mengatakannya, ia berusaha untuk menarik tangannya.

Setelah mengatakan hal ini, beberapa pria itu langsung tertawa. "Tidak apa-apa. Kalau denganmu, kami akan bersikap sangat lembut."

Melihat wajah-wajah di hadapannya, Ella ingin mengangkat tangan dan menamparnya satu per satu. Keinginan mereka terpancar begitu jelas di wajah mereka yang menjijikkan.

"Terima kasih para Tuan-Tuan karena sudah menunjukkan ketertarikan pada saya, tetapi manajer saya mencari. Saya tidak bisa menemani Anda semua. Saya harap Anda menikmati kunjungan Anda."

Setelah mengatakannya, Ella melangkah mundur.

Berurusan dengan pria-pria ini hanya menyia-nyiakan waktu. Dan ketiga wanita yang ada di dalam ruangan itu memelototinya seolah ingin menelannya hidup-hidup.

Ia tidak membutuhkan tips dari orang-orang ini lagi. Ia hanya ingin pergi.

"Mengapa terburu-buru?"

Salah satu dari pria itu sudah menyingkirkan wanita di sampingnya, berdiri dan berjalan ke arah Ella.

Dibandingkan dengan pria yang gemuk sebelumnya, penampilan pria ini terlihat jauh lebih baik. Namun, pria ini terlalu kurus dan matanya memancarkan kilau menjijikkan yang sama.

Hal ini membuat Ella merasa tidak nyaman.

Ella berhenti melangkah dan memutuskan untuk berbicara dengannya. "Saya harus segera menemui manajer saya."

"Di bar ini, pelanggan adalah raja. Aku rasa manajermu tidak akan mau membuat kami malu, kan?"

Pria tersebut sangat tertarik dengan Ella dan tidak akan membiarkan Ella pergi. Tidak ada gunanya menggunakan nama manajer sebagai tamengnya. Apa pun yang terjadi, wanita ini sudah masuk ke dalam lubang buaya.

Pria lainnya bangkit berdiri dan berjalan ke arah Ella. Pria itu membuat Ella terkejut dengan sebuah pisau kecil di tangannya.

Ella hendak melawan, namun sebelum ia punya waktu, tiba-tiba saja pandangannya menggelap dan ia kehilangan kesadarannya.

Di sisi lain, Christian sedang duduk di meja kerjanya. Dokumen-dokumen berserakan di hadapannya dan laptopnya pun masih menyala, tetapi di otaknya hanya adalah satu hal, Ella.

Ia tidak bisa menyingkirkan Ella dari pikirannya.

Christian mengerutkan keningnya. Mengapa ia terus memikirkan mengenai wanita itu?

Akhirnya, Christian bangkit berdiri dan mengambil jasnya yang ia sampirkan di punggung sofa. Kemudian ia berjalan keluar.