Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

life must Go on

๐Ÿ‡ฎ๐Ÿ‡ฉNaayma_Zara
--
chs / week
--
NOT RATINGS
77.5k
Views
Synopsis
Setelah Kematian dari sang mama karena insiden kecelakaan, membuat syila tinggal bersama sebuah keluarga ย yang merasa hutang budi pada mamanya. Namun, kehadirannya malah mengusik ketenangan alex, anak laki laku dari keluarga itu. Alex yang awalnya sangat dingin dan mengacuhkannya, Lama kelamaan mulai mengganggu syila dengan semua kejahilannya, membuat syila harus senantiasa bersabar. Kelakuan mereka setiap hari sudah seperti kucing dan tikus. Apa yang akan terjadi pada mereka?
VIEW MORE

Chapter 1 - Bab 1

Terlihat seorang gadis berseragam putih abu abu yang sedang berlari menyusuri koridor sebuah Rumah Sakit. Kakinya terlihat gemetar hebat, ia tetap melanjutkan langkahnya. Terlihat beberapa kali gadis itu tersandung kakinya, beberapa kali ia juga menabaraki orang orang yang berada di depan nya. Di baju sebelah kiri gadis itu terdapat nametag bertuliskan 'Asyila anastasya'.

"Maaf, dek kamu gak boleh masuk. silahkan menunggu dulu disebelah sana ya," seorang suster menahan syila di deban pintu ruang ICU.

"T-tapi... mama saya sus..."

"Mama adek sedang tidak sadarkan diri dan membutuhkan perawatan intensif. Adek tunggu dulu ya di sebelah sana. Do'ain mama adek biar cepet sadar." jelas Suster itu yang berhasil membuat pikiran syila tak karuan.

Syila berjalan dengan gontai, menduduki kursi yang berada di samping pintu ruang ICU. Kepalanya menunduk, berdoa agar sang ibu berhasil diselamatkan. Syila berfikir mimpi apa semalam sampai di telepon pihak Rumah Sakit memberitahukan mamanya mengalami kecelakaan.

"permisi dek," seorang wanita memegang bahu syila. Wanita berpakaian putih itu meremas bahu syila, seakan akan memberikan nya.

"dengan putrinya bu yanti?"

Syila mengangguk cepat. "bagaimana keadaan mama saya, Dokter?"

Dokter bernama ananda itu menatap orang orang di kursi tunggu. Terdapat seorang wanita dan seorang remaja cowok yang masih pelajar SMA.

"saya tunggu di ruangan saya ya." Dokter ananda menatap syila.

"mama saya, gimana dok?"

"Sebentar saja. Ada yang perlu saya bicarakan. Apa tidak ada anggota keluarga lain?"

"hanya saya satu satunya keluarganya."

"Baiklah. Ada beberapa Perawat yang menjaga dan mengawasi mamamu, tidak perlu mencemaskannya."

Syila hanya mengangguk.

" dok, saya ingin iku. Saya berhak tahu. Saya adalah orang yang bertanggung jawab atas kejadian ini. Saya mohon, Dokter."

Dokter ananda tampak berpikir sebentar.

"Baiklah, Bu vina, Anda juga ikut kami."

Syila tampak bingung, tak memahami situasi yang terjadi. Syila tampak menerka nerka apa yang sebenarnya terjadi, tampak bu vina mengulurka tangannya menggenggam tangan syila membuatnya terkejut.

Didepan pintu syila menabrak seorang remaja cowok yang tengah terburu buru, cowok itu tidak memandang syila dan berlalu begitu saja menuju ruangan yang ingin di tujunya.

"Kamu ngapain kesini? Mama sebentar aja, kok." Ternyata cowok itu bernama alex anak bu vina. Cowok itu menggelengkan kepalanya.

"alex mau nungguin mama."

"mending tungguin papa kamu-"

"Papa gak kenapa napa kok. Nggak parah," sela cowok bernama alex perwira.

"Papakan butuh ditemenin. Nanti kalau Papa butuh sesuatu, gimana?"

"kan udah ada suster, ma."

"lex??," bu vin asedikit meninggikan nada bicaranya.

"Mama tahu kan, aku nggak mau berdua doang sama Papa?"

Bu vina paham betul putranya sangat marah dengan suaminya, bahkan ia berani menabuh gendang peperangan dengan sang papa kandung. Alex begitu marah karena sebuah masalah di masalalu yang belum ia lupakan bahkan ia maafkan. Vina memutuskan untuk mengakhiri perdebatan tanpa ujung itu.

"Ya, udah. Kamu tunggu bentar."

"iya mah alex tunggu diluar ya."

vina mengangguk, disusus dengan kepergian alex. terlihat syila yang tengah duduk dengan lemas.

"kamu kenapa nak, sakit??"

Syila mendongakkan kepalanya, lalu menggelengkan kepalanya pelan dan tersenyum dengan terpaksa. Membiarkan wanita itu tahu kalau syila sedang tidak baik-baik saja.

Dokter yang menangani mama syila belumm juga masuk keruangan nya. Bu vina memberanikan diri untuk menggenggam tangan syila yang terasa sangat dingin. Syila merasa tanganya seperti di genggam seseorang, membuatnya menoleh kearah pemilik tangan itu.

"muka mu terlihat sangat oucat nak. Kamu tidak apap apa?" ucap vina lirih.

Syila masih terus menatap wanita itu berusaha mengingat siapa dia, namun syila sama sekali tidak mengingat siapa wanita itu. Syila yakin belum pernah melihat wanita itu sebelumnya. Tapi, kenapa wanita ini ada di ruang mamanya dirawat? Adaapa sebenarnya?

"Maaf, menunggu lama," ucap dokter ananda lalu duduk didepan mereka sambil meletakkan map biru.

Syila terlihat semakin gugup. Ia merasakan akan ada sesuatu yang buruk akan terjadi padanya.hal itu memebuat syila menggenggam balik tangan vina dengan kuat.

"asyilla anastasya. Apakah benar?" Dokter ananda memandang syila untuk memastikan identitasnya.

"benar, Dok. Itu nama saya."

"Baiklah, saya akan memberitahukan kondisi mama kamu tapi sebelumnya, apakah kamu mengenak ibun ini?" ucap dokter sambil menatap mereka bargantian, syila hanya menggeleng perlahan.

"Saya vina. Istri dari orang yang ibu kamu selamatkan, hingga membuat ibumu terlibat kecelakaan. Suami saya tidak memperhatikan dalan hingga hampir tertabrak sebuah mobil. Ibu kamu datang mendorong suami saya hingga ibu kamu yang tertabrak. Tapi sayang, mobil itu berhasil kabur.," vina, memperkenalkan dirinya secara langsung dan menjelakan apa yang terjadi.

Syila yang mendengar itu sontak terkejut, reflek melepaskan genggaman tangan vina. Vina hanya menatapnya iba, dalam fikirannya'syila sudah pasti akan menyalahkan dan mebeci suami serta dirinya

"A-ah, saya asyila. Salam kenal, Bu." ucap syila terbata-bata. Sejujurnya,ia terkejut karena orang yang sedari tadi menguatkannya adalah istri orang yang membuat ibunya kecelkaan. Syila selalu mengingatkan ibunya untuk berhati hati dijalan, karena ibunya menderita penyakit yang cukup parah, membuatnya semakin terkejut.

Vina terkejut dengan ucapan syila barusan. Ia berfikir syila akan memarahi dan meneriakinya, lalu mencari suaminya.

"Silahkan dilanjutkan, Dokter," lanjut syila. Ekspresi wajah dokter ananda pun terlihat tak kalah terkejutnya dengan bu vina. Sekaligus bernafas dengan lega, syila dapat bersikap dewasa dan mengontrol emosinya di saat situasi seperti ini.

"Baiklah. Ada beberapa hal yang akan saya sampaikan. Yang pertama, dengan berat hati saya menyampaikan bahwa Bu siska sedang dalam kondisi kritis dan belum sadarkan diri."

Syila terlihat sudah siap mendengar apa yang disampaikan dokter selajutnya. Mengingat penyakit ibunya syila seketika dihinggapi rasa cemas.

"Apa kamu tahu, mamamu sering mengontrol kesehatannya di rumah sakit ini?"

Syila mengangguk. Sejak awal ia sudah tahu tentang penyakit yang diderita mamanya, beberapa kali syila juga mengantar ibunya untuk kontrol di rumah sakit itu.

"Saya tahu, Dok. Penyakit mama saya memang sudah parah sekarang," ucapnya melemah di akhir kalimat.

Hal itu memebuat vina menatap dokter Ananda dan syila secara bergantian. Dia terlihat penasaran, namun ia sadar ia tidak berhak untuk bertanya masalah itu.

"Yang kedua, kondisi Bu siska sekarang diperkirakan ada hubungannya dengan penyakit yang beliau idap tersebut. Saya sudah mengonfirmasi penyakit yang diderita Bu siska pada dokter ahli, dan beliau mengatakan kecelakaan adalah satu hal yang harus dihindari. Kanker tulang menyebabkan tulang menjadi rapuh dan harus ekstra hati-hati dalam melakukan aktivitas. Kecelakaan kecil saja dapat berakibat fatal karena dapat terjadi peretakan tulang atau bahkan patah tulang. Dan kini Bu siska baru saja mengalami kecelakaan yang harus dihindari tersebut."

Setiap kata yang diucapkan dokter Ananda, seperti sebuah batu yang meninpa kepalanya dengan keras. Kepalanya terasa berat dan dadanya terasa sesak.

"Dan yang terakhir, setelah bu siska melewati masa kritis, kami akan segera melakukan tindakan lebih lanjut. Untuk saat ini, fokus kami adalah agar pasien dapat melewati masa kritisnya." sambung dokter Ananda.

"apa yang harus saya lakukan, Dok?"

"Cukup berdoa. Jangan putus minta pengharapan dari Tuhan. Bu siska hanya butuh doa dan support."

"bolehkah saya mengunjungi mama saya? Saya ingin bicara berdua," pinta siska lirih, badannya terasa sangat lemas.

Wajah syila terlihat sangat memohon, membuat dokter ananda merasa iba.

"tahan diri kamu sebentar, kondisi mama mu sangat kritis," dokter ananda memberi penjelasan pada syila.

"Dok, tolong selamatkan bunda..."

"Kami akan berusaha semaksimal mungkin. semua hasilnya tergantung pada Bu siska kuat bertahan atau tidak."

"Tolong selamatkan nyawa beliau. Berapapun biayanya, biar keluarga kami akan menanggungnya."

Syila terkejut, ia bahkan melupakan biaya administrasi ibunya. Bagaimana bisa ia melupakah ha paling penting?.

"kamu hanya perlu berdoa,syila. Jangan pikirkan selain itu." Ucap vina seakan mampu membaca pemikiran syila, seraya menggenggam tangan syila untuk memberi ketenangan untuk syila.

Suster yang bertugas mengawasi kondisi siska bergegas keluar ruangan itu, seraya memanggil dokter.

Semua pikirannya berkecambuk melihat para dokter termasuk dokter Anita bergegas masuk ke ruangan mamanya dirawat. Tngkai kakinya seketika lemas seperti jelly. Kekuatannya entah hilang kemana, melihat situasi dihadapannya. Suasana ketegangan terlihat sangat jelas.

"mama... hiks...hiks....," air mata syila mengalir tiba tiba, ia segera berlari kedalam ruangan mamaya.

Berulang kali suster meminta syila keluar ruangan, berulang kali juga syila menolak. Melihat kekeras kepalaan syila akhirnya dokter ananda menyuruh suster untuk memebiarkannya di dalam ruangan selagi tidak mengganggu dan tidak berisik. Syila berdiri disudut ruangan, melihat mamanya yang terpejam membuat lututnya tak mampu menopang badannya. Ia masih terus berdoa untuk keselamtan mamanya.

Tak lama ia merasakan ada tangan yang meremas bahunya. syila mendongak, mendapati dokter Ananda berdiri di hadapannya dengan ekspresi yang sulit ia pahami.

"mama saya bagaimana dok?"

Dokter Ananda hanya menggelengkan kepalanya pelan, tak kuasa untuk mengatakannya.

"Nggak... nggak mungkin..."

Dengan sisa tenaga yang ia punya, syila berdiri mendekati mamanya. Kedua tangannya memegang tangan mamanya yang terasa sangat dingin, pertanda darah sudah berhenti mengalir disana. Syila mendekatkan wajahnya mempertemukan bibir tipisnya di pipi sang mama, air mata syila yang mulai turun ikut membasahi wajah wanita itu

"ma... ila sayang sama mama... Bangun,..."

Sedetik kemudian, ruangan dipenuhi oleh tangisan syila yang yang tak tahu harus berbuat apa.

Sekarang syila merasa sangat tah berdaya, nafasnya sesak seakan akan separuh nyawanya telah hilang. Tak lama kemudian seseorang meraih tubuh mungil syila, membawanya dalam pelukan, membiatkannya menangis disana.

Vina. Wanita paruh baya yang kini ikut meneteskan air matanya, seperti merasakan apa yang dirasakan oleh syila.

"menangislah sepuasmu nak, setelah ini tante janji kamu gak akan menangis lagi." Bisik vina.

Di dalam hatinya Vina berjanji akan akan bertanggung jawab untuk kehidupan syila mulai hari ini dan seterusnya.