Chereads / life must Go on / Chapter 3 - Bab 3

Chapter 3 - Bab 3

Siang itu alex baru saja pulang dari tempat les belajar. Sebenarnya hari itu weekend, namun gurunya merubah jadwal karena ada urusan mendadak. Ia memasuki rumah saat hari sudah gelap. Hari itu sangat melelah kan baginya, mungkin karena materi yang ia pelajari sangat menguras pikirannya. Jika saja tempat itu bukan milik teman dari mamanya mungkin alex sudah meninggalkan tempat itu sejak lama.

Keadaaan rumah tampak sepi seperti biasa, alex sudah terbiasa dengan suasana seperti itu. mamanya sangat sibuk menulis, mungkin sekarang berada di runagn pribadinya. Meski dirumah itu banyak pelayan, namun vina selalu menyicipi dulu rasa masakan nya. Bukan karena tidak enak, ia hanya ingin semua makanan yang dihidangkan sesuai dengan selera suami dan putra nya. Jika menurutnya tidak sesuai maka ia pasti akan memarahi pelayannya, atau paling parah dia bahkan tak segan segan memcat pelayannya.

Terlebih alex, si anak songong dan dingin itu memiliki tempramen yang tak stabil, ia bisa saja marah marah tidak jelas hanya karena hal yang kecil. Diantaranya ketika makanan yang ia makanan menurutnya kurang pas ia akan memanggil pelayan memaki dan juga mengutuk nya sampai dia puas.

Alex lebih memilih untuk masuk kekamar dari pada langsung menuju ruang makan. Ia merasa tubuhnya sangat lelah dan ingin merebahkan badannya sebentar di atas kasur. Ia cukup lelah setelah bermain basket di pagi hari, lalu dilanjutkan les hingga petang. Makan malam menjadi hal terakhir yang akan dia lakukan.

Namun sebelum alex sampai di kamarnya yang berada di ujung, alex terlebih dulu dikejutkan oleh suara yang berasal dari kamar kosong sebelah kamarnya. Ya, kamar kosong. Belum pernah terlihat ditempati oleh siapapun sejak ia menempati kamarnya. Bahkan Jika ada tamu, mereka akan tidur di kamar tamu yang letaknya di lantai bawah.

kenapa ada suara di kamar kosong?

Karena rasa penasaran yang besar membuat alex memberanikan diri untuk menghampiri kamar itu dan melihat ada apa di dalam.

"Astaga! Mama.....!"

Alex berteriak kesal saat tahu suara ditimbulkan oleh mamanya. Wanita itu duduk di atas lantai sambil berselonjor, sementara disekitarnya sangat berantakan oleh kardus-kardus yang entah apa isinya.

"Mama ngapain, sih?"

"Bersihin kamar lah emang ngapain lagi coba. Aduuh... badan mama capek semua nih!"

Alex segera berjongkok dibelakang mamanya lalu memberikan pijatan kecil di bahunya.

"Mama, sih! Ngapain beresin kamar sendiri? Kan bisa nyuruh Bibi! Lagian ngapain diberesin, sih? Nggak ada yang nempatin juga."

"Bibi udah bantuin tadi, tapi sekarang mama suruh siapin makan malem. Eh ngomong-ngomong, mama belum bilang, ya?"

"hmm..Bilang apa?"

"Mulai besok, syila bakal tinggal disini."

"syila?"

"Iya. Anaknya yang menolong papamu kemarin. Kayaknyaudah mama kenalin deh kemarin."

Setahu nya, sang mama memang sering mengunjungi gadis itu, tapi ia tidak menduga kalau gadis itu akan dibawa kemari dan akan tinggal serumah dengannya.

"Mama nggak tega kalau syia tinggal sendirian, lex. Gimanapun dia anak gadis, nggak baik tinggal sendirian. Lagian mama kan udah janji buat bertanggung jawab atas hidup nya." lanjut vina santai, tidak peduli jika alex menggelengkan kepalanya

"Tapi kenapa sampai harus tinggal disini, Ma? Kenapa mama percaya banget sama cewek itu? Gimana kalau cewek itu nipu? Kalau dia punya rencana buruk di sini? Atau gimana kalau dia nyuri sesuatu dari rumah kita?" cecar alex yang teklihat tak menyetujuinya.

"Nggak usah ngaco kamu! Mama tahu dia orangnya nggak kayak gitu."

Ega menarik nafas panjang. Ia Benar-benar tidak habis fikir kenapa mamanya sangat percaya pada gadis itu.

"Ya, udahlah. Terserah mama aja. alex mau ke kamar dulu."

"Nggak makan malam?"

"Nggak laper," jawabnya singkat dan pergi ke kamarnya.

alex melemparkan tubuhnya ke atas ranjang. Tidak perduli ia belum mandi dan badannya bisa mengotori sprei. Toh dia bisa menyuruh pelayan mengganti spreinya setelah ini. Tubuhnya lelah dan mood-nya sangat jelek. Sebuah perpaduan yang sempurna untuk membuat alex malas melakukan apapun.

Namun, alex juga tidak bisa memejamkan matanya dan tidur nyenyak. Dia memikirkan keluarganya yang sedikit banyak berubah dalam dua minggu belakangan. Dan perubahan itu disebabkan oleh sepasang ibu dan anak tak dikenal yang entah bagaimana bisa memasuki keluarganya dengan mudah. Bahkan vina sampai menawarkan tempat tinggal dengan cuma-cuma. alex teringat dengan pembicaraan sang mama dan syila saat berada di kursi tunggu.

Saat itu alex baru saja kembali ke Rumah Sakit setelah membelikan makanan di minimarket terdekat. Mamanya juga belum sempat makan, terlalu sibuk mengurus sang papa dan korban kecelakaan yang menyelamatkan papanya. Seenggaknya, sang mama bisa sedikit kenyang setelah makan beberapa potong roti.

Namun ia tidak menemukan sosok mamanya di ruang rawat papanya, ia memutuskan untuk pergi menuju kursi tunggu ruang ICU sambil membawa kresek berisi roti. Alex sudah menduga mamanya masih belum mau meninggalkan gadis yang sedari tadi tak berhenti menangis itu.

Alex mulai memelankan langkahnya saat melihat mamanya dan gadis itu tampak sedang bicara serius. Ia berhenti melangkah, mereka berjarak hanya beberapa meter saja. Di sana ia bisa mendengar perbincangan mereka berdua.

"syila, saya boleh tanya sesuatu?"

syila yang duduk untuk menunggu mamanya melewati masa kritis, hanya mengangguk.

"mama kamu... sakit parah?"

Syila mengangkat wajahnya lalu terdiam, mengingat apa yang telah mamanya lalui selama ini. Syila yang diam membuat vina merasa tidak enak mempertanyaan masalah itu.

"A-ah, maaf ya. Harusnya saya nggak tanya sekarang. Lupain aja, kalau gitu"

Tanpa diduga, syila justru tersenyum tipis. "gak apa-apa kok, Tan. mama saya... sakit kanker tulang sudah stadium tiga."

"Stadium tiga?"

Syila hanya mengangguk sebagai jawaban. "Penyakitnya terlambat dideteksi. Awalnya mama cuma ngeluh nyeri di kakinya, waktu diperiksa, ternyata tumbuh kanker dibagian tulangnya."

"Ya, Tuhan..."

"mama sudah melakukan beberapa kali kemoterapi. Tapi memang kondisi ekonomi kami yang sulit, mama jadi nggak bisa dapat pengobatan yang maksimal. beberapa minggu lalu mama mendapat bantuan dana dari Rumah Sakit untuk melakukan operasi. Kalau nggak ada kendala, operasinya akan dilaksanakan bulan depan. Tapi... dengan kondisi mama saat ini, kayaknya jadwalnya bakalan mundur."

"Tapi, bunda kamu masih bisa berjalan di jalanan besar?"

syila menggeleng pelan. Untuk hal itu, ia benar-benar tidak tahu. mamanya memang bisa berjalan normal meski lebih lambat dari orang orang.

Alex mendecih remeh. Sekejap saja, cowok itu bisa menebak skenario yang disusun syila dan mamanya yang ternyata menderita kanker itu. Wanita itu pasti mengetahui hidupnya tidak akan lama lagi, hingga berpesan pada syila untuk menikahi pria kaya untuk menjamin kehidupannya setelah ia pergi. Dan entah sebuah kebetulan atau telah direncanakan, sebelum ibu gadis itu meninggal dunia oleh penyakitnya, beliau lebih dulu pergi karena menjadi malaikat penolong atas kecelakaan yang harusnya menimpa raka. Membuatnya secara tidak langsung mendapat rasa simpati dari vina dan berusaha menebus kesalahannya dengan jalan menuruti permintaan siska.

Termasuk memaksa alex untuk menikahi gadis itu, Sebab alex adalah satu-satunya laki-laki di keluarga Prawira yang nantinya akan menjadi pewaris tunggal bisnis keluarga Prawira. Dan setelah itu, mendiang wanita itu berhasil meraih impiannya.

Skenario gila itu membuat alex tertawa kejam. alex sangat beruntung memiliki kecerdasan berlebih hingga dia berhasil menebak skenario dari syila dan ibunya yang sudah dirancang apik.

Alex berjanji pada dirinya sendiri, tidak akan membiarkan skenario itu terjadi. Ia tidak menjadi alat permainan dari seorang gadis yang tak jelas asal-usulnya.

"Lo emang bisa mainin Mama dan Papa. Tapi, nggak sama gue!" gumam alex sembari menyeringai tipis. "Bahkan, gue yang bakal mainin lo sampai lo bener-bener menderita di sini."