eigengrau
(n.) "dark light" or "brain grey";
the color seen by the eye in perfect darkness
****
Bandung, 200X.
Di bawah rindangnya pohon cemara yang tumbuh di tepi lapangan sepak bola, seorang gadis tampak duduk sembari mencoret-coret buku catatan di tangannya. Sesekali pandangannya tertuju ke arah lapangan, di mana beberapa orang siswa tengah bermain sepak bola. Senyuman manis terpaut di bibirnya, setiap kali matanya menangkap bayangan seseorang di sana. Di sampingnya, seorang gadis sebaya hanya mampu menggeleng melihat sang sahabat tengah sibuk mengabadikan si tambatan hati. Beruntungnya suasana sore itu begitu tenang, tidak banyak siswa yang tinggal di sana untuk menonton latihan tim sepak bola sekolah berlatih sebelum kompetisi antar SMP bulan depan. Hanya ada dua gadis itu saja di sisi barat.
Semilir angin sore itu menerbangkan helai rambut si gadis yang tengah sibuk menggambar sesuatu di buku catatannya. "Aiz ganteng, ya, Liv?"
Yang dipanggil hanya mampu merotasi bola matanya. Jika ada nominasi bucin sedunia, maka sahabatnya ini termasuk di dalamnya.
"Itu menurut lo, kalau menurut gue biasa aja, sih," sahutnya.
Gadis dengan buku catatan di tangannya itu pun tertawa. Jawaban sang sahabat tidak salah juga. Jika dibandingkan dengan idolanya, meski sama-sama bermata sipit, seseorang yang membuat dia jatuh cinta dan saat ini tengah menggiring bola di lapangan jadi tampak biasa. Meskipun begitu, dia tidak peduli. Sebab bukan paras laki-laki itu yang membuatnya jatuh cinta. Entah apa. Mungkin sapaannya, suaranya, senyumannya, atau ... dia bahkan tidak menemukan alasannya. Dia hanya merasa, laki-laki itu adalah takdirnya.
Konyol memang. Siapa dia bisa berpikir demikian?
Ya, sebut saja dia si gila. Bagaimana mungkin ada seseorang yang lebih gila dari dia, mencintai seseorang yang sama selama hampir tiga tahun lamanya. Kemudian, mana lagi yang lebih tidak tahu malu dari dia, sekalipun sudah ditolak berkali-kali, cintanya tidak berubah juga. Bahkan, meski laki-laki itu memiliki kekasih, dia tetap menunggu dalam diamnya. Hanya untuk laki-laki itu.
"Gue enggak habis pikir sama lo, deh! Apa yang lo lihat dari Aiz? Bukannya dia udah menyakiti lo berkali-kali?" ujar gadis yang disebut "Liv".
Si gadis dengan buku catatan itu terdiam. Pandangannya menerawang, mengamati sosok yang berhasil merebut hatinya sebegini gila.
"Gue juga enggak ngerti, Liv. Ini mungkin terdengar gila dan konyol, tapi ... gue hanya merasa kalau kami ditakdirkan bersama. Seperti ada benang takdir yang mengikat kita." Dia tertawa. "Padahal gue juga tahu kenyataan, kalau gue bukan seseorang yang Aiz cinta. But i love him without any doubt."
Sang sahabat terdiam mendengar penuturan yang begitu tulus tersebut. Gadis di sampingnya ini rela berada dalam gelap, untuk dapat melihat warna yang memang hanya dapat dilihat dari kegelapan.
"Semoga kamu bisa segera mendapatkan kebahagiaanmu, Sheen."
****
Dita Xian
Banjarnegara, 28 Agustus 2021.