"Yum, Kamu bisa menyusul Aku dan Sintia di Warung Mi Ayam Bang Saleh?" tanya Andra kepadaku melalui pesan aplikasi WhatsApp.
"Aduh … kalau sekarang agak susah sih. Harus sekarang, kah?" tanyaku.
"Ya sekarang kalau mau menyusul. Karena kami sudah di lokasi. Kalau nanti-nanti takut makanan kami sudah habis atau bahkan mungkin malah Sintia sudah mengajak pulang," kata Andra berharap Aku segera menyusul mereka.
Andra merasa tidak nyaman menikmati malam berdua dengan Sintia setelah apa yang telah dikatakan Sintia sepulang dari bioskop.
"Ndra, dari tadi kok Kamu terlihat gelisah dan lihat ponsel terus. Bilang saja kalau mau balik sekarang," kata Sintia melihat gelagat Andra yang tidak nyaman.
"E-Enggak kok! Lagi baca grup WhatsApp kelas saja, menyimak … barangkali ada penugasan yang terlewat kubaca. Karena tadi siang dosennya tidak masuk ke kelas, jadi sebagai penggantinya ada tugas yang harus kami kerjakan. Dan itu disampaikan setelah kelas selesai. Makannya harus siap-siap ada info masuk dari ketua kelasku," kata Andra mengelak.
"Oh, kukira karena Kamu tidak nyaman karena makan malam hanya berdua saja denganku. Habis nonton berdua, sekarang dinner beruda. Wah, berasa kencan saja," ungkap Sintia.
"Iya juga ya. Wah, gawat kalau ada penggemarmu yang melihat," Andra mencoba mengubah suasana yang awalnya canggung menjadi lebih akrab kembali. "Sudah siap nih mi ayamnya, yuk kita makan," ajak Andra.
"Hmmm … enak nih punyaku. Tadi Aku pesan mi ayam lada hitam, cobain deh! Aaa ….," kata Sintia sembari mencoba menyuapi Andra untuk merasakan mi ayam pesanannya.
Andra ingin menolak, tapi merasa tidak enak karena Sintia sudah menyodorkan satu sendok mi ayam miliknya persis di depan mulut Andra. Terpaksa dia membuka mulut dan memakan mi ayam suapan Sintia itu. Tanpa mereka sadari, Aku melihat Andra dan Sintia suap-suapan. Dari kacamataku, mereka berdua terlihat sangat mesra.
"Ehem … ehem …." Aku mendeham mereka agar sadar akan keberadaanku. "Wah, kayaknya kedatanganku malah mengganggu kemesraan kalian nih," kataku meledek Sintia dan Andra.
"Lo, kok Kamu di sini, Yum?" tanya Sintia kaget melihat keberadaanku.
"Iya, tadi Aku yang bilang ke Yumi kalau kita ada di sini. Eh, ternyata dia bisa menyusul. Awalnya kupikir dia masih sibuk dan tidak bisa bergabung dengan kita," ungkap Andra.
"Maaf ya, kedatanganku tidak diharapkan ya?" candaku.
"Jangan merajuk gitu dong, Yum. Sini Sayang, cup … cup … cup …," balas Sintia mencoba membujukku.
Aku pun bergabung dengan mereka. Andra terlihat bingung harus bersikap bagaimana. Aku paham dia ingin segera meluruskan kesalahpahaman yang sedang kulihat. Aku hanya memberikan senyum kecut untuknya.
Aku tahu mungkin Sintia yang membuat Andra mengharuskan menerima suapan yang diberikannya. Tapi perasaan cemburu dari dasar hati yang kurasakan, tidak mampu kutahan. Bagaimanapun juga aku sendiri yang mempertemukan Andra dengan Sintia untuk menjalin kerja sama. Jadi seharusnya aku sudah tahu konsekuensinya dari awal.
Lagi pula Sintia belum mengetahui hubunganku dengan Andra yang sebenarnya. Aku hanya berharap semoga aku salah mengira bahwa sepertinya Sintia mulai tertarik dengan Andra. Karena seumur-umur aku mengenalnya, dia belum pernah terlihat seakrab itu dengan seorang laki-laki. Dia lebih sering bersikap dingin atau menjaga jarak dengan teman-teman bahkan rekan kerjanya. Takut akan muncul gossip tidak sedap dikemudian hari.
Tiba-tiba ada pesan masuk dari ponselku. Ternyata itu pesan dari Andra. "Jangan marah ya, nanti Aku jelaskan semuanya. I love You," kata Andra dalam pesannya.
Aku tak membalas pesan itu. Hanya kubaca dan dia pasti paham bahwa Aku sedang cemburu.
Biarlah, daripada aku balas tapi dengan kata-kata pahit bahkan pedas, lebih baik aku diam saja dan tidak membalas apapun.
"Yuk kita pulang. Kuantar kalian sampai di depan gerbang asrama," ajak Sintia sudah ingin pulang meninggalkan warung mi ayam bang Saleh.
"Iya sudah malam juga ini. Markipul ... mari kita pulang!" seruku mengiyakan ajakan Sintia untuk pulang. Andra diam saja, hanya menuruti perkataan Sintia dan diriku. Aku tahu dia masih merasa bersalah kepadaku atas apa yang telah terjadi dan kulihat dengan mata kepalaku sendiri.
Di dalam mobil, suasana seakan menjadi sunyi, hingga Sintia merasa kurang nyaman. "Perasaan kok hampa begini ya? Apa ada yang salah?" tanya Sintia bingung.
"Emang iya ya? Karena mengantuk saja mungkin habis makan, kenyang, ngantuk deh. Biasa penyakit orang kenyang kan begini," kilahku.
"Iya juga ya, lagi pula sudah malam begini. Apalagi kita habis ada acara yang padat merayap, jadi lelah sekali tubuh ini," ungkap Sintia menyetujui alasanku.
Andra tetap diam dan fokus pada jalanan yang kami lalui. Semakin dekat dengan asrama, semakin juga aku merasa ingin melupakan apa yang kulihat malam ini. Tapi sebaliknya, semakin ingin aku melupakannya ... semakin melekat juga memori kejadian itu dalam ingatanku.
"Sudah sampai," kata Andra sembari menghentikan mobilnya.
"Baiklah, Aku pamit ya Sin. Terima kasih sekali karena sudah mentraktirku makan malam hari ini," ucapku pada Sintia.
"Sama-sama, Yumi sayang. Andai tadi Kamu juga bisa ikut nonton, pasti seru. Tapi kalau Kamu ikut nonton, Aku enggak bisa berduaan sama Andra. Hehehe ...," ungkap Sintia yang terlihat sangat senang karena telah menonton film bersama Andra malam ini.
"Wah, kayaknya ada yang ketagihan nih jalan berdua," sindirku.
"Apaan sih, jangan cemburu gitu dong!" kata Andra mencoba menghentikanku.
"Yeee ... siapa juga yang cemburu. Ngarep!" balasku.
"Sudah ... sudah ... tidak perlu bertengkar. Nanti kita bergilir saja kencan sama Andranya. Hahaha ...," balas Sintia.
"Emang Aku cowok apaan, pakai digilir-gilir segala. Aku bukan cowok gampangan, tahu?" kata Andra merasa keberatan.
"Hahaha ... ada yang enggak terima mau kita gilir nih, Sin. Ya sudah, Aku sama Andra pamit dulu ya. Sampai ketemu lagi. Hati-hati di jalan," ucapku. Aku pun memasuki asrama tanpa melihat ke arah Andra.
Sebelum semakin jauh aku melangkahkan kakiku, Andra berlari mengejarku dan menahanku dengan menggapai tanganku. "Tunggu ... kita harus bicara!" kata Andra memintaku untuk menghentikan langkahku.
"Mau bicara apa? Sepertinya tidak ada yang perlu kita bicarakan," jawabku enggan.
"Jangan seperti ini dong, Yum. Maaf Aku salah karena menerima suapan Sintia, tapi apa yang Kamu lihat tidak seperti apa yang Kamu bayangkan," terang Andra.
"Tanpa Kamu jelaskan pun Aku sudah tahu. Tapi seharusnya Kamu tetap menolaknya, bisa kan?" tandasku.
Andra sejenak terdiam. "Iya Aku tahu Aku salah karena tidak menolaknya secara tegas. Aku janji bahwa Aku tidak akan mengulanginya lagi!" janji Andra kepadaku.
"Baiklah, lihat saja nanti. Aku tidak butuh janji, hanya butuh bukti saja darimu," balasku.
"Yang penting Kamu tidak marah lagi padaku. Dan Aku minta maaf karena tadi Aku berbohong pada Sintia karena mengatakan bahwa Aku tidak punya pacar. Padahal Aku punya pacar, yaitu Kamu," ungkap Andra.
"Ya mau bagaimana lagi, itu sudah kesepakatan kita untuk sementara menutup rapat hubungan kita dari Sintia," balasku. "Yang penting satu hal yang haris Kamu tahu bahwa Kamu perlu waspada dan hati-hati. Kamu harus selalu bisa menjaga jarak dengan Sintia. Karena Aku melihat, dia mulai tertarik kepadamu." Aku mencoba memperingatkan Andra untuk menjaga jarak dengan Sintia.
"Iya, Aku paham. Dan sejujurnya, Aku mareasakan hal yang sama. Makannya Aku memintamu untuk menyusulku di warung mi ayam bang Saleh tadi," jelasnya.
"Ya sudah, ayo masuk. Enggak enak kalau dilihat orang lama-lama berduaan begini," ajakku mengakhiri percakapan kami.
Aku dan Andra pun mulai berpidah dan masuk ke kamar masing-masing. Sesampainya di kamar, Nada sudah tertidur pulas. Aku melanjutkan mengerjakan tugas yang belum sempat aku selesaikan.
Sejenak aku melupakan kejadian yang telah kulihat dan memang ingin kulupakan itu. Aku hanya bingung harus bersikap bagaimana jika memang firasatku benar bahwa Sintia mulai tertarik pada Andra. Bagaimana jadinya jika hal itu benar-benar terjadi. Sementara tanpa sepengetahuannya, Andra sudah berpacaran denganku. Aku tidak berani membayangkan lebih jauh lagi. Hanya mampu berdoa semoga firasatku salah.