"Ndra, besok siang bisa ambil fotoku tidak? Kebetulan ada baju endorse yang belum sempat kufoto. Kerjaan semakin menumpuk akibat tertunda gara-gara kejadian kamera tersembunyi tempo hari," kata Sintia kepada Andra melalui telepon.
"Bisa sih, kebetulan tidak ada kelas besok. Mau bertemu di mana?" tanya Andra.
"Langsung ke kontrakanku saja ya. Soalnya baju yang mau kufoto banyak banget. Jadi bakalan ribet kalau harus membawanya ke luar rumah. Untuk pastiny, nanti kukirimkan lokasiku," jelas Sintia.
"Baiklah, besok kabari saja sekalian beri tahu jam berapa kira-kira Aku harus ke sana," balas Andra. "Kontrakan? Bukannya Yumi pernah bilang kalau Sintia tinggal di rumah indekos ya? Ah … mungkin dia sudah pindah," ucap Andra dalam hati.
***
Hari pemotretan pun akhirnya tiba. Tanpa berpikir macam-macam, Andra langsung menuju ke rumah kontrakan Sintia sesuai dengan lokasi yang dia kirimkan melalui ponsel miliknya. Sekitar 30 menit telah ditempuh untuk sampai ke lokasi tujuan.
"Tok ... tok ... tok ...," suara Andra tengah mengetuk pintu rumah kontrakan Sintia. Tak butuh waktu lama, Sintia langsung membukakan pintu untuknya.
"Masuk, Ndra," kata Sintia menyambut kedatangan Andra. "Sebentar ya, Aku siap-siap dulu."
"Arin mana, Sin? Kok enggak kelihatan?" tanya Andra.
"Dia hari ini ada perlu, jadi tidak bisa menemaniku," jelas Sintia.
"Aduh ... jadi lagi-lagi Aku hanya berdua saja dengan Sintia?" tanya Andra dalam hati.
"Ndra, tolong ke sini sebentar dong. Bantu Aku!" teriak Sintia dari dalam kamarnya. Andra yang tadinya duduk di ruang tamu pun menyusul Sintia ke kamar. Dia mendapati Sintia tengah kesulitan menutup ritsleting yang berada di punggungnya.
"Tolong dong bantu aku menutup releting ini. Tanganku tidak sampai," pinta Sintia sambil menyodorkan punggungnya pada Andra.
Lagi-lagi Andra tak mampu menolak. Seperti permintaan Sintia, dia menutup ritsleting di punggung Sintia yang panjangnya nyaris sama dengan panjang tulang ekornya. Rasa tak nyaman tengah dirasakan oleh Andra.
Bentuk lekuk tubuh Sintia tak mampu dia hindari dari pandangan. Tapi Sintia terlihat tanpa ragu memintanya untuk melihatnya meskipun tidak secara langsung dan terkesan hanya minta dibantu. Tapi Andra tetaplah laki-laki dan seharusnya Sintia mengerti itu.
Baju yang relatif serba terbuka dan menunjukkan bentuk lekuk tubuh Sintia menambah perasaan kurang nyaman bagi Andra. Tapi apa boleh buat, dia harus bekerja secara profesional. Demi penghasilan tambahan yang dia butuhkan dan juga demi aku kekasihnya yang telah mempertemukannya dengan Sintia sahabatku.
"Sudah?" tanya Sintia.
"Iya, sudah kok. Yuk kita mulai saja pemotretannya biar tidak keburu sore," ajak Andra. Andra pun dengan segera mengambil beberapa potret Sintia. Dengan penuh rasa sabar dan teliti, dia mengarahkan gaya hingga menata baju yang membalut tubuh Sintia. Sesekali dia menyentuh tangan dan kepalanya untuk disesuaikan dengan gaya yang menurut Andra terlihat cantik di foto.
Andra menyentuh dagu Sintia agar terlihat lebih cantik di kamera. Diarahkan sedikit mendongak ke atas dengan menatap ke kamera. "Maaf ya, Sin." Andra mengucap kata maaf karena takut membuat Sintia tak nyaman. Tapi sebaliknya, dia terlihat sangat nyaman melakukan pemotretan dengan Andra.
Entah karena dia merasa sudah dekat dengan Andra atau dia merasa Andra tidak akan melakukan hal-hal yang tidak semestinya dia lakukan. Lagi pula Andra adalah orang yang kukenalkan pada Sintia. Jadi dia pun lebih yakin bahwa Andra adalah orang yang baik. Tidak mungkin aku mengenalkan orang yang tidak baik pada Sintia, terlebih untuk kerja sama.
"Aduh ... nyangkut nih hak sepatuku. Minta tolong dong, Ndra," kata Sintia sembari mengangkat kaki sebelah kanannya. Andra pun mendekat kemudian Sintia berpegangan padanya.
"Sudah?" tanya Andra memastikan posisi Sintia sudah stabil kembali.
"Iya, sudah. Terima kasih," ucap Sintia. "Eh, bentar ... bentar. Selfie yuk!" ajak Sintia sembari merangkul Andra dari samping. Andra terlihat tidak nyaman, namun apa boleh buat, dia tidak bisa menolak. "Aku unggah di instagram ya," kata Sintia meminta izin Andra.
"Terserah Kamu, tapi kalau bisa jangan. Nanti malah bikin Kamu repot karena komentar negatif dari para pengikutmu." Andra mencoba mengingatkan Sintia sekaligus mengungkapkan keberatannya.
"Alah ... enggak apa-apa. Kan bergantung caption-nya," balas Sintia. Sintia tetap mengunggah foto dirinya dengan Andra dengan menulis caption, "Fotografer terbaik sepanjang masa. Beruntung bertemu dengannya."
Melihat caption itu Aku hanya bisa menelan ludah. Firasatku tidak begitu baik melihat apa yang terjadi akhir-akhir ini antara Andra dengan Sintia. Meskipun aku senang mereka menjadi semakin akrab, tetapi saking akrabnya hal itu membuatku menjadi begitu khawatir.
Semoga saja apa yang aku takutkan tidak benar-benar terjadi. Walaupun mungkin Sintia benar-benar menyukai Andra, aku yakin Andra bisa menjaga perasaannya untukku. "Tapi apa jadinya jika memang hal itu terjadi? Bagaimana kelangsungan hubungan persahabatanku dengan Sintia?" tanyaku dalam hati. Aku tak berani berandai-andai lagi. Membayangkannya saja aku sudah sangat takut.
***
Malam ini, Andra mengajakku bertemu. Sepertinya dia merasa bersalah karena belakangan ini dia tidak ada waktu untukku. Sebenarnya aku tidak marah, karena aku paham betul bahwa kesibukannya itu demi masa depannya juga. Aku bukan tipikal cewek egois yang mau menang sendiri dan selalu ingin dianggap benar di mata pasangannya.
Aku mengiyakan ajakan Andra untuk makan malam berasama malam ini di tepat biasa, kafe mawar. Tempat favorit kami dan bisa dikatakan sebagai tempat penuh kenangan juga.
Aku mengatakan padanya untuk langsung bertemu saja di sana. Karena aku tahu bahwa jadwal Andra sangat padat dan akan membutuhkan waktu lagi jika harus menjemputku terlebih dulu. Sebenarnya dia sempat memaksa untuk menjemputku, tapi aku tetap kekeh untuk menolak.
***
Akhirnya hari mulai petang. Matahari sudah mulai terlihat malu-malu menunjukkan sinarnya. Langit jingga yang menawan membuatku merasa rindu akan sosok kekasih hatiku, Andra.
Tiba-tiba terlintas dalam benakku untuk memberikan sesuatu untuknya. Aku segera bergegas untuk mempir ke sebuah toko aksesoris kamera. Di sana aku membeli tali (strap) kamera untuk Andra. Setelah beberapa strap yang kulihat satu per satu berhasil kueliminasi, akhirnya tinggal tersisa 2 pilihan yang membuatku galau.
"Ambil dua-duanya saja, Teh," kata teteh penjaga toko aksesoris tersebut.
"Itu mah maunya Teteh, Aku disuruh beli dua-duanya," balasku. Penjaga toko itu hanya membalasku dengan senyuman, membenarkan apa yang telah kuucapkan.
Akhirnya setelah beberapa saat bimbang harus memilih strap yang mana, akhirnya aku memilih strap dengan motif tribal dengan warna kombinasi hitam dan putih. Sederhana tapi tetap terlihat cantik.
Setelah membayarnya, aku membayar dan memasukkannya ke dalam kotak kado yang telah kubeli dari toko sebelumnya. Di dalam perjalanan, Andra menghubungiku. Aku tahu itu telepon darinya, tetapi aku memutuskan untuk tidak mengangkatnya. Karena menelepon sambil jalan akan membuat waktu perjalananku semakin panjang.
Akhirnya kafe mawar sudah terlihat di depan mataku. Aku mengamati area parkiran untuk mencari motor Andra. Kupastikan apakah benar dia sudah sampai atau malah belum dan akulah yang sampai duluan.
Ternyata dia sudah sampai. Pesanan favoritku sudah disajikan di atas meja.
"Silakan duduk dan selamat menikmati. Benarkan apa yang Aku pesankan untuknu?" tanya Andra memastikan. Aku hanya menjawab dengan menganggukkan kepalaku dan melempar senyuman untuknya.
"Kangen deh. Lama juga ya kita enggak makan malam bareng seperti sekarang," ungkapku pada Andra.
"Iya, Aku juga kangen. Maaf ya belakangan Aku sibuk banget. Sampai-sampai tidak ada waktu untuk kekasihku tercinta," kata Andra merasa bersalah.
"Enggak masalah kok, Aku juga paham. Tapi sedih saja kemarin sempat melihat unggahan Sintia, sepertinya kalian terlihat semakin mesra ya?" sindirku pada Andra. Dia terlihat sedih dan bingung harus menjawab apa. Sebenarnya aku tidak ingin membahas hal ini, tapi aku ingin melihat responnya saja ketika aku berkata seperti itu.
Andra hanya terdiam dan mengucap kata maaf. Entah ini adalah kata maaf yang keberapa yang dia ucapkan setiap kali membahas tentang hubungannya dengan Sintia. Padahal aku juga secara tidak langsung terlibat dalam perasaan tidak enak yang dia rasakan. Andai kami tidak menutupi hubungan ini, dari awal Sintia pasti tidak akan bersikap seperti sekarang pada Andra.