"Yum, ada cowok ganteng banget di depan. Katanya sih lagi nungguin Kamu," kata Nada heboh.
"Cowok ganteng? Siapa? Andra?" balasku.
"Mana ada, Yum. Kalau cuma Andra sih Aku enggak bakalan seheboh ini," imbuh Nada.
Aku semakin penasaran dengan siapa yang disebut-sebut ganteng oleh Nada. Daripada semakin penasaran, aku akan memastikannya sendiri. Aku meminta Nada untuk menemaniku menemui laki-laki yang dikatakan ganteng oleh Nada.
Aku dan Nada berjalan menuju ke depan pintu gerbang. Dari kejauhan, tampak seorang laki-laki yang sepertinya tidak asing bagiku. Semakin mendekati sosok laki-laki itu, entah kenapa jantungku berdetak semakin kencang. Jauh lebih kencang dari biasanya. Tampak sosok wajah yang sudah sangat lama kurindukan. Saking lamanya kumenahan rindu kala itu, kini aku sudah lupa bahwa aku pernah merindukannya sedalam itu. Dito, laki-laki pertama kali yang berhasil memasuki pintu hatiku itu kini berada tepat didepan mataku lagi setelah sekian lama tak menampakkan dirinya secara langsung.
"Hai, apa kabar? I miss you, Yumiku," ucap Dito sembari membuka kedua tangannya ingin memelukku.
Aku tak mampu berkata-kata. Aku sungguh bingung harus bersikap bagaimana. Senangkah? Acuhkah? Aku hanya berdiam diri, mematung dan tak melangkah sedikit pun.
Nada terlihat kebingungan melihat Dito yang mengatakan bahwa dia merindukanku. Ketika kuterhanyut dalam lamunanku yang tak percaya bahwa dia kembali berdiri di hadapanku, tiba-tiba dia berlari ke arahku kemudian memelukku erat.
"Sebegitunya Kau mengabaikanku. Tak sadarkah Kau bahwa Aku sangat merindukanmu selama 2 tahun ini?" ungkap Dito sembari memelukku erat.
Aku tak mampu berkata apa pun. Aku masih tak percaya sosok itu adalah Dito. Kekasih hatiku yang sudah kuanggap sebagai mantan, sebagaimana yang dia harapkan sebelum pergi. Tapi dia menepati janjinya untuk kembali kepadaku setelah dia pulang kembali ke Indonesia.
"Kok Kamu bisa ada di sini?" tanyaku setelah beberapa saat tenggelam dalam lamunan. Aku pun melepaskan pelukan Dito dengan paksa.
"Iya, untuk menjemputmu hadir ke wisudaku," jawab Dito.
"Ha? Kan Aku sudah bilang ke tante Lidya kalau Aku tidak bisa ikut," balasku.
"Iya ... Mama susah mengatakannya padaku. Makanya hari ini Aku menjemputmu untuk mengurus paspor. Yuk, Aku antar," kata Andra sembari menggandeng tanganku.
Aku menahan diri. Aku tidak ingin menurutinya walaupun aku tahu bahwa sebenarnya aku bahagia melihat dia berada di hadapanku lagi dan bersikap sama seperti sebelum dia pergi meninggalkanku ke Belanda.
"Kamu masih marah ya karena Aku tidak menghubungimu begitu lama?" tanya Dito merasa bersalah.
Tanpa berkata apa pun, aku meneteskan air mata. Aku tak tahu, itu adalah tangisan kesedihankah atau tangisan kebahagiaankah. Melihatku menangis, Nada kemudian menarikku dari genggaman Dito.
"Jangan sakiti Yumi, sahabatku. Meskipun Aku tak mengenalmu. Tapi Aku tahu bahwa Yumi sedang tak ingin bertemu denganmu," ujar Nada pada Dito.
"Maafkan Aku, Nad. Sepertinya Aku telah membuatmu merasa kebingungan. Terima kasih sudah mengkhawatirkanku, tapi sepertinya lebih baik Kamu meninggalkan kami berdua dulu. Aku pastikan semuanya akan aman kok. Jadi Kamu tenang saja," kataku pada Nada.
Akhirnya Nada pun mengerti dan meninggalkanku berdua dengan Dito dengan wajah yang tampak masih penuh dengan tanda tanya. "Sudahlah ... nanti akan kuceritakan siapa sebenarnya Dito padanya setelah kembali ke asrama," ucapku dalam hati.
"Yuk ... kita cari tempat untuk berbicara. Jangan di sini! Aku tidak enak dengan pengurus asrama juga teman-temanku yang ada di sini," ungkapku pada Dito.
Belum sempat aku naik ke dalam mobil yang dikendarai Dito, Andra berlari ke arahku lalu menahanku pergi.
Dia menarik tanganku dengan sangat kuat. "Mau ke mana? Kamu mau meninggalkanku dan memilih pergi bersamanya?" tanya Andra keberatan. Dito yang sedang membukakan pintu mobil untukku terlihat tidak senang atas kedatangan Andra. "Kamu tidak berhak untuk menahannya pergi bersamaku!" tegas Dito.
"Siapa bilang? Justru Anda yang tidak berhak untuk mengajak kekasihku pergi," balas Andra.
"Hah ... kekasih? Jangan bermimpi! Sampai detik ini pun, Ayumi tetaplah menjadi kekasih hatiku. Akan menjadi satu-satunya dan untuk selama-lamanya!" tegas Dito pada Andra tidak ingin kalah.
Aku hanya bisa berdiam diri sambil berpikir, keputusan apa yang harus kuambil. Tetap menuruti Andra untuk tidak pergi dan berada di asrama atau malah ikut pergi bersama Dito untuk memperjelas hubungan yang sempat terjalin indah dan memperjelas semua yang terjadi.
"Jadi Kamu memilih untuk tinggal di sini denganku atau pergi bersama laki-laki itu?" tanya Andra kepadaku.
Terlihat jelas di matanya bahwa dia sangat berharap aku memilih untuk tetap tinggal di asrama dan membatalkan rencanaku untuk pergi bersama Dito. Tapi entah mengapa, hatiku berat untuk memilih pilihan itu. Sekilas aku teringat atas apa yang telah dia lakukan malam itu bersama Sintia.
"Bagaimana, apa Kamu ingin tetap tinggal? Aku tidak mau memaksamu jika Kau tak mau. Yang pasti Aku sangat berharap kita bisa berbicara berdua saja. Sungguh … Aku sangat merindukanmu." Andra berharap aku tetap pergi bersamanya meskipun Andra telah melarangku.
"Maafkan Aku, Ndra. Sepertinya Aku tetap harus pergi. Maaf jika keputusanku membuatmu kecewa dan jauh dari apa yang Kau harapkan. Tapi semoga ini yang terbaik untuk kita. Aku harus menuntaskan dulu masalahku di masa lalu. Kuharap Kau mau mengerti," ungkapku.
Andra melepaskan genggaman tangannya dan mulai membiarkanku pergi bersama Dito. Bukan merelakan, tetapi lebih ke terpaksa merelakan. "Yuk, kita berangkat sekarang!" ajakku pada Dito. Aku pun meninggalkan Andra sendiri di tempat dia berdiri.
Mobil yang aku dan Dito tumpangi semakin menjauh dari tempat Andra berdiri. Aku tetap diam tanpa menatap Dito yang tengah duduk di sampingku sambil mengendarai mobil yang kami tumpangi.
"Kenapa? Kamu menyesal karena lebih memilih pergi bersamaku daripada tinggal bersama cowok tadi?" tanya Dito padaku.
"Enggak juga. Karena Aku memang ingin mendengarkan semua penjelasan darimu yang kuanggap selama ini abu-abu. Tapi sebelum itu, apa Kamu tidak bertanya-tanya siapa laki-laki yang melarangku pergi tadi?" tanyaku penasaran.
"Tidak perlu. Aku sudah tahu semuanya tanpa harus mendengarkan penjelasan darimu," jawab Dito tegas.
"Maksudnya … Kamu sudah tahu kalau selama ini Aku menjalin hubungan dengan laki-laki lain? tanyaku tak percaya.
"Ya, tepat sekali. Karena dari awal memang Aku yang memintamu untuk itu. Sekarang pun Aku sudah menepati janjiku untuk merebutmu kembali dari laki-laki itu," ucap Andra.
"Kamu egois!" teriakku. Tiba-tiba air mataku menetes. Entahlah, aku begitu cengeng dihadapan Dito. Sama seperti biasanya. Aku yang biasanya terlihat kuat, termasuk ketika bersama Andra. Kini kembali menjadi terlihat lemah dihadapan Dito.
Dito kemudian menepikan mobilnya lalu memelukku. Dia mencoba menenangkanku yang tak berhenti menangis. Bahkan aku sampai sesenggukan karena tangisanku.
"Sudah-sudah … Aku memang jahat meninggalkanmu di sini. Tapi seperti yang sudah pernah kuucapkan padamu … ini demi masa depan kita. Terima kasih telah menjaga mama selama kepergianku. Aku tak tahu bahwa Kamu setulus itu menyayangi mama walapun selama ini dia telah bersikap acuh padamu. Bahkan mungkin merendahkanmu selama menjadi kekasihku," ungkap Dito.
"Kamu pun tahu tentang kejadian yang menimpa mamamu?" tanyaku kaget. Aku pun menghentikan tangisku saking kagetnya.
"Iya, Aku sudah tahu semuanya. Pun sebelum Kamu tahu tentang sikap papa ke mama juga selingkuhannya," jelas Dito.
Aku sangat kaget bahwa selama ini dia sudah tahu semuanya. Dan dia masih bersikap tenang seperti sekarang. "Are You oke?" tanyaku kepadanya. Dia hanya membalas dengan senyuman lalu memelukku lagi setelah sempat melepaskan pelukannya.