Chereads / Sahabatku Mencintai Kekasihku / Chapter 24 - Bab 24 Kejutan

Chapter 24 - Bab 24 Kejutan

Andra masih memperlihatkan wajah bersalahnya atas unggahan foto Sintia bersamanya. Aku sudah bisa mengartikan wajah kecutnya. Aku hanya diam, namun dalam hati mencoba membuatnya nyaman kembali tanpa harus merasa bersalah padaku lagi.

Oh iya, coba Kamu tutup mata dulu," pintaku pada Andra. Dia pun menurut meskipun sempat bertanya untuk apa dia harus tutup mata. "Sudah! Sekarang Kamu buka matamu!" pintaku lagi.

"Wah ... apa ini?" tanya Andra penasaran.

"Buka saja sendiri untuk memastikan ada apa di dalamnya. Semoga suka!" harapku.

"Wow ... keren banget! Jelas Aku sukalah! Tahu banget deh apa yang kubutuhkan saat ini. Bahagia banget sih punya cewek kayak Kamu!" ungkap Andra bahagia menerima hadiah dariku.

"Syukur kalau Kamu suka," balasku. "Yuk kita makan! Aku sudah lapar nih. Besok jangan lupa langsung dipakai ya tali kameranya untuk bekerja," pintaku.

"Pasti! Tanpa Kamu minta pun Aku sudah berencana seperti itu. Sebelum benar-benar mulai makan, Aku juga ada sesuatu untukmu," ungkap Andra.

"Serius? Apa itu? Mau dong!" kataku tak sabar menantikan apa yang akan dia berikan padaku.

"Gantian sekarang Kamu yang tutup mata, ya!" pinta Andra. Aku pun menurutinya untuk menutup mataku. Tak lama setelah aku menutup mata, terdengar dia mulai menggeser kursi tempat duduknya lalu berjalan mendekatiku. Kemudian dia pun berdiri di belakangku.

Terasa begitu dekat hembusan nafas Andra di bagian belakang kepalaku, tepat di tengkuk leherku. Entah apa yang akan dia lakukan di sana. Tiba-tiba Aku merasa dia menyematkan sesuatu di leherku. Aku yakin, itu adalah sebuah kalung.

"Sudah! Kamu bisa membuka matamu sekarang," kata Andra. Aku pun menundukkan kepalaku. Memastikan bahwa yang dia pasang di leherku adalah kalung sesuai dengan dugaanku.

"Kamu enggak salah kasih Aku ini? Aku yakin ini enggak murah," ungkapku merasa tak percaya.

"Enggak seberapa dibandingkan dengan apa yang telah Kamu berikan kepadaku selama ini," jawab Andra.

"Memangnya selama ini Aku memberi apa? Enggak ada lo!" balasku mengelak.

"Kesabaranmu, kasih sayangmu, perhatianmu, pengertianmu, bahkan kesempatan untuk Aku bisa mendapatkan pekerjaan dan penghasilan tambahan dari sahabatmu," jelas Andra.

"Baiklah ... Aku terima apa yang telah Kamu berikan ini. Semoga rejekimu semakin lancar dan banyak, biar Aku sering-sering kecipratan," candaku.

"Amin, my pleasure, Sayang!" ungkap Andra.

Akhirnya kami menghabiskan makan malam dan pulang ke asrama berdua. Rasa lelah namun bahagia yang kurasakan membuat aku terlelap dalam tidurku. "Yum, bangun sudah pagi. Nanti telat lo!" ungkap Nada yang tengah membangunkanku.

"Jam berapa sekarang, Nad?" tanyaku pada Nada.

"Sudah setengah 6, Yum," jawabnya.

"Gawat Aku belum shalat." Aku pun buru-buru bangun lalu menunaikan ibadah shalat subuh. Setelah selesai salat aku bertanya pada Nada. "Nad, semalam ketika Aku sampai sini, Kami kemana? Kok tidak ada di kamar sampai Aku ketiduran?"

"Nah, ini Aku baru mau cerita. Jadi ... semalam Aku jalan sama Dion. Terus tau enggak ... akhirnya Aku sama dia jadian dong!" ungkap Nada kegirangan.

"Wah ... selamat! Akhirnya ... resmi juga," ucapku memberinya selamat karena telah resminya hubungan antara Nada dengan Dion.

"Terima kasih, Yumi. Ini semua berkat dukunganmu dan Andra juga," balas Nada.

"Jadi nanti benaran double date dong kita?" kataku.

"Tentu saja!" seru Nada. "Malam ini gimana kalau kita langsung jadiin saja double date-nya? Aku sama Dion yang traktir deh, gantian," ajak Nada.

"Duh ... sorry Nad, sepertinya harus ditunda dulu deh. Andra masih sibuk banget sama kerjaannya. Dan sepertinya besok Aku juga akan menyusulnya ke tempat kerjanya," pamitku.

"Yah ... sayang sekali. Apa boleh buat. Besok diagendakan lagi deh!" seru Nada.

"Sin, katanya nanti Yumi akan menyusul ke sini," kata Andra ke Sintia setelah pemotretan mereka selesai.

"Wah, benarkah? Bagus deh kalau gitu. Sudah lama Aku tidak bertemu dengannya lagi setelah makan mi ayam bareng tempo hari," jawab Sintia menanggapi Andra.

Beberapa saat kemudian, Aku datang membawa sebungkus pisang goreng keriuk kesukaan Andra. "Nih pisang goreng keriuk."

"Asik ... dibawain kesukaanku. Terima kasih Sa- ... eh Yumi," kata Andra hampir keceplosan memanggilku sayang.

"Sa-?" tanya Sintia.

"Ini ada yang pakai topping keju kesukaanmu, Sin," kataku mencoba mengalihkan pembicaraan. Untung Sintia langsung menanggapi dan melupakan pertanyaannya sebelumnya.

"Hmmm ... enak nih. Beli di mana? Kasih tahu dong!" ungkap Sintia. "Oh iya, Aku lupa terus mau bertanya. Bagaimana hubunganmu dengan Dito sekarang? Sepertinya semenjak dia kuliah di Belanda, Kamu tidak pernah lagi bercerita tentang dia?" tanya Sintia penasaran.

"Kan Kamu sudah tahu kalau dia sudah mengakhiri hubunganku dengannya ketika kami berpisah di bandara saat itu," jawabku mencoba mengingatkannya kembali.

"Ya ... siapa tahu setelah hari itu kalian berdua berubah pikiran. Ternyata tidak, ya? Terus sekarang Kamu lagi dekat dengan siapa? Kasih tahu dong!" pinta Sintia padaku merasa penasaran.

"Enggak ada. Nih Aku lagi dekat dengan Andra," jawabku. Andra terlihat bingung dengan jawaban yang kuberikan untuk Sintia.

Sintia pun sejenak terdiam lalu kemudian tertawa. "Hahaha ... iya juga ya. Kan sekarang Andra lagi duduk di sebelahmu. Benar juga kalau Kamu bilang saat ini sedang dekat dengannya," kata Sintia tidak mengerti dengan apa yang sebenarnya kusampaikan.

"Jadi asal Kamu tahu, Ndra. Dulu itu Yumi sama Dion pacarnya itu, kemana-mana nempel terus kayak perangko. Sampai tidak mendapatkan restu kedua orang tua Dito saja, tidak bisa menghalangi hubungan mereka. Masak sekarang gara-gara jarak hubungan mereka kandas di tengah jalan. Lihat saja nanti ... kalau si Dito sudah balik ke Indonesia lagi paling-paling mereka rujuk kembali," jelas Sintia pada Andra.

"Cerai kali ah ... rujuk," balasku. "Sudah ... sudah ... enggak usah ngomongin masa lalu terus. Bahas yang lain saja. Jadi bagaimana hubungan kalian?" Aku menanyakan hubungan antara Sintia dengan Andra. Aku ingin tahu tentang hubungan mereka menurut versi Sintia sendiri.

"Aku sama Andra baik-baik saja, bahkan bisa dikatakan semakin dekat dan mesra. Andra sudah berani menyentuhku lo!" ungkap Sintia.

"Ha ... kapan?" teriak Andra kaget mendengar pernyataan Sintia padaku.

"Pas membenahi poseku kan Kamu sentuh-sentuh Aku, Ndra. Slow-lah jangan panic! Bercanda tahu! Hahaha ...," ucap Sintia.

"Kamu tuh Sin, jangan sering-sering godain Andra. Nanti takutnya bukan dia yang tergoda tapi Kamu yang tergoda olehnya. Gini-gini pesona Andra luar biasa lo!" ungkapku.

"Serius? Pantas saja sepertinya Aku mulai tertarik padanya." Lagi-lagi Sintia melontarkan kata-kata di mana dia memang mengakui bahwa dirinya mulai tertarik pada Andra.

Di tengah percakapanku dengan Sintia dan Andra, tiba-tiba ponselku berdering. "Halo, Asalamualaikum Tante. Apa kabar?" tanyaku pada tante Lidya yang tengah meneleponku.

"Baik, Yumi Sayang. Sabtu depan rencananya Tante dan Om mau ke Belanda. Yumi ikut ya?" ajak tante Lidya.

"Hmmm ... mohon maaf sebelumnya Tante, sepertinya Yumi tidak bisa ikut. Selain memang tidak memungkinkan untuk Yumi izin dari kelas, Yumi belum pernah ke luar negeri sebelumnya, jadi Saya belum punya paspor," terangku pada Tante Lidya.

"Begitu ya, Nak? Baiklah, kalau memang seperti itu ... Kamu mau dibawakan apa dari Belanda? Kalau mau dibawain Dito tanpa disuruh juga maunya Tante langsung membawakannya. Tapi sepertinya dia masih betah di sana," kata Tante Lidya.

"Tidak usah Tante. Yang penting Tante dan Om sehat dan selamat baik selama di perjalanan maupun kembali pulang ke rumah," jawabku. Aku pun mengakhiri panggilan tersebut dan kembali bergabung ke dalam percakapan Sintia dengan Andra.

"Siapa yang barusan telepon?" tanya Andra sedikit curiga.

"Tante Lidya," jawabku singkat.

"Tante Lidya mamanya Dito? Nah, kan ... kubilang juga apa. Masak hubungan kalian berakhir, calon mertua malah menghubungi Kamu segala. Padahal dulu mah boro-boro menghubungi, bertemu saja buang muka," kata Sintia.

Mendengar perkataan Sintia, wajah Andra langsung berubah. Wajahnya terlihat kecut dan tidak senang. Aku paham betul apa yang sedang dia rasakan, tetapi aku pun sudah mencoba untuk menjelaskan sesuai dengan kenyataan yang ada.