Chereads / Sahabatku Mencintai Kekasihku / Chapter 18 - Bab 18 Karma

Chapter 18 - Bab 18 Karma

"Wiu… wiu…. wiu…." Suara sirene mobil ambulans terdengar sampai ke telingaku yang tengah menghabiskan segelas kopi di tanganku. Aku sengaja untuk keluar sebentar dan menikmati suara jangkrik yang menenangkan hatiku yang sedang kelabu. Samar-samar kuperhatikan, di antara kerumunan itu, aku melihat sosok yang tak asing bagiku.

Sepertinya salah satu mobil ambulans itu mengangkut sosok Pak Jamal, sopir om Danu. "Jangan-jangan, mobil satunya?" Pikiranku semakin liar, membayangkan om Danu menjadi salah satu korban kecelakaan yang baru diantar ke ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) itu menggunakan mobil ambulans.

Untuk memastikannya, aku berlari kea rah para korban. Benar saja, aku melihat sosok Pak Jamal yang sudah tak sadarkan diri. Sementara korban satunya adalah om Danu yang masih tersadar, namun dengan tubuh penuh darah yang terlihat parah. Aku tak mampu berkata-kata, hanya berdiam diri melihat para tenaga medis melarikannya ke ruang IGD untuk segera diambil tindakan.

Entah harus merasa bahagia atau sedih, aku tidak yakin. Jahat jika aku harus bahagia melihat orang lain sengsara. Tapi mungkin itu adalah karma baginya. Namun aku sedih, jika om Danu harus kesakitan dan penuh darah seperti yang baru saja kusaksikan dengan mata kepalaku sendiri. Aku ragu untuk memberi tahu tante Lidya.

Aku memutuskan untuk kembali ke kamar tante Lidya dirawat. Aku melihat dirinya yang tengah terlelap tidur. Seakan semua masalah yang dihadapi sudah sirna seketika. Betapa malangnya nasib tante Lidya, karena harus memiliki suami seperti om Danu.

Tapi mungkin setelah apa yang menimpa om Danu mala mini, dapat dia jadikan sebagai pembelajaran yang teramat berharga. Semoga kejadian malam ini dapat menjadi titik balik untuk dirinya. Karena tante Lidya sedang beristirahat, aku memutuskan untuk memastikaan keadaan om Danu di ruang IGD.

Aku sudah tidak menemukannya di sana. Setelah bertanya kepada petugas yang sedang berjaga, ternyata om Danu sedang menjalani observasi sebelum besok dijadwalkan operasi. Ada keluarga om Danu yang berhasil dihubungi. Sebelum tante Lidya mengetahuinya dari pihak rumah sakit, aku berencana untuk memberitahunya terlebi dahulu.

Namun sebelum itu, aku akan meminta kepada pihak rumah sakit untuk merahasiakannya terlebih dahulu sampai esok hari. Itu semua demi kebaikan tante Lidya. Aku ingin membiarkannya berstirahat dengan tenang malam ini.

Hari sudah mulai pagi, sementara hiruk pikuk rumah sakit sudah sangat ramai. Tante Lidya mulai terbangun dari tidurnya. Aku menyambutnya dengan penuh senyuman dan segelas the hangat yang sudah kusiapkan untuknya.

"Tidurnya nyenyak, Tante?" tanyaku pada tante Lidya.

"Alhamdulillah nyenyak, Yum. Akhirnya setelah sekian lama, Tante bisa tidur dengan tenang lagi," ungkap tante Lidya merasa lega.

"Syukur kalau Tante bisa tidur dengan nyenyak. Hmmm … ada yang ingin Yumi sampaikan kepada Tante Lidya," kataku sedikit ragu.

"Sampaikan saja, Yum. Tidak perlu ragu untuk bercerita pada Tante," pinta tante Lidya.

"Jadi sebenarnya … ketika semalam Tante sudah tidur, ada kejadian di luar dugaan," ungkapku perlahan.

"Kejadian apa itu, Yum?" tanya tante Lidya penasaran.

"Om Danu kecelakaan, Tan." Aku menyampaikan apa yang terjadi semalam kepada tante Lidya yang tidak tahu apa-apa.

"Kecelakaan?" tanya tante Lidya kaget.

"Iya Tante, semalam om Danu kecelakaan. Yumi tidak berani mengganggu Tante yang tengah terlelap tidur. Yumi tahu kalau Tante Lidya sudah lama tidak tidur nyenyak, jadi menurut Yumi demi kesehatan Tante juga, pagi ini Yumi baru sampaikan bahwa om Danu semalam kecelakaan dan dirawat di rumah sakit ini." Aku menceritakannya lebih lengkap kepada tante Lidya.

"Sekarang bagaimana keadaannya?" tanya tante Lidya cemas.

"Kata perawatnya, pagi ini rencananya om Danu akan dioperasi. Karena sudah mendapat persetujuan dari keluarganya. Hanya saja Yumi tidak tahu keluarga yang dimaksud ini siapa," terangku.

"Yum, boleh antar Tante ke ruang om Danu?" tanya tante Lidya dengan wajah penuh harap.

"Baik, Tante! Mari Yumi antar," jawabku. Aku pun mengantar tante Lidya. Aku mengantarnya dengan kursi roda yang telah tersedia didekat tempat tidurnya. Langkah kakinya masih sangat lemah, jadi itu lebih baik untuknya.

Sesampainya di depan pintu kamar om Danu di rawat, tante Lidya menggenggam tanganku yang sedang mendorong kursi roda dengan sangat erat. Terlihat takut, sedih, namun cemas tergambar di wajahnya. Sejenak, aku pun terdiam. Menunggu kata apa yang akan dilontarkan oleh tante Lidya untukku.

"Yum, ayo masuk!" ajak tante Lidya sambil mendongakkan wajahnya ke arahku. Aku pun menganggukkan kepalaku, kemudian melanjutkan langkah kakiku memasuki kamar om Danu di rawat. Betapa pucat dan terlihat lemahnya om Danu kala itu.

Kudekatkan kursi roda tante Lidya di samping om Danu berbaring. Aku hanya duduk di sofa, agak jauh dari posisi mereka. Aku hanya terdiam dan mengamati mereka perlahan.

Tante Lidya menggenggam tangan om Danu. Tangisnya mulai pecah. "Apa yang Kamu rasakan sekarang? Bangun, Pa! Mama tidak apa-apa harus merasa sakit ini, yang penting Papa sehat dan bahagia seperti sebelumnya," ucap tante Lidya kepada om Danu yang masih belum sadarkan diri.

Aku tak menyangka, dengan apa yang telah dilakukan om Danu kepada tante Lidya, dia masih sangat menyayangi suaminya itu dengan tulus. Jika aku menjadi dirinya, jangankan menyayangi, memaafkan saja sepertinya aku tak sudi.

Tiba-tiba perawat datang dan mengatakan bahwa operasi sudah siap dilakukan. Aku menahan tante Lidya yang terlihat ingin menahan om Danu. Aku juga menyampaikan kepada perawat tersebut bahwa tante Lidya adalah istrinya yang sah. Namun, karena sudah ada pihak keluarga yang sebelumnya mengizinkan operasi tersebut dijalankan, maka operasi harus segera dilakukan saat itu juga.

Aku memahami prosedur kerja mereka. Dan aku mencoba membantu menjelaskan dan menenangkan tante Lidya tentang hal itu. "Sudah, Tante tenang dulu. Sekarang, om Danu sudah ditangani oleh orang-orang yang ahli di bidangnya. Sehingga, kita cukup menunggu dan berdoa dari sini. Semoga operasinya berjalan dengan lancar dan om Danu bisa pulih lagi seperti sedia kala," kataku mencoba menenangkan tante Lidya yang terlihat sangat khawatir.

"Iya, Yum. Maaf ya, lagi-lagi Tante merepotkanmu. Tapi kira-kira siapa ya keluarga yang dimaksud oleh perawat tadi?" ungkap tante Lidya haran.

"Nah, kalau soal itu Saya juga kurang tahu, Tante. Coba nanti Saya cari tahu ya," jawabku. Sekarang lebh baik Tante kembali ke kamar dulu untuk istirahat. Sembari menunggu proses operasi om Danu selesai. Tante juga belum sarapan dan minum obat, kan?" Aku mengingatkan tante Lidya untuk beristirahat kembali, sarapan dan meminum obatnya.

Setelah sekitar 1 jam berjalan, operasi om Danu akhirnya selesai. Tante Lidya meminta pihak rumah sakit untuk menyatukan kamarnya dengan suaminya. Mau tidak mau, aku harus menemani mereka berdua. Sebenarnya itu tidaklah menjadi masalah. Namun mengingat apa yang telah om Danu lakukan kepada diriku dan teman-teman yang aku sayangi sebelumnya, membuatku merasa ingin dia mati saja.

Tapi melihat sikap tante Lidya tadi pagi, aku merasa malu. Apa yang telah menimpanya jauh lebih buruk daripada apa yang telah menimpaku. Namun dia bersedia memaafkan suaminya itu dengan tulus ikhlas. Bahkan masih mencintainya begitu dalam.

"Yum, Kamu pasti bertanya-tanya … kenapa Tante pagi tadi masih menangis melihat om Danu terluka seperti itu?" tanya tante Lidya kepadaku. Aku hanya bisa menganggukkan kepala, tanpa berkata-kata. Berharap tante Lidya akan bercerita dengan sendirinya.

"Mungkin Tante terlalu bodoh, atau mungkin juga terlalu berharap. Tapi yang pasti, Tante masih memendam harapan yang sangat besar untuk melihat suami tante, papanya Dito kembali kepelukanku dan Dito, anaknya," ungkap tante Lidya dengan penuh harap.

Aku memeluknya dengan erat. Terdengar suara isak tangis mulai keluar dari mulutnya. Aku hanya bisa memeluk dan mengelus punggungnya dengan penuh kelembutan. "Sabar ya, Tante. Semoga apa yang telah terjadi dan menimpa om Danu, bisa membuatnya tersadar bahwa Tante adalah satu-satunya orang yang tulus menyayanginya. Dan dia telah salah besar karena selama ini telah menyakiti istrinya ini," ucapku mencoba menguatkan tante Lidya.