Chereads / Sahabatku Mencintai Kekasihku / Chapter 16 - Bab 16 Perlawanan

Chapter 16 - Bab 16 Perlawanan

"Di mana kamu sembunyikan Lidya?", tanya om Danu dengan nada tingginya melalui telepon.

"Ngapain disembunyiin, Om? Mana bisa Saya menyembunyikan Tante Lidya?" jawabku menghindar.

"Dasar Bocah tidak tahu diuntung! Tahu begitu, kemarin kuhabisi saja itu selingkuhanmu!" gertak om Danu kepadaku.

"Selingkuhan? Andra maksudnya? Dari mana panggilan itu muncul, mohon maaf?" jawabku ketus.

"Ya Kamu selingkuh sama itu bocah, kan? Selingkuh dari Dito anakku!" jelasnya.

"Lo, bukannya Om sendiri yang melarang saya menjalin hubungan dengan Dito? Kok sekarang Saya dibilang selingkuh dari dia?" Aku kembali mempertanyakan tuduhan om Danu kepadaku.

"Alah ... dasar memang Kamu anak kurang ajar! Berani-beraninya Kamu nantangin Saya! Awas nanti kalau ketemu, Aku habisi Kamu!" ancam om Danu.

"Makanan kali ah, dihabisin. Masak beraninya sama bocah ingusan seperti Saya? Beraninya cuma sama anak kecil!" ejekku.

Aku memang sengaja memancing kemarahan om Danu. Karena dia sudah sangat keterlaluan terhadap aku dan orang-orang terdekatku. Aku sudah lelah menghindar, bahkan bersembunyi. Aku tidak ingin lagi ada korban berjatuhan gara-gara sikap tamak dan serakah om Danu.

Daripada aku terus menghindar dan merasa bersalah melihat orang-orang yang kusayangi disakiti. Lebih baik aku hadapi sekalian saja om Danu secara terang-terangan. Zaman sekarang ada netizen yang akan membantu orang-orang tak berdaya seperti diriku. Bagaikan mantra ajaib, ketika mengunggah kabar berita yang mengundang simpati, pasti akan ramai di dunia maya.

Itu adalah salah satu senjata yang akan aku gunakan untuk menghadapi serangan om Danu. Yang pasti, aku tidak akan melakukannya secara terang-terangan. Hanya akan aku jadikan sebagai alat ancaman saja. Karena aku paham bahwa tante Lidya dan Dito akan keberatan jika masalah keluarga mereka diketahui oleh khalayak ramai. Terlebih orang yang tidak mereka kenal.

***

"Yum, ada orang yang kirim paket untuk Kamu ke asrama. Tapi baunya busuk banget. Apa Kamu pulangnya masih lama?" tanya Nada melalui telepon.

"Ini Aku sedang dalam perjalanan pulang ke asrama. Kamu enggak coba buka?" tanyaku pada Nada.

"Enggak berani Yum, nunggu Kamu saja. Ini paketannya masih di pos satpam. Bikin geger di depan gara-gara aroma yang tidak sedap tercium dari dalam paketan itu." Nada mencoba menjelaskan keadaan yang sedang terjadi.

"Ini pasti ulah om Danu lagi!" ucapku dalam hati.

Benar saja, setibanya aku di depan gerbang asrama. Nada sudah menungguku di sana dengan dikelilingi satpam-satpam yang tengah berjaga.

"Eh, Yum ... akhirnya Kamu datang juga!" seru Nada terlihat lega karena melihat wajahku.

"Iya, maaf ya baru sampai. Baru selesai kelas, dosennya sedikit agak telat," jelasku pada Nada. "Jadi di mana paketan yang Kamu ceritakan tadi?" tanyaku sudah tidak sabar ingin segera membuka dan melihat isinya.

"Ini nih Teh, awalnya mau Bapak buka saja, tapi Bapak kok takut kalau ada apa-apa. Kan yang mendapat kiriman Teteh, bukan Bapak," jawab salah satu bapak satpam yang sedang berjaga di asrama.

"Iya tidak apa-apa, Pak. Terima kasih banyak telah bersedia menunggu Saya untuk membukanya. Yuk, kita buka sama-sama saja. Jujur, Saya juga agak takut mau buka sendirian. Perasaan Saya tidak enak!" ungkapku kepada mereka.

Kami pun membuka paket berbau busuk itu secara bersamaan. "Astaghfirullah!" ungkapku kaget. Pun dengan Nada dan bapak-bapak satpam secara spontan.

"Siapa atuh Teh yang tega mengirimkan bangkai tikus segini banyaknya untuk Teteh?" tanya Pak Sobri salah satu satpam tersebut.

"Saya juga tidak tahu, Pak. Tapi memang ada sih orang yang Saya curigai. Ya sudahlah Pak, tidak perlu dipikirkan. Insyaallah Saya yakin, selama Saya di asrama, Saya akan aman atas penjagaan Bapak-Bapak semua," jawabku menenangkan mereka.

"Teteh kuat pisan euy! Tidak takut sedikit pun! Kami akan siap menjaga Teteh selama di asrama. Itu sudah tugas kami semua sebagai satpam asrama mahasiswi di sini," balas Pak Sobri tegas.

"Minta tolong bantu kubur dan buang paketan bangkai tikus ini ya, Pak," pintaku pada pak Sobri dan bapak satpam lainnya.

"Siap, Teh!" sahut mereka.

Aku menggandeng Nada menuju ke kamar. Terlihat wajah Nada yang masih sangat bingung dan syok melihat kejadian hari ini. Aku yakin, banyak pertanyaan yang ingin dia lontarkan kepadaku. Namun, dia cukup menghargaiku untuk tidak menanyakannya dan hanya sabar menunggu aku bercerita sendiri, sesuai kemauanku.

"Kamu enggak apa-apa, Nad?" tanyaku pada Nada.

Nada mulai meneteskan air mata dan memelukku dengan sangat erat. "Harusnya Aku yang bertanya, apa Kamu baik-baik saja, Yum?" tanya Nada sangat mengkhawatirkanku.

"Iya, Aku enggak apa-apa kok, Nad. Kamu tenang saja. Aku sudah kebal karena sudah sering ditempa ujian seperti saat ini," jawabku dengan penuh ketenangan.

"Jadi siapa sih sebenarnya yang tega melakukan semua ini kepadamu?" tanya Nada penasaran.

"Sebenarnya Aku tidak ingin Kamu ikut campur dengan masalah ini. Tapi karena sudah sampai ke asrama dan Kamu pun sepertinya sudah mulai dilibatkan, jadi Aku berpikir bahwa Kamu sudah seharusnya tahu," ungkapku.

"Iya, ceritakan saja semuanya, Yum. Kamu tidak perlu menyimpan semuanya sendiri. Sudah cukup dari kemarin Kamu bolak-balik ke rumah sakit untuk mengurusi Andra dan tante Lidya. Ditambah lagi kejadian hari ini. Aku yakin, Kamu sudah lelah," kata Nada penuh prihatin.

"Aku ikhlas kok Nad, menjalani semua itu. Lagi pula sepertinya Andra pun mengalami kecelakaan itu gara-gara Aku," ungkapku pada Nada.

"Hah … maksudnya? Aku enggak ngerti deh, apa yang Kamu katakan barusan," ungkap Nada bingung.

"Iya, ini semua ulah om Danu. Ingatkan sosok laki-laki yang selingkuh dengan Isabela?" Aku menceritakan pada Nada siapa dalang di balik semua kejadian ini.

"Maksudmu om Danu suaminya tante Lidya yang bukan lain adalah papanya Dito, mantan Kamu?" tanya Nada mencoba meyakinkan.

"Iya, Kamu benar, Nad. Dan asal Kamu tahu saja … kejadian yang menimpamu dengan Dion tempo hari yang katanya ada sekelompok pria yang mencegat kalian di jalan menuju rumah sakit, Aku menduga itu juga adalah ulah om Danu." Aku mengungkapkan apa yang terjadi di balik semua kejadian yang akhir-akhir ini menimpaku dan orang-orang terdekatku, termasuk Nada dan Dion.

"Parah banget! Pantesan … kalau kayak gini, baru masuk akal! Dari kemarin Aku mikirin kejadian hari itu lo, Yum. Karena Aku dan Dion merasa tidak ada musuh yang bisa sampai mencegat kami di jalanan seperti kemarin," ungkap Nada yang mulai mengerti dengan apa yang telah terjadi beserta alasan di baliknya.

"Maaf ya Nad, Aku baru menyampaikannya hari ini. Karena Aku pikir, om Danu tidak akan melangkah sampai sejauh ini. Aku sudah mencoba meredam semuanya, tapi dia malah semakin berulah. Jadi Aku pikir, Kamu harus tahu agar bisa lebih waspada juga," tuturku.

"Iya enggak masalah, Nad. Yang penting kita baik-baik saja. Kita harus saling menjaga dan melindungi. Jangan sampai om Danu yang kejam itu berhasil mengalahkan kita dan merasa menang. Enak saja … dia yang selingkuh kok kita yang disalah-salahin dan bahkan disakiti," ungkap Nada kesal.

"Terima kasih ya, Nad. Kamu sudah bersedia membantuku dan setia mendukungku. Aku pikir, setelah tahu semua yang terjadi, Kamu akan mundur dan menjauhiku. Tapi ternyata malah sebaliknya. Aku jadi terharu," ungkapku haru.

"Alah, Yum … sedangkal itukah Aku di matamu? Aku kan sahabat terbaikmu, tidak perlu sungkan seperti itu. Besok-besok kalau ada apa-apa yang terjadi kepadamu, jangan ragu untuk menceritakan semuanya, ya? pinta Nada yang tengah menyemangatiku dari masalah-masalah yang kuhadapi.

Aku memeluk Nada tanpa berkata apa-apa. Aku bersyukur dipertemukan dengan sosok sahabat seperti dirinya. Aku juga bertekad untuk terus maju tanpa takut ancaman om Danu selama ini.