Chereads / Sahabatku Mencintai Kekasihku / Chapter 15 - Bab 15 Ungkapan Hati

Chapter 15 - Bab 15 Ungkapan Hati

"Terima kasih, Yumi sudah mau mengantar dan menemani Tante di sini," ungkap tante Lidya yang sudah berbaring di ruang rawat inap di rumah sakit yang sama dengan tempat Andra dirawat.

"Sama-sama, Tante tidak perlu merasa tidak enak hati. Sudah semestinya Yumi menolong Tante Lidya. Sekarang, Tante tidak perlu khawatir. Cukup fokus dulu dengan penyembuhan dan pemulihan Tante." Aku mencoba mengingatkan tante Lidya.

"Iya, Tante akan semangat untuk sembuh. Gawat kalau tiba-tiba nanti Dito video call kemudian melihat keadaan Tante seperti saat ini. Oh iya, Kamu kalau mau pulang, pulang saja. Insyaallah, Tante aman di sini," ungkap tante Lidya.

"Masak dengan keadaan seperti ini, Yumi meninggalkan Tante sendirian. Yumi pasti tidak tidak akan tegalah, Tante," balasku.

"Yumi besok kan harus masuk kuliah, jadi perlu istirahat. Makannya Tante minta Yumi pulang saja," kata tante Lidya sedikit memaksa.

"Tidak apa-apa Tante. Lagi pula sudah terlalu malam kalau Yumi harus pulang ke asrama. Begini saja, malam ini Yumi tidur di sini menemani Tante. Besok setelah subuh, baru Yumi pamit pulang ke asrama. Bagaimana, Tante?" Aku mencoba menawarkan pilihan terbaik untuk tante Lidya saat ini.

"Baiklah kalau memang Yumi tetap bersikeras. Semoga walaupun tidur di sofa, Yumi tetap nyaman ya," harap tante Lidya.

"Tenang Tante, Yumi mah tidur di mana saja pasti nyaman-nyaman saja. Jangankan di sofa, di lantai saja, Yumi sering ketiduran." Aku mengajak tante Lidya bercanda sembari menghiburnya yang sedang lara.

"Yumi bisa saja. Ya sudah, selamat tidur Yumi Sayang. Pantas saja Dito sayang sekali padamu. Maaf ya, dulu Tante sempat ketus setiap bertemu denganmu. Tante tidak tahu bahwa Kamu memang pantas bersanding dengan Dito, anak kesayanganku," ungkap tante Lidya.

"Iya, tidak apa-apa, Tante. Kata orang, tak kenal maka tak sayang. Jadi mungkin dulu Tante tidak mengenal Yumi, makannya bersikap demikian. Kalau sekarang kan beda. Tante sudah kenal Yumi dengan baik, makannya berubah jadi saying." Aku terus menenangkan perasaan tante Lidya yang merasa bersalah atas sikapnya padaku dulu.

"Oh iya, bagaimana hubungan Kamu dengan Dito? Masih sering komunikasi kan, walaupun sedang berjauhan?" tanya tante Lidya yang tidak tahu tentang hubungan terbaruku dengan Dito.

"Baik kok, Tante. Tapi kami jarang sekali berkomunikasi, bahkan bisa dibilang tidak pernah," kataku jujur pada tante Lidya.

"Lo, kok bisa, Yum?" tanya tante Lidya heran.

"Iya, Tante. Sesuai dengan permintaan Dito. Semua demi masa depan Dito juga, agar dia bisa focus dengan kuliahnya," jelasku.

"Tante salut sama kalian. Masih muda, tapi sudah punya komitmen untuk saling mendukung dan tidak egois. Tidak seperti Aku dan papanya Dito. Tante yang memang bodoh telah memilihnya menjadi suami Tante. Tapi apa boleh buat.

Tanpanya, Dito juga tidak akan pernah ada. Makannya, Tante tidak mau Dito kelakuan papanya yang sesungguhnya untuk saat ini. Biar dia mengetahui semuanya setelah dia berhasil menyelesaikan pendidikannya di sana. Tante yakin, sebenarnya dia pun sudah bisa mencium kelakuan papanya sejak lama. Tapi tante selalu mengelak, karena berharap sikap papanya akan berubah. Ternyata tante salah." Tante Lidya menceritakan isi hatinya padaku.

"Sabar ya, Tante. Demi Dito, tante harus kuat. Yumi yakin, Tante adalah wanita hebat yang mampu melewati semua ujian ini. Semangat, Tante! Bisa mendapatkan golden ticket!" ungkapku penuh semangat agar tante Lidya ikut bersemangat.

"Sudah-sudah, ayo tidur. Dari tadi malah cerita ke mana-mana. Besok kan Yumi harus bangun pagi-pagi sekali, jadi harus segera tidur," kata tante Lidya.

"Baik Tante, selamat tidur ya … mimpi indah!" ucapku.

"Yum, bangun!" Suara tante Yumi yang sedang membangunkanku. "Kan Yumi harus segera pulang ke asrama untuk persiapan masuk kuliah," kata tante Lidya.

"Iya Tante, terima kasih sudah membangunkan Yumi. Yumi salat dulu ya, setelah salat langsung pamit," jawabku. Setelah menyelesaikan salatku dan berkemas, aku pamit kepada tante Lidya untuk kembali ke asrama.

Sebelum keluar dari ruang rawat inap, tante Lidya memanggiku. "Terima kasih, Sayang. Jangan kapok ya nemenin Tante seperti sekarang. Tante harap, Kamu bisa terus sama Dito, anak kesayangan Tante. Tante sudah menganggapmu seperti anak sendiri," ungkap tante Lidya sambil memelukku.

"Terima kasih, Tante. Yumi juga sayang Tante. Semoga Tante bisa segera sehat kembali dan bahagia selalu. Insyaallah Yumi akan selalu ada untuk Tante," janjiku pada tante Lidya.

"Beruntung sekali Dito bisa bertemu dengan perempuang seperti Kamu, Yum. Benar-benar istri sekaligus menantu idaman," puji tante Lidya kepadaku.

"Ah, Tante bisa saja. Yumi pamit ya, Tante." Aku menjabat tangan tante Lidya dan kucium punggung tangannya untuk pamit.

"Hati-hati di jalan, Yumi!" ucap tante Lidya.

"Baik, Tante. Insyaallah kalau tidak nanti malam, besok Yumi akan menemani Tante lagi," ungkapku.

Semakin lama, aku semakin terjebak dengan masalah keluarga Dito. Aku semakin tidak bisa melepaskan diri dari pusaran itu. Biarlah, hitung-hitung menambah keluarga. Meskipun agak berat jika mengingat aku ingin segera melupakan Dito dan fokus dengan hubunganku dengan Andra. Tapi semakin aku ingin lepas, aku malah terus terseret.

Sebelum meninggalkan rumah sakit, aku mampir berkunjung ke ruangan Andra. "Assalamu'alaikum." Aku mengucapkan salam kemudian mulai masuk ke ruangan. Aku terkejut, ternyata Andra sudah sadar. Tas yang kutenteng langsung terjatuh dari genggamanku, saking kagetnya.

"Akhirnya, Kamu sadar juga, Ndra." Tanpa sadar aku menangis di hadapan Andra bersama kedua orang tuanya.

"Hai, Yumi. Kok subuh-subuh begini sudah sampai sini?" tanya Andra melihat kedatanganku.

"Iya, tante Lidya dirawat di sini juga. Semalaman Aku menemaninya. Jadi sebelum pulang ke asrama, Aku mampir ke sini. Ternyata Kamu malah sudah sadar. Syukurlah!" ungkapku penuh rasa syukur.

"Iya, ketika tersadar dan melihat Bapak Ibu ada di sini, Aku juga heran dan bertanya-tanya. Lalu Bapak dan Ibu menjelaskan semua yang telah kualami," ungkap Andra.

"Yang paling penting saat ini adalah, Kamu harus segera sembuh kembali. Sudah, Kamu tidak perlu memikirkan hal yang macam-macam dulu. Lagipula, ada Bapak Ibumu di sini. Jadi, nikmati saja kebersamaanmu dengan beliau. Mumpung kan!" pesanku pada Andra. "Ya sudah, Aku pamit dulu ya. Pulang kuliah, insyaAllah Aku berkunjung lagi. Om … Tante … Ayumi pamit ya. Assalamu'alaikum!" Aku pamit dan kembali ke asrama.

Sepanjang perjalanan, ponselku berdering. Berhubung aku pulang ke asrama menggunakan ojek online, jadi aku tidak bisa mengangkat panggilan masuk tersebut. Sesampainya di kamar, aku mengecek ponselku. Ada 17 panggilan masuk dan semua itu dari om Danu. Aku tau dia pasti curiga bahwa tante Lidya sedang bersamaku. Kuabaikan saja dia.

Selama perkuliahan berlangsung, ponsel kumatikan. Setelah sampai di asrama, mulai kunyalakan kembali. Kembali ada pemberitahuan ada pesan masuk. Om Danu mengancamku, "Kalau Kamu berani main-main denganku, awas saja! Lidya pasti sedang bersamamu, kan?" isi pesan tersebut.

Aku tidak ingin membalasnya, kubiarkan saja. Jika dia meneleponku kembali, aku baru akan mangatakan apa yang telah ada dalam pikiranku sekarang. Aku tidak akan takut lagi dengan ancaman-ancamannya. Karena aku yakin bahwa Allah akan selalu melindungiku.