Chereads / Lantunan Cinta / Chapter 19 - BAB 18

Chapter 19 - BAB 18

Malam yang menjadi tempat istirahat, waktu menjadi pengundang mimpi dalam pejaman mata, keheningan yang sangat untuk dijadikan teman indah mungkin semua orang sudah menjemput mimpinya tapi beda dengan pesantren Nurul khoir, selesai kajian semua santriwan dan santriwati diperintahkan untuk berkumpul dilapangan, banyak dari para santri dan santriah mengeluh mereka sudah ngantuk tak tahan ingin secepatnya melabuhkan tubuh yang penuh penat.

"Cepat berkumpul dan berbaris! Supaya pengumumannya cepat dilaksanakan," titah Ustadz Daffa.

Semua santriwan dan santriwati berkumpul dan mereka sudah siap mendengarkan pengumuman yang akan diberikan.

"Baik semuanya sudah kumpul? Saya akan mulai, Assalamu'alaikum warohmatullohi wabarokatuh."

"Wa'alaikumsalam warohmatullohi wabarokatuh," ucap para santri dan santriah dengan nada yang tidak bersemangat.

"Dengarkan baik-baik besok kita akan melaksanakan kenaikan kelas untuk kelas 10 dan kelas 11 jadi dimohon dari sekarang kalian mempersiapkan ujian tesnya! apakah kalian sudah lihat mading jadwal apa yang akan besok diuji?" tanyanya.

"Sudah, Ustadz," ucap mereka.

"Ya sudah hanya itu saja jadi silahkan kalian ke kobongnya masing-masing jika tidak ada aktivitas sebaiknya langsung tidur, silahkan bubar!" ucapnya dan semua santri dan santriah meninggalkan lapangan.

***

Tibalah kelas 10 dan kelas 11 melaksanakan ujiannya, mereka masih sedang bersiap-siap. Ujian yang akan diujinya berbeda dengan sekolah lain yang menjadi bedanya yaitu ujian dipesantren Nurul Khoir adalah ujian tes lisan. Semua santriwan dan santriwati sambil menunggu pengumuman mereka sedang menghapal ada berjamaah, ada yang sendiri dan ada yang saling tes pada temannya.

Kini Ziah dan Ara, mereka sedang menghapal di tempat yang lumayan jauh dari jangkauan berisiknya orang-orang, tepatnya di ujung kelas dekat dengan kantor sekolah. Bagi mereka berdua ujian seperti ini asing, biasanya ketika mereka ujian hanya menghapal dan menulisnya di kertas yang diberikan guru namun ini hanya menghapal dan disetorkan kepada guru pembimbing.

"Em Zi, kamu suroh Al-Mulk udah berapa ayat? aku belum semuanya loh, dihukum gak ya?" tanya Ara.

"In Syaa Alloh semuanya Ra, hafalkan dulu dihukum apa nggak nya serahkan saja semuanya pada Yang Maha Kuasa yang penting kita niat dulu ada keinginan untuk hafal," sarannya.

Tes tes tes

Suara speaker sudah berbunyi dan semua santriwan dan santriwati berdiam menunggu aba-aba.

"Cek tes, silakan kepada semua santriwan dan santriwati berkumpul akan ada sedikit pengumuman tentang pelaksanaan ujian," titah ustad Daffa dan semuanya langsung berkumpul.

"Yuk Zi udah dipanggil tuh, bismillah semangat," ucap Ara berdiri dan mengajak Ziah bergabung dengan semua santriwan dan santriwati.

"Sudah terkumpul? Assalamu'alaikum warohmatullohi wabarokatuh."

"Wa'alaikumsalam warohmatullohi wabarokatuh."

"Sesuai jadwal sekarang yang pertama itu suroh al-mulk untuk pelaksaan ujian mungkin berbeda dari biasanya ya, bukan pembimbing mengunjungi kelas kalian tapi kalian mengunjungi pembimbing jadi silahkan kalian bebas mau pengujinya siapa asalkan hafalan hari ini tamat, paham?" tanyanya.

"Paham, Ustadz," ucap santri dan santriah.

"Untuk pengujinya ada 3 penguji yaitu saya, ustad Arifin, sama ustad Syam. Silahkan kalian mengunjungi pembimbingnya setelah saya bubarkan, ada yang ingin ditanyakan?"

"Tidak, Ustadz."

"Baik kami memberi waktu terlebih dahulu untuk kalian bermurojaah, silahkan bubar!"

Semuanya kembali ketempat duduk dimana awal mereka menghapal.

"Aduh Zi kenapa kita yang ngamperin sih kenapa nggak pembimbingnya aja," gerutu Ara sambil duduk.

"Ya aku nggak tau gapapa lah yang penting ujiannya lancar."

"Kamu mah enak bisa sama ustadz Daffa bisa romantis-romantisan lah aku romantisan sama siapa?"

"Eh ini ujian kenaikan bukan ujian romantis ada-ada aja kamu, tapi ada bener nya juga hehehe, kamu juga bisa sama ustad Arifin tuh," kekeh Ziah.

"Ya kali dia suka sama, Zi."

"Ulu ulu udah atuh jangan ngambek itu pipinya tembem loh, udah ah lanjut lagi hafalnya biar kita lulus," ucap Ziah kembali menghafal dan diikuti oleh Ara.

15 menit telah berlalu, semuanya sudah bersiap-siap tapi Ziah Dan Ara masih saja santai.

"Silakan jika ada yang ingin tes lisan bisa masuk kantor dan bisa 3 orang ya, tidak sesuai urutan absen," ucap ustad Arifin melalui speaker setelahnya dia masuk ke kantor.

"Em Zi kita nanti aja ya terakhir aja aku belum hafal semua nih," mohonnya.

"Boleh, tapi jangan akhir banget dong Ra kita pertengahan ya."

"Hm oke."

***

Jam menunjukkan pukul 11.00, 3 ustadz yang berada dikantor masih menunggu para santri dan santriahnya yang belum setoran.

"Sudah semanya belum Daff?" tanya ustad Syam.

"Belum kayaknya ada 2 orang lagi," jawabnya.

"Coba cek siapa yang belum? Perasaan dari jam 8 sampai jam 10 masih lancar ko ini udah jam 11 mereka belum ada," ucap Ustad Arifin.

"Ya sudah saya cek dulu siapa yang belum," ucap Ustad Daffa mengahampiri absen dengan teliti dia menemukan siapa yang belum setoran, setelahnya ustad Daffa tau dia gemas dengan nama yang menjadi pusat pencariannya, ustadz Daffa bergabung lagi dengan ustadz Arifin dan ustadz Syam dan memberitahukan siapa yang belum setoran.

"Ternyata setelah saya cek Ziah dan Ara, mereka belum setoran, saya akan menyusul mereka berdua," ucapnya langsung berlalu.

"Ustad! karena 2 santriah lagi saya izin pamit karena ada urusan, tolong beritahu kepada Ustad Daffa," ucap Ustad Syam izin pada Ustadz Arifin.

"Ya Ustadz silahkan terimkasih atas kerjasamanya," ucap Ustadz Airifn dan diangguki oleh ustadz Syam.

Ustadz Daffa mencari keberadaan santriahnya itu, setelah mencari dimana-mana ternyata Ara dan Ziah tak jauh dari tempat kantor alhasil pencarianpun cepat.

"Kenapa kalian belum setor? tidak lihatkah sudah jam berapa?" ucap Ustadz Daffa langsung to the point. 

Keduanya sedang menghapal dibarengi menutup mata, karena mendengar ada yag berbicara mata mereka langsung terbuka setelah tau siapa yang menegurnya mereka kaget dan melihat jam yang ada ditangannya.

"Maaf Ustadz mungkin karena khusyuk kami jadi kelupaan," cicit Ziah menunduk.

"Sudah, sekarang kalian ikut saja dan langsung tes," ucap ustad Daffa tak ada kesenyuman diwajahnya melainkan ketegasan. Ara dan Ziah mengikuti ustad Daffa dari belakang.

"Silahkan duduk!" titah ustadz Daffa pada keduanya.

"Fin!" panggilnya.

"Iya ada apa?" datangnya.

"Gue tes Ziah dan lo tes Ara, tempatnya lo mau dimana?" 

"Pelaminan," ucapnya serius, Ziah terkekeh beda dengan Ara, dia mengerutkan keningnya.

"Heh! Ini lagi tes ujian bukan pernikahan," tegur Ustadz Daffa.

"Lo sih nanyanya kayak gitu ya ditempat gue lah masa mau disini."

"Ya sudah silahkan Ara kamu ikut Ustadz Arifin!"

"Yuk Ara kita ke pelaminan, biarkan mereka bahagia," candanya, Ara pun terkekeh sambil mengikuti.

"Anak orang woy, kode keras tuh," teriak Ustad Daffa sambil menggelengkan kepala.

"Emang Ustadz Arifin mau menikah sama Ara ya?" tanya Ziah kepo, ustadz Daffa pun diam menatap dan mendekat Ziah.

"Kamu Ziah yang akan saya nikahi," ucapnya mengedipkan satu mata dan kembali ke posisi semula. Ziah menggelengkan sambil memejamkan matanya dan menetralkan detak jantungnya perlakuan ustad Daffa selalu saja membuat hatinya berdenyut.

"Kenapa? Mau ya saya nikahin?" godanya.

"Ih, udah ah gombal mulu saya mau tes nih."

"Hahaha nanti aja ya gombalnya setelah menikah sambil romantis-romantisan," godanya menjadi-jadi.

"Kapan mulainya, Ustadz?"

Ustad Daffa menghiraukan pertanyaan Ziah, dia terus saja menggodanya tanpa henti.

"Itu pipinya kenapa merah merona? Rasanya pen nyubit," ucap Ustadz Daffa sambil senyum penuh arti.

"Ustadz!" rengek Ziah.

"Ada apa calon humairahku? Pipinya dikondisiin nanti saja setelah menikah."

"Ustadz juga sih, emangnya kenapa jangan sekarang terus kenapa harus setelah menikah?" tanyanya polos.

"Kalo sekarang saya gak kuat liat pipi merah merona mending setelah menikah karena saya bisa cium tanpa ampun." 

Ziah menjadi diam dersiran hatinya semakin berdenyut tak kuasa lagi dia mendengar gombalan ustadznya ini eh tepatnya calonnya dan sudah ustadz Daffa tau jika Ziahnya ini diam berarti Ziah sedang menahan malunya. 

Ada rasa bahagia dihati Ustad Daffa ketika melihat tingkah Ziah seperti ini, dia berpikir jika dia selalu menggodanya Ziah tetap diam menahan malunya tak centil, meskipun diantara mereka akan menuju pengahalalan. Bukankah itu suatu kehormatan? Ya betul itu adalah suatu kehormatan dimana wanita anggun adalah super judes jika digombali laki-laki lain tapi super centil jika digombali suaminya, ting.