Chereads / Lantunan Cinta / Chapter 25 - BAB 24

Chapter 25 - BAB 24

Suara adzan berkumandang tepat pada pukul 04.00, semua orang yang berada dikamar terbangun dan melanjutkan aktivitasnya kembali.

Ziah sudah berwudhu menunggu suaminya sambil melentang sajadah. Ustadz Daffa keluar dan sudah rapi dengan sarung dan pecinya.

Mereka berdua melaksanakan ibadah bersama karena ustadz Daffa ingin menjadi imam. Setelanya sholat dan berdo'a ustadz daffa membalikkan badan menghadap istrinya. Zih mencium tangan dan ustadz Daffa mencium keningnya.

"Buka qur'an! Saya pengen denger kamu ngaji," titahnya dan Ziah menuruti.

Ziah memulai membaca bacaannya, ditengah pelafalan Ustadz Daffa sering membenarkan.

"Ziah! Salah lagi saya cium kamu," ucapnya tegas. 

Kenapa sih harus dicium mulu hukumannya, batin Ziah jengkel.

Ziah menjadi khidmat karena takut banget sama serangan suaminya. 

"صَدَقَ اللهُ اْلعَظِيْم," ucapnya selesai membaca al-qur'an sambil mencium kitab suci al-qur'an.

"Masih banyak pelafalan kamu yang salah harus sering-sering baca! Terus buat kedepan saya minta hafalan ya."

"Baik ustadz," jawabnya lesu.

"Jangan lesu gitu nanti saya cium bibirnya," goda tapi dengan nada tegas. Ziah membekam bibirnya, tangannya hormat.

"Mbaek, Ustadz," ucapnya.

"Haha kalo ngomong yang bener jangan dibekem gitu gak kedengeran, dah saya mandi dulu," ucapnya sambil pergi.

"Hufttt ada-ada aja aduh."

Ziah sedang membereskan tempat tidur dan langsung menyiapkan pakaian suaminya, ustadz Daffa keluar dari kamar mandi dengan memakai handuk dari bujal sampai selutut memperlihatkan belahan perut. 

Ziah berbalik dan berteriak karena melihat suaminya telanjang wajahnya ditutupi tangan. Ustadz Daffa menghampiri dan membuka tangan istrinya.

"Hey kenapa?" tanya Ustadz Daffa.

Tangan Ziah turun, matanya melihat dari ujung kaki dan naik ke ujung kepala suaminya. 

"Is," ucapnya memukul dan berlalu namun tangannya langsung dicekal.

"Apa?" 

"Gak, tuh bajunya udah disiapin," tunjuknya dengan kepala dan ustadz Daffa mengikuti arah tunjukan.

Ziah yang akan berlalu masih saja terhenti, Ziah berusaha melepaskan namun hasilnya nihil.

"Is ustadz lepasin!" ustadz Daffa menangkup pipi istrinya.

"Ada apa? Kalo ada sesuatu bilang jangan judes gitu," pengertiannya.

"Nggak," ucap Ziah menggelengkan kepala. 

"Aku tau kamu bohong, kenapa?" 

Gak peka banget, batin Ziah.

"Malu."

Ustadz Daffa mengerutkan keningnya, istrinya terlalu banyak mengkode membuat ustadz Daffa bingung. 

Ziah yang tahu jika suaminya itu masih tidak mengerti, Ziah selalu jengkel dibuat dari apa suaminya itu selalu telmi.

"Aku malu Ustadz telanjang," terangnya. Ustadz Daffa tersenyum sekarang dia paham apa yang dimaksud istrinya.

"Terpesona ya?"

"Ih nggak so' pd banget," ucapnya bohong.

"Masa sih?" godanya mendekat sambil menaik turunkan alis.

"Nggak jangan deket-deket ah," ucapnya menjauh.

"Ya udah kalo nggak," ucap ustadz Daffa dingin dan membalikkan badan memakai pakaiannya.

Ziah menjadi merasa tidak enak, apakah suaminya marah? Karena dia tidak ingin suaminya marah, Ziah menghampiri dipeluk suaminya dari belakang. Ustadz Daffa tersentak kaget, hatinya berdebar baru kali ini istrinya memeluk.

"Jangan marah, aku malu ustadz telanjang bikin terpesona," ucapnya dengan nada mendayu agar suaminya bisa memaafkan. Sebenarnya ustadz Daffa tidak marah cuma sedang malas saja harus berdebat, tapi ini kesempatan lagi jadi ustadz Daffa memanfaatkan situasi seperti ini.

"Katanya gak terpesona ya udah gapapa gak maksa," ketusnya.

Ziah merasa malas suaminya menjadi manja, tapi dia berpikir jika pasangan sedang menjadi api maka kita harus menjadi air. Ziah membalikkan badan suaminya dan mengalungkan tangannya.

"Terpesona aku terpesona," ucapnya dengan nada dinyanyikan. Ustadz Daffa masih saja wajah ketus. 

Tanpa pemberitahuan Ziah mencium bibir ustadz Daffa setelahnya memandang. Ustadz Daffa yang mendapat serangan dadakan menjadi tersenyum.

"Ko gak lama sih yang lama dong," rengeknya.

"Gak ah udah itu juga terpaksa," jawabnya jujur.

"Ih marah lagi ah," ucapnya memalingkan wajah. Ziah terkekeh melihat tingkah konyol ustadz Daffa layaknya anak kecil. Ziah memegang pipi ustadz Daffa dan dihadapkan, dicium semua wajahnya termasuk pada bibir juga.

"Udah?" tanyanya dan ustadz Daffa tersenyum menganggukkan kepala pelan.

"Kayak anak kecil aja," kekehnya.

"Biarin," ucapnya sambil mengeluarkan lidah.

"Ih hahaha, udah sana di baju dulu aku mau ke dapur bantu ummi."

"Bajuin?" ucapnya menderetkan giginya.

"Ih masa udah gede gini mau dibajuin."

"Gapapa dong kali-kali harus manja sama istri tuh," ucapnya sambil menyodorkan baju. 

"Celana dulu madepnya ke sana," tunjuk Ziah. Ustadz Daffa langsung memakaikan celana didepan Ziah, matanya melotot tak percaya suaminya seperti itu dan otomatis langsung membalikkan badannya.

"Hey udah," ucapnya sambil menepuk. Ziah berbalik dan ternyata benar suaminya sudah di celana.

"Ih kebangetan, bisa-bisanya pake celana kayak gitu," ketusnya sambil memakaikan baju.

"Gapapa sama istri udah halal juga," lawannya tak mau kalah.

"Dah, aku ke dapur dulu ya."

"Ziah nanti malam kita jalan-jalan yu!" ucapnya. Ziah tak habis pikir kenapa dengan suaminya.

"Masih pagi udah ngajak jalan-jalan malam pula, gimana nanti aja ya," ucapnya sambil mencubit kedua pipi suaminya.

"Dah ah aku dapur bye-bye, ucapnya lagi sambil melambaikan tangan, meninggalkan ustadz Daffa.

***

"Assalamu'alaikum ummi," ucapnya datang.

"Wa'alaikumsalam warohmatullahi wabarokatuh, eh kenapa?"

"Mau bantu ummi masak, tapi kayaknya udah beres ya," ucapnya sambil cemberut.

"Iya udah beres, kamu sih ummi tungguin lama dikamar nya dasar malam pengantin," ledeknya.

"Is ummi udah seminggu juga."

"Udah beres deh … kamu panggil saja suami kamu kita makan bersama!" ucapnya dan Ziah kembali ke kamarnya.

Didepan pintu Ziah mengetuk dan langsung dibuka sama suaminya.

"Yu makan," ajaknya.

"Emang udah? Ko cepet banget."

"Udah beres aku telat ustadz juga sih."

"Ih ko malah nyalahin."

"Dah ah gak mau debat, ummi juga nggak marah."

"Ya udah yuk," ucapnya sambil menggandeng tangan istrinya.

"Pengen deket-deket mulu," ketusnya.

"Ya udah kalo gak mau," ucapnya sambil melepaskan.

Ziah meraih kembali tangan suaminya dan digenggam kuat. Ustadz Daffa mencium tangan istrinya, hati Ziah berdebar setiap hal kecil yang dilakukan ustadz Daffa selalu membuatnya bahagia.

***

Makan mereka telah selesai dan kini sedang menonton televisi, abi pergi ke kantor dan ummi kedalam kamar tinggal pasangan itu yang berada di ruang tamu. Ustadz Daffa menghampiri dan tidur dipaha istrinya menenggelamkan ke perutnya.

"Elus kepalanya," titahnya sambil mengambil tangan Ziah dan disimpan di kepalanya.

Ziah tak banyak bicara, dia mengusap-ngusap dengan tidak beraturan.

"Hahaha lucu banget si upin ipin," tawanya pecah.

Ustadz Daffa berbalik ke arah tv diambil remote dan dimatikan siarannya. Ziah jengkel berusaha mengambil remote.

"Ih siniin ko malah diambil sih lagi rame tau."

"Gak," ucapnya menyembunyikan remote.

"Is tau ah."

"Udah lanjutin elusnya."

"Gak."

"Ngambek mulu heran deh, sengaja remotenya saya bawa soalnya kamu lebih fokus sama tv daripada saya."

"Remote aja cemburu apalagi sama orang lain."

"Apalagi itu aku bakal ninggalin kamu."

"Gapapa banyak ko yang masih ngantri," ucapnya tak mau kalah.

"Yakin? Jadi janda dong?" kekehnya.

"Kamu juga jadi duda, paling jadi jandanya juga cuma 2 minggu doang."

Ustadz Daffa langsung menggendong Ziah dan dibawa ke kamar selama perjalanan Ziah teriak-teriak, kakinya tidak bisa diam menambah keberatannya.