Chereads / Lantunan Cinta / Chapter 23 - BAB 22

Chapter 23 - BAB 22

4 jam pengantin baru itu tiba dirumah Ziah, untuk beberapa bulan mereka akan menginap dirumah orang tua Ziah karena atas permintaan abi dan kini mereka sedang berada diruang tamu untuk beristirahat sejenak.

Tak ada canda tawa tak ada ucapan kata, mereka hanya diam mungkin karena kecapean selama diperjalanan.

"Sayang, ajak suami kamu bereskan pakaian kalian," ucap ummi.

"Iya, Ummi," ucapnya menghampiri suaminya itu dan dilihat dia sedang tidur pulas.

"Ummi, Ustadz Daffa tidur," adunya.

"Kecapean mungkin, bangunkan saja suruh dia tidur dikamar kesian kalo tidur disini."

"Iya, Ummi."

Ziah mencoba membangunkan meskipun hatinya tak bisa dikondisikan.

"Us-tadz," ucapnya menepuk pundak suaminya pelan, setelah 3 kali ditepuk dan dipanggil, Ustadz Daffa bangun dengan mata sedikit terpejam.

"Kita ke kamar ustadz beres-beres pakaian."

Ustadz Daffa menganggukan kepalanya dan mereka pergi ke kamar.

Setibanya di kamar ustadz Daffa tidak tidur lagi melainkan berdiri didekat pintu dan Ziah kebingungan kenapa suaminya malah berdiri disitu.

"Ustadz, kenapa berdiri apakah nggak nyaman?" tanyanya menghampiri suaminya dan menatap, Ziah yang menatap sampai menengadah karena tinggi Ziah hanya sebahunya.

"Bagaimana saya akan duduk jika tidak dipersilahkan sama pemiliknya."

Ziah tersenyum, bukankah jika sudah menjadi suami istri akan saling memiliki? Tapi ini beda dengan ustadz Daffa.

"Bukankah milikku menjadi milikmu juga? Kenapa harus dipersilahkan dulu?"

"Karena saya tidak terbiasa Ziah, jika sesuatu bukan milik saya itu harus izin dulu apalagi dilihat seisi ruangan ini sangatlah indah beda sama di pondok ... tentu hal baru," ucap ustadz Daffa melihat sekelilingnya.

"Gapapa biasakan saja, Ustadz jangan sungkan. Kalo ada apa-apa tinggal bilang saja atau suruh aku, karena aku? Sudah menjadi istrimu yang wajib mengabdi," ucap Ziah melemparkan senyuman manisnya.

Ustadz Daffa langsung menatap Ziah dalam hati ustadz Daffa sangat bahagia, Ziah yang terlihat layaknya anak kecil kini mendadak menjadi dewasa, ustadz Daffa berjalan mendekatkan diri dan dicium kening istrinya sangat khidmat menyalurkan rasa sayangnya. 

Ziah yang diperlakukan secara tiba-tiba badannya mendadak menjadi beku. Detak jantung tak berjalan normal, pikirannya kabut dirasuki rasa grogi.

"Terimakasih Ziah, bolehkah saya memelukmu?" tanyanya lagi, dia masih ada rasa takut jika tindakan tanpa izin membuat istrinya tak nyaman.

Ziah terdiam beberapa menit dan menjawab dengan menganggukkan kepala menandakan diperbolehkan.

Ustadz Daffa langsung mendekap erat istri tercinta membabibu ciuman di kepala, Ziah tak menolak sama sekali, dia hanya diam sambil senyam senyum tidak jelas. Diterima pelukan hangat dan menenggelamkan kepalanya pada dada bidang sang suami.

Nyaman banget dada ustadz Daffa baru tau kalo dada laki-laki itu enak, nyaman pula. Kali-kali kalo merengek tenggelemin aja ah, biar pipi aku kalo lagi blushing nggak keliatan hihi, batin Ziah semakin mengeratkan pelukannya.

Selama setengah jam mereka pelukan akhirnya kaki ustadz Daffa pegel. Ustadz Daffa akan mengurai pelukan mereka namun terasa terkunci karena pelukan Ziah sangat susah dilepas.

"Ziah," ucapnya dengan nada pelan nan lembut, sudah dipanggil beberapa kali tapi tetap tidak ada pergerakan. Dan dilihat istrinya ternyata sedang terlelap tidur.

"Astaghfirullah Ziah, apakah dada saya ini terlalu nyaman? Sehingga kamu tidur dengan posisi seperti ini," ucapnya berusaha menggendong ala bridal style dan ditidurkan. 

Ustadz Daffa melihat wajah istrinya secara detail ada rasa kagum dibenak ustadz Daffa tentang kecantikan yang Ziah miliki. Ustadz Daffa mencium semua area wajah istrinya, ketika ada pergerakan ustadz Daffa diam dan terakhir terpaku pada bibir ranum merah yang menjadi pusat perhatiannya, ustadz Daffa mencoba menyatukan bibirnya dengan bibir Ziah hanya berdiam beberapa detik setelahnya dia menjauh.

Ustadz Daffa mulai membereskan semua pakaian mereka ke dalam lemari dan merapikan semua sampai menyapu. Ketika semua sudah beres ustadz Daffa langsung tiduran di sofa sampai matanya terpejam.

Tok tok tok

Baru saja Ustadz Daffa akan terlelap namun ketukan pintu mengganggunya dan langsung membukakan pintu yang ternyata adalah ibu mertuanya.

"Eh nak Daffa, Ziah nya mana?"

"Lagi tidur, Ummi," ucapnya memperlihatkan Ziah yang sedang tertidur.

"Ya Allah tadi disuruh sama, Ummi buat beresin baju loh."

"Baju sudah saya bereskan ummi, mungkin dia kecapean makanya tidur," terang Ustadz Daffa.

"Kamu bereskan sendirian?" tanyanya dan Ustadz Daffa menganggukkan kepala.

"Maafkan anak saya nak, Daffa. Dia masih butuh bimbingan kadang manja juga," pinta maafnya.

"Hehe gapapa Ummi kesian juga kalo harus bantu-bantu."

"Ya sudah sebentar lagi masuk sholat magrib jadi nak Daffa boleh ya bangunin."

"Tanpa ummi meminta In Syaa Allah yang sudah menjadi kewajiban saya akan mengingatnya."

Dalam hati Ummi sangatlah bahagia anaknya berjodoh dengan seorang Ustadz yang sangat perhatian padanya.

"Kalo begitu Ummi turun dulu ya mau masak dulu buat makan malem," izinnya dan setelah ustadz Daffa mengangguk, ummi pergi meninggalkan.

Ustadz Daffa menutup pintu kembali melihat ke arah Ziah dan mendekatinya.

"Cantik."

"Ziah, bangun sebentar lagi magrib."

"Ziah hey bangun," ucapnya dan Ziah hanya terusik dan kembali ternyenyak.

"Ziah, astaghfirullah bangun bentar lagi magrib."

Ustadz Daffa kesal kenapa istrinya ini susah dibangunkan, karena dipanggil tak membuatnya bangun ustadz Daffa bersimpuh dan menekankan hidung istrinya dan hasil membuat Ziah merengek. Tapi tetap bukannya bangun, Ziah membalikkan badan membelakangi suaminya.

Ustadz Daffa berdiri makin jengkel saja tapi dia tak putus asa untuk membangunkan istrinya, ustadz Daffa naik ke atas kasur dan ikut berbaring menghadap Ziah dicubit pipi tembemnya hanya merengek dan mengibaskan tangan ustadz Daffa.

Ustadz Daffa aneh dengan istrinya kenapa susah banget, apakah sebelum pergi ke pondok memang seperti ini? Ustadz Daffa mendekat tangannya berada di pinggang sang istri, wajah mereka tak berjarak jauh karena Ziah susah sekali dibangunkan ustadz Daffa mendekatkan bibirnya dengan bibir istrinya sedikit lumatan agar Ziahnya ini bangun.

Kening Ziah mengerut ada sesuatu yang terasa aneh di bibirnya dan dibuka perlahan setelah  semuanya terbuka Ziah menjerit dan jatuh dari tempat tidurnya.

Ustadz Daffa tertawa lepas melihat tingkah lucu istrinya dan dilihat Ziah sedang meringis kesakitan akibat terjun.

"Hahahaha," sambil membangunkan sang istri dan didudukan.

Ziah malu dan dia menundukkan kepala tapi ustadz Daffa masih tertawa.

Tok tok tok

Tawanya terhenti dan ustadz Daffa membukanya bisa dilihat bahwa wajah mertuanya seperti gelisah.

"Nak ada apa? Dari dapur ummi denger ada suara."

Ustadz Daffa mengerti kemana pembahasan mertuanya itu.

"Hehehe tidak ada apa-apa ummi tadi hanya suara yang ada di hp."

"Bener? Tapi tadi umma denger banget suaranya besar sekali."

"Bener ummi tidak apa-apa."

"Alhamdulillah kalo tidak terjadi apa-apa, tapi Ziah sudah bangun belum?"

"Aku sudah bangun ummi tadi ustadz Daffa yang bangunin," sanggahnya.

"Ya sudah sekarang siap-siap ya bentar lagi ke masjid."

"Iya ummi," serempaknya dan ummi meninggalkan.

Ustadz Daffa kembali mendekati dan terkekeh mengingat kejadian tadi.

"Hey," goda ustadz Daffa.

Ziah tak menjawab, wajahnya ditekuk bibirnya dimonyongin.

"Hey itu bibirnya jangan dimonyongin nanti dicium lagi loh," godanya dan Ziah melipatkan bibirnya kedalam. Karena Ziahnya masih saja diam ustadz Daffa memeluk Ziah dari belakang dan Ziah diam tak bergerak.

"Lain kali kalo dibangunin jangan dilama-lamain kan dicium tuh bibirnya atau jangan-jangan sengaja ya biar bisa dicium," ucapnya tepat ditelinga Ziah dan dia merasa geli atas ucapan sang suaminya.

"Nggak ih itu mah ustadz yang pengen nempelin," ketusnya.

"Hahaha mengelak kamu ya, kalo saya yang pengen dikasih gak?" godanya dan membawa Ziah ke depan cermin agar bisa melihat wajah cantik istrinya.

"Apaan sih ustadz ko dibawa kesini ish," rengeknya.

"Kenapa emangnya? Saya pengen lihat wajah cantik istri saya, apakah tidak boleh?"

"Malu," cicitnya.

"Kenapa harus malu? Saya itu suami kamu jadi kita sudah halal," ucapnya menekan kepala dengan dagunya.

"Ustadz," ucapnya memandang suaminya dari pantulan cermin.

"Hm?" 

"Sudah sore gak akan ke masjid?"

"Suka banget ngalihin pembicaraan itu pipi udah blushing ya."

"Is apaan sih," memukul tangannya.

"Ya sudah saya pergi ke masjid dulu ya," ucapnya membalikkan istrinya dan Ziah menganggukan kepala sebelum ustadz Daffa pergi dia mencium pipinya dan langsung pergi tak lupa menutup pintu.

"Is ustadzz," teriaknya kesal dan ustadz Daffa hanya tertawa lepas. Tapi setelah ustadz Daffa pergi, Ziah menjadi senyam senyum sendiri.