Chereads / Istri Kedua Tuan Muda / Chapter 19 - Zayn

Chapter 19 - Zayn

Sesuai dengan kesepakatan yang telah di tentukan oleh teman-temannya kemarin, memilih untuk berkumpul di restorant. Ketika akan berangkat ke party milik Zeyn, mereka akan bersamaan begitu un pulangnya.

Tak enak juga jika, hars datang sendiri-sendiri, karena mereka semua cukup sadar diri jika, hanya sebtas karyawan saja. Dan tak punya bibit, bebet, dan bobot yang seimbang dengan lelaki pengusaha itu.

"Hih! Lama banget sih Gisell," keluh Meli, dengan muka yang masam.

Serasa kesabarannya sudah habis bila untuk menunggu Gisell, sejak awal wanita itu masuk kedalam tempatnya bekerja, Meli, sudah memendan rasa ketidaksukaan terhadap Gisell yang menurut dirinya terlalu dekat dengan bosnya. Apalagi, bosnya selalu saja mengutamakan Gisell ketimbang karyawan-karyawan lainnya.

Hal itu salah satu pemicu terkuat yang sampai detik ini masih saja di pendam oleh Meli, hingga dalam segala hal pun ia selalu saja menyalahkan Gisell.

"Sabarlah, Mel. Lagi pula si Linda juga belum datang," sahut wanita yang ada di sisi kanan Meli.

"Tapi, Fin, ini udah lewat dari jam yang sudah kita janjikan di awal," dengus Meli, sambil menujukan arloji yang ada yang tanganya.

"Udah-udah sabar aja si, bentar lagi juga datang. Udah ah yang ada make up lu bakalan luntur kalau, marah-marah mulu," tenangkan Fina, sambil mengelus punggung Meli. Agar wanita itu tak selalu saja memunculkan wajah emosi dan hati yang kesal dengan segala keadaan yang berhubungan dengan Gisell.

Setelah 15 menit berlalu, Linda dan Gisell pun datang dengan langkah yang terburu-buru dan nafas yang tegesa-gesa.

"Hufttt, soryy kita telat," ucap Gisell, sambil mengatur pernafasannya. Agar jauh lebih normal dan dirinya pun bisa berbicara dengan mudah kembali.

"Lu dari maana aja sih! Apa enggak lihat jam? Hah!!," sentak Meli dengan nada yang tinggi dan mata yang melotot menatap Gisell.

"Iya kena macet di jalan Mel, udalah jangan marah-marah," ujar Linda.

"Iyaa Meli, sudahlah jangan marah-marah. Mereka berdua juga udah datang, ayo sekarang kita masuk kedalam," ajak Fina.

Wanita yang penuh amarah itu hanya terdiam dan menatap Gisell dengan tatapan kejam. Tak ada perkataan apa pun yang keluar dari mulut Meli dan Gisell mereka tetap sama-sama diam dan memandang satu sama lain.

"Udah, Sell. Jangan di ambil hati apa yang udah di ucapin sama Meli tadi, lu tau sendiri, gimana wataknya si dia," tutur Linda dengan nada yang lirih.

Linda pula merasa tak tega saat melihat Gisell yang selalu saja menjadi sasaran Meli, ia sungguh merasakan apa yang Gisell rasakan tadi. Dirinya dan Gisell sudah berusaha semaksimal mungkin agar tak telat dan bisa datang cepat waktu, namun, keadaan selalu saja mempunyai scenario tersendiri.

Dan saat tiba dengan nafas yang tak beraturan masih saja ada ucapan yang tak enak untuk di dengar oleh telingan.

"Tuhan, sabarkan hatiku," uca Gisell, sambil mengelus dadanya yang terasa amat berat untuk mengelurakan hembusan nafas.

Acara yang benar-benar mewah sekali, lampu germelap-gemerlip menyinari setiap sudut ruangan, hingga suasan terasa sangat damai sekali.

Tamu-tamu yang berdatangan ternyata tak sedikit pula yang membawa kendaraan roda 4 bahkan mayoritas mereka ialah seorang mahasisiwa dan pengusaha-pengusaha yang sukses pada usia muda. Atau bisa di sebut pula mereka-mereka ialah keturuanan keluarga konglomerat.

Suara musik yang keras dan teriakan orang-orang yang berada di sekitar pesta benar-benar membuat telinga Gisell merasa sakit.

"Ramai banget ya Lin," ucap Gisell denga nada yang sedikit keras, karena, jika dirinya berkata dengan nada yang lirih tak akan terdengar oleh Linda.

"Yaelah, Sell. Ini party wajarlah kalau semuanya teriak-teriak, itu menandakan orang-orang sedang bahagia menikmati pesta ini," jelas Linda.

"Ayolah nikmati saja," lanjut Linda, dengan menari-nari bahagia.

Gisell, hanya tersenyum tipis dan mengikuti gerakan Linda juga. Teman-temannya terlihat begitu asyik sekali menikmati pesta ini.

"Sell, gua pergi dulu ya. Lu nikmati aja pesta ini," ucap Linda, lalu segera pergi meninggalkan Gisell yang terdiam mematung.

"Eh, Lin," ucapnya. Tetapi, sayang Linda sudah pergi terlebih dahulu dan tak mendengar ucapannya tadi.

"Gisell, ayolah. Lu jangan kampungan banget, lu nikmati aja semua ini," batin Gisell, sambil berjalan mencari minum dan makanan. Agar dirinya tak terlihat kaku.

*Perhatian untuk semuanyaa...!! Malam ini silahkan nikmati partynya sepuas hati kalian, habiskan saja makanan dan minuman yang ada. Kita pesta sampai pagi..!* ucap seseorang yang berada di antara kerumunan orang dan gemerlap lampu yang begitu menyohor.

"Huuuuuu, mari kita party. Bunyika musiknyaaa!!" teriak seseorang dengan nada yang keras.

"Okeeee, lanjut," jawab seseorang, dengan segera memulai musiknya.

Wanita polos namun sedikit pemberani itu terus saja berjalan menyusuri tempat-tempat yang ramai.

"Hai, btw, sepertinya sedang kebingungan ya?" tanya seorang lelaki.

"Hah!" sontak Gisell terkejut saat melihat lelaki yang tiba-tib berada di sampingnya sambil tersenyum. Karena sejak tadi matanya selalu saja jelalatan terheran-heran melihat orang yang sedang happy dengan party.

"Ehhh, sory-sory. Gua enggak tau kalau ada orang,"ujar Gisell.

"Iya enggak apa-apa," jawab lelaki itu sambil tersenyum.

"Kenalin nama gua Zayn," sambil mengulurkan tangannya, dan tersenyum.

"Hah Zayn," batin Gisell, dengan melongo. Ketika melihat seseorang yang berada di depan matanya saat ini ialah pengusaha, sekaligus mahasiswa dan orang yang mengadakan pesta ini juga. Ternyata lelaki yang ada di depan matanya ini jauh lebih tampan di bandingkan dengan ekspestasinya selama ini.

"Kok diem? Kamu denger, kan?" ucap Zayn lagi, sambil menatap Gisell yang masih saja bengong.

"Hah! Iya-iya, sory. Kenalin nama gua Gisell, pegawai restorant yang ada di depan," ucap Gisell, sambil tersenyum.

"Oh, pegawainya Pak Arga ya?"

"Nah iya betul sekali," jawab Gisell. Rasanya ketika berbica dengan Zeyn adalah sebuah mimpi, ia tak menyangka jika orang yang mengadakan party ini akan menemui dirinya secara langsung.

"Kamu kenapa kok enggak ngikut-ngikut party?" tanya Zayn.

"Emmm, gua enggak biasa di tempat seperti ini. Dan dari awal memang gua kurang suka tempat yang ramai dan diriringi music yang keras-keras," ujar Gisell.

"Oh, begitu. Ya udah ikut gua aja yok," ajak Zayn dengan segera menarik tangan Gisell.

Tak ada elakan atau pun ucapan yang keluar dari mulut Gisell saat tangannya di tarik oleh Zayn. Wanita itu hanya terdiam dan saat berjalan menuntuti langkah Zayn.

"Meli!! Itu Gisell, kan?" seru Fina, dengan mata yang melotot. Melihat Gisell pergi dengan Zayn.

"Mana," ucap Meli, kebingungan mencari dimana batang hidung Gisell.

"Ituu, lo," tunjuk Fina, sambil mengarahkan kepala Meli tepat dimana Zayn dan Gisell sedang berjalan dengan bergandeng tangan.

"Whaattt!! Omg, kenapa si Gisell bisa sama si Zayn sih! Padahal dari tadi gua nyari si Zayn," dengus Meli, dengan keadaan hati yang terima melihat apa yang ada di depan matanya saat ini.

"Apaa sih Mel, biarlah. Mungkin, mereka ada keperluan pribadi atau mereka ada bisnis," ujar Linda dengan nada yang santai.

"Tapi, Lin. Kenapa mesti si Gisell sih! Kenapa enggak elu, atau Fina," timpal Meli dengan hati yang dongkol.

"Udah ah, ngapain sih mesti di permasalhkan. Cowo lain banyak Mel, udalah positive thingking aja. Mereka berdua ada keperluan pribadi," ungakap Linda, lalu segera pergi meningglakan Meli dengan hati yang masih kesal.