Chereads / Istri Kedua Tuan Muda / Chapter 17 - Party

Chapter 17 - Party

Saat malam hari tiba, beberapa orang memilih untuk beristirahat dan menikmati malam mereka dengan suasana yang sejuk dan damai di hati, menatap gemerlap bintang dan bulan yang terus saja bersinar hingga membuat malam hari terasa indah dan tenang sekali.

Akan tetapi hal itu tak berlaku pada Gisell, mala mini dirinya segera bersiap-siap untuk berangkat ke restorant. Karena, mala mini jatahnya dirinya menjaga restorat, sebenarnya malas sekali jika harus berkerja saat malam tetapi apa boleh buat, dirinya bisa di titik ini karena bantuan dari Arga. Maka, dari itu Gisell ingin membuktikan pada bosnya bila dirinya bisa menjadi manusia yang jauh lebih baik lagi.

"Huh! Nasib gua jelek banget sih, udah dapat shift malam berangkat pakek taxi. Andai aja gua punya cowo, kan, enak ada yang ada antar jemput setiap hari," keluh Gisell dalam hatinya sambil duduk berdiri di depan gerbang kosnya menunggu kedatangan taxi online.

Sebenarnya dari dulu Gisell juga sudah pernah berharap dan berdoa bila, dirinya ingin sekali mempunyai pacar atau pun teman hidup yang selalu ada di sampingnya. Tanpa menuntut segala hal yang membuat dirinya susah atau pun berhenti untuk mencapai masa depan.

Hingga kini harapan itu hanya menjadi ambang-ambang bagi wanita itu, dirinya berfikir kembali jika saat ini yang seharusnya di fikirkan hanyalah kebahagian kakaknya, karier, dan kelak dirinya akan hidupa seperti apa.

Gisell perlahan-lahan sudah melupakan dengan harapan itu, mesti terkdang hal itu selalu saja muncul jika dirinya sedang berada dalam kesulitan seperti saat ini tak ada yang bisa dirinya andalkan untuk mengantar jemput dirinya ke restorant.

"Huh! Gisell sudahalah sadar, Tuhan sudah memberiakan banyak kepadamu. Kehidupan yang saat ini kamu jalani itu sudah lebih dari cukup," batin Gisell, dengan terus saja menyadarkan dirinya dengan segala kenyataan ini.

Berhubung hari ini ialah malam minggu membuat wanita tangguh itu harus mengeluarkan tenaga ekstranya untuk bekerja dan terus saja bekerja. Karena, restorant ini saat malam minggu tiba pasti selalu ramai di padati oleh pengunjung.

"Sell, yang semangat dong kalau kerja," ujar salah satu teman Gisell yang berada di sampingnya.

"Iyaa-iya, ini gua udah semangat," jawabku tersenyum tipis.

"Muka lu kusut banget Sell, kayak baju yang gak di gosok aja," lanjut Linda, memandangi wajah Gisell, yang benar-benar tamak tak semangat.

"Ihhh, gua udah semangat loh!" ujarnya dengan nada yang geram, karena telinganya terasa bosan medengar penuturan dari mereka semua.

"Hih, jangan marah gitulah. Kita juga Cuma tanya," sahut wanita yang berada di belakang Gisell.

Di tengah dialog mereka semua, tiba-tiba pun seseorang datang menyela pembicaraan.

"Heiii! Pada ngapain si, kok ribut-ribut," sela Meli.

"Dari pada ribut, nih gua bawa berita baik untuk lu, lu pada," lanjutnya dengan wajah bahagia.

"Apaan Mel?" tanya Gisell, dengan kening mengkerut.

"Kalian semua, di undang party!!" serunya dengan nada yang tinggi dan wajah bahagia.

"Sama siapa?" sahut Linda.

"Zeyn, kalian pasti kenal dia dong," ujar Meli.

"Siapa dia? Kok gua asing banget denger namanya," timpal Gisell, menatap semua temannya yang berada di sampingnya.

"Oh, iya deng lupa. Lu anak baru," sahut Meli, melirik kea rah Gisell.

"Iya udah gih, buru jelasin. Biar gua paham dan tau," dengus Gisell. Ia begitu penasaran sekali, dengan lelaki yang telah di sebtkan oleh Meli.

"Jadi, dia itu salah satu pengusaha, sekaligus mahasiswa. Dia yang punya toko kue dan jam yang ada di sebrang restorant kita," jelas Meli.

"Waahhhh, pasti ramai banget nih acaranya. Tapi, kita Cuma pelayan sedangkan dia pengusaha bahkan mahasiswa, pasti temen-temennya yan datang terpelajar semua," sahut salah satu wanita yang berada di sisi Gisell.

"Udahh, enggak usah di permasalahkan. Mereka, juga enggak kenal kita, ngapain mesti peduli sih jugaan Zeyn bukan tipak orang yang suka memandang denga sebelah mata. Dia baik, banget bahkan temen akrab si bos, iya, kan Lin?" ucap Meli.

"Iya, bener yang di omongin si Meli. Kita datang aja yuk," ajak Linda.

"Tapi, restorantnya gimana?" ujar Gisell.

"Kata manager si, kita bakalan di kasih dipensasi 1 hari untuk merayakan party di tempat Zeyn,"

"Waaahhh, cocok banget nih. Jarang-jarang juga kita bisa begini, ya, kan?" ucap Linda dengan wajah yang bahagia.

"Besok, guys jam 20:00 malam. Kita kumpul di disini ya," sahut Meli, sambil berjalan k eke dapu untuk kembali melanjutkan pekerjaanya.

"Otw cari baju nih, gua lanjut kerja dulu ya," sahut wanita yang berada di sisi Gisell.

"Lu kemana sih Sell?" bingung Linda menatap Gisell yang sejaka tadi hanya terdia dan tak lekas berbicara.

"Gua, enggak pernah ke party Lin. Jadinya, ya gua enggak paham," dengan nada yang lirih dan kepala tertunduk.

"Hahahah, udahlah enggak usah di fikirkan masalah itu. Yang terpenting esok kita kumpul disini dulu, nanti kalau udah lihat acaranya ya lu bakalan paham juga kok,"

"Tapi, Lin," ragu Gisell.

"Udahlah, Cuma acara party juga, enggak perlu di ambil pusinglah," tenangkan Linda dengan tersenyum pada Gisell.

"Lagian ya itu cowo tuh jomblo loh. Siapa tau jodoh lu," bisik Linda.

Gisell yang mendengar ucapan itu seketika tercengan dan matanya melotot menatap Linda yang meringis menatap dirinya.

"Udah ah, lanjut kerja. Tau mananger bisa di omelin kita,"timpal Linda kembali membersihkan piring-piring.

Kata party terlihat begitu asing sekali bagi Gisell, bahkan saat menyakan hal itu pada Linda Gisell tampak begitu ragu namun jika tak bertanya dirinya pun tak akan tau apa itu acara party.

Sungguh terlihat miris pengetahuanya saat tinggal di kota ini. Berhubung pula dirinya dari desa, jadi semuanya hal itu harus ia jelajahi dahulu, baru dirinya akan menemukan titik temu yang sebenarnya.

"Huh! Gua kelihatan kudet banget tadi, malu si tapi yam au gimana lagi," dengus Gisell, sambil duduk di kursi yang ada di halaman belakang restorantnya.

Saat sedang merenungkan hal tadi, tiba-tiba ponselnya berdering dan tanganya pun langsung sigap mengambil gajcet tersebut dari saku celannya.

"Kak Lisa?" batin Gisell dengan kening mengkerut.

"Tumben banget, ada apa ya?" hatinya kian bertanya-tanya.

"Halo, kak ada apa?" tanya Gisell.

"Lah, kok malah tanya gua, kan, elu tadi yang nelpon gua. Maaf enggak ke angkat soalnya tadi gua lagi tempat tetangga," ujar kakaknya.

"Oh, iya deng lupa. Tadi gua nelpon elu ya. Hahahah, kiraian ada apaan," timpalnya dengan tertawa.

"Dasar bocah, makan apaan si lu kok bisa lupa begitu," dengus Lisa.

"Iya kak, maap. Emmm, tadi gua mau minta pendapat elu kak," sahut Gisell.

Ia sudah bertekad untuk meminta pendapat pada kakaknya, karena keputusan yang dirinya pilih ini cukup menantang juga. Gisell hanya takut jika, tak pendapatkan restu dari kakaknya maka kuliahnya tidak akan selesai atau pun lancar semestinya.

"Apaan Sell, buru ngomong, malah diem aja," oceh kakaknya dengan nada yang keras.

"Iya sabar kak, Emmm, kak kalau gua kuliah gimana?" tanya Gisell dengan nada yang lirih.

"Hah! Kuliah, kesambet apaan sih lu, kok bisa kepikiran kesitu," seru Lisa.

"Iyaa, gua pengen kak. Dari kecil gua udah hal ini ke ayah dan ibu, tapi ternyata Tuhan berkehndak lain. Maka dari itu gua pengen mencapai itu sekarang, mumpung gua ada kerjaan dan gua juga punya bos yang baik," jelas Gisell.

"Emmm, seterah elu aja deh. Lagi, pula elu udah gede udah dewasa bisa melihatlah mana yang baik untuk elu dan mana juga yang enggak, kalau lu pingin itu ya gua Cuma bisa doain Sell dari sini. Kakak juga enggak bisa bantu biaya, tau sendiri lah Mas Farhan gajianya seberapa," ungkap Lisa.

"Kalau itu mah, enggak usah di pikirkan kak, Gua Cuma butuh restu dari kakak. Kalau pun soal biaya, gua bisa urus sendiri," ucap Gisell dengan wajah yang bahagia.

Bagi Gisell tak ada restu yang bisa dirinya dapatkan terkeculi dari kak Lisa, wanita yang selalu ada dan ikhlas merawat dirinya bertahun-tahun.