Suatu keberuntungan bagi Gisell, di pertemukan dengan orang sebaik dan seroyal Arga. Tuhan, memang maha adil, meskipun di dunia ayah dan ibunya sudah diambil. Namun, ia masih dihadirkan orang-orang baik untuk mempermudah dirinya menggapai semua mimpi dan angan-anganya selama ini.
Berkat uang yang diberikan oleh Arga, Gisell bisa pindah ke kontrakan yang jauh lebih baik dari kemarin, rasanya bahagia sekali dan tak henti-hentinya bersyukur atas apa yang telah ia dapatkan selama ini
"Huh, akhirnya aku bisa merasakan kamar yang ber Ac," ungkap Gisell, dengan meneletangkan tubuhnya di kasur yang empuk.
Jelas dari kontrakan yang lama ini paling nyaman dan fasilitasnya pun memadai. Ia tak perlu lagi mengantri saat mau mandi.
"Arga baik banget sih, mana ganteng lagi. Tapi, sayangnya dia sudah punya istri," ujar Gisell, dengan mata memandang langit-langit. Ia berandai jika, kelak bis mendapatkan sosok suami seperti Arga yang selalu ada dalam suka mau pun duka dan tak pernah lelah untuk bersabar.
"Heh!! Gisell! Lu bego banget sih, kenapa mesti bayangin Arga. Dia itu uda punya istri," dumel Gisell dengan menampar pipinya sendiri.
Ia sadar hal itu tak akan mungkin terjadi dalam hidupnya kecuali saat ia bermimpi pasti akan terjadi. Sebelum mengkhayal lebih tinggi lagi, Gisell memilih untuk membuyarkan fikirannya agar tak terusan tersudut pada Arga.
Jika, dirinya ingin memdapatkan lelaki yang seperti Arga butuh kerja keras yang ekstra bahkan otak pun harus bisa berfikir maju tidak hanya malas-malasan di dalam kamar.
"Mandi aja deh, ketimbang otak gua terus-terusan treveling ke Arga mulu," dengan segera mengambil handuk yang berada di belakang pintu lalu masuk ke kamar mandi.
***
"Sayang kita mau honeymoon kemana?" tanya Fely, sambil memandangi Arga yang sedang duduk di kasur.
"Hah! Apa kamu bilang? Tanya ulang Arga, dengan spontan melihat Fely dari kaca rias.
"Honeymoon, kenpa ada yang salah?" balik tanya Fely, dengan terus melihat Arga dari kaca riasnya.
"Kamu seriusan mau honeymoon?" yakinkan Arga.
Karena, selama ini Fely terus saja menolak setipa dirinya mengaja istrinya ini untuk pergi berlibur lagi. Sungguh pusing sekali rasanya kelapa Arga, setiap pertemuan atau pun setiap keluarganya main kesini selalu momongan yang di tanyakan.
Sedangkan Fely, belum ingin mempunyai anak. Ia bisa menjawab apa, kecuali berbohong dan terus berbohong.
Sebenarnya, bukan keahliannya untuk terus berbohong. Tetapi, keadaan yang terus saja menudutkan dirinya untuk berbohong pada semua orang.
"Sayang, kamu seriusan ini mau honeymoon?" tanya Arga lagi, kali ini ia mendekati istrinya yang tengah duduk di meja rias.
Ia takut, saja bila telinganya ternyata salah dengar.
"Iyaa masss, aku mau honeymoon." Jelas Fely dengan nada sedikit meninggi.
"Allhamdulilah, akhirnya kamu siap juga untuk jadi seoarang ibu," ungkap Arga, sembari memeluk Fely dengan erat.
Fely sudah menduga pasti respon Arga akan terkejut dan tak percaya dengan apa yang dirinya katakana. Tetapi, itulah kenyataanya.
Ucapan Bik Sumi yang mampu menyadarkan dirinya dan membuat otaknya terbuka. Dan jangan selalu mementingkan ego sendiri. Selama ini Arga sudah sabar bahkan sabar sekali dengan segala keputusan yang ia berikan walaupun itu menyebalkan tapi, lelaki it uterus saja sabar dan menerima keputusannya untuk menunda kehamilan dengan lapang dada.
"Sumpah sayang, aku bahagia banget, aku enggak nyangka kamu bakalan ngasih kabar sebaik ini," ungkap Arga, dengan mata berkaca.
Mesti kelihatannya hal sepele. Namun, bagi Arga hal ini lebih dari apa pun, selama ini ia selalu bersabar menunggu Fely siap menjadi seorang ibu.
Dan hari ini Tuhan sudah menjawab semuannya.
"Secepatnya aku akan atur kepergian kita, kamu mau pergi kemana? Luar negri atau hanya di Indonesia saja?"
"Di Bali aja mas, kalau ada apa-apa sama kerjaan. Kita, kan, bisa tau," terang Fely.
"Okelah, kalau itu mau kamu," dengan memeluk Fely lalu mencium kening istrinya itu dengan enuh kekhidmatan.
Kabar semalam benar-benar membuat Arga bahagia sekali, ia tak berhenti-berhentinya untuk bersyukur Tuhan dengan anugerah yang telah di berikan pada dirinya.
"Pagi semuaa," sapa Arga penuh senyuman. Sambil menuruni anak tanggak lalu berhenti di meja makan untuk sarapan pagi.
"Paagii juga tuan," jawab kedua pembantunya bersamaan dengan nada gugup.
"Mana sarapannya, saya udah mau berangkat kerja nih," timpal Arga, dengan duduk di kursi sambil menoleh ke dua pembantunya yang sedang mengelap piring.
"Inii mas, sarapan paginnya," sahut Fely, yang baru saja keluar dari dapur dengan membawa dua piring.
"Nihhh, sarapannya. Bik ambilin air putih 2 yaa, sama teh hangatnya seperti biasa untuk Mas Arga," pinta Fely, dengan menyuguhkan pada suaminya.
"Baik nyonya," sahut Bik Sumi, dengan segera pergi ke dapur, tak selang beberapa detik Bik Jumi pun mengikuti pergi ke dapur.
"Heh! Jum, kamu ngerasa aneh enggak sih sama Tuan Arga?" sahutnya dengan suara yang lirih.
"Ehhh, iya ih. Kirain cuma aku doang yang merasakan. Seperti lagi bahagia benget yaa,"
"Iyaa, loo. Kira-kira apaan ya?" piker Bik Jumi.
"Bik! Mana air putihnyaa!" terik Fely dengan keras.
"Iya nyonya," sahut Bik Sumi, dengan segera buru-buru menuangkan air putih kedalam gelas dan memberikannya pada Arga dan Fely.
"Ini nyonya," sambil menyuguhkan di hadapan Fely.
"Kok lama banget si," dengus Fely.
"Iya maaf nya," ucap Bik Sumi dengan kepala tertunduk.
"Ya sudalah sayang, enggak perlu marah-marah. Toh air putihnya udah di depan mata, ya sudah bik lanutkan saja pekerjaan yang lain," sambung Arga dengan nada yang lembut.
"Baik tuan, saya permisi," pamit pembantu itu kembali ke dapur.
"Udahlah enggak perlu emosi yaaa, ini masih pagi lo senyuman dong," tutur Arga, penuh senyuman lebar.
"Iya sayang," jawab Fely, memalsukan senyuman.
Arga tak ingin di pagi harinya yang bahagia ini, dibuat rusuh atau pun timbul masalah apa pun. Kabar baik semalam akan menjadi senantiasa di sepanjang harinya. Yang mengukirkan senyuman penuh arti.
"Aku berangkat kerja dulu ya, kamu buruan urus pekerjaan kamu. Dan secepatnya kita akan berangkat," ujar Arga, tersenyum.
"Iya mas, ya udah ayo aku antarkan sampai depan. Mana tasnya?" balas Fely, dengan segera maraih tas suaminya lalu mengantarkannya hingga ke pintu depan.
"Hati-hati ya mas di jalan," tutur Fely, sambil mengacungkan tas milik Arga.
"Iya sayang, kamu juga baik-baik ya," jawab Arga, lalu ia melangkah satu langkah dan mencium kening istrinya penuh ketulusan.
Mata Fely terus melangkat memandang kepergian Arga hingg tak ada jejak sama sekali. Melihat suaminya pagi ini tampak sumringah membuat hatinya merasa damai dan bahagia sekali. Sebelum-sebelumnya Arga tak pernah sebahagia ini.
"Semoga saja Tuhan, memperlancar urusanku dengan Mas Arga," batin Fely, tersenyum.
Saat melihat Arloji yang berada di tangannya sungguh terkejut sekali. "Ya ampun aku lupa, kalau hari ini ada meeting, mana udah jam 08:00 lagi," dengus Fely, glagapan karena, ia sudah tak punya waktu banyak.
"Pak Jono, siapkan mobil yaa! Saya mau berangkat sendiri," perintah Fely, sambil berjalan masuk ke rumah untuk mengambil tas dan berkas-berkas meeting.
"Ini kontak mobilnya, nya," ujar lelaki paruh baya itu.
"Iya pak, terima kasih," balas Fely, setelah mengambil kuncil mobil dari tangan Pak Jono Fely pun segera masuk kedalam mobil.
Dengan kecepatan tinggi Fely menyetir mobil, hingga Pak Jono yang melihatnya pun hanya bisa geleng-geleng kepala.
"Heh! Pak kamu kenapa to?" tegur seseorang dari belakang Pak Jono.
"Ehhh, jumi. Itu loo nyonya Fely ternyata jago juga nyetir mobilnya bahkan ngalah-ngalihin saya," terang Pak Jono terheran-heran.
Sepasang suami istri itu benar-benar cocok di padukan, meski usianya yang masih muda rasa kerja keras, dan tanggung jawab pada hal apa pun masih begitu jelas tersorot pada ke peribadian masing-masing