Chereads / Istri Kedua Tuan Muda / Chapter 10 - Makan Malam Keluarga

Chapter 10 - Makan Malam Keluarga

"Wahhh, ini nih yang di tunggu-tunggu akhirnya datang juga," sambut Rahma, mami Fely dengan muka yang sumringah sekali.

"Iya nih, Fely nambah cantik aja nih," puji mama Arga.

Fely hanya tersenyum sambil tersipu malu mendengarkan segala pujian yang keluar dari mulut maminya dan mertuanya.

Sudah cukup lama tak mengadakan makan malam seperti ini, dan hawa keharmonisan sesama keluarga masih berbaur dengan erat. Rasa kenyamanan pada mertua masih Fely rasakan dengan baik.

Ia dan Arga segera meyalami mereka semua satu persatu.

"Sini duduk samping mama aja," sahut mertuanya dengan nada yang terlihat sangat semagat sekali.

"Iya mah," jawab Fely.

Terkadang ia merasa wanita yang paling beruntung di dunia, bisa mendapatkan mertua yang baik hati, penyayang dan penyabar. Tak pernah menekan dirinya untuk memapu dalam segala hal.

"Kok tumben lama banget datangnya?" tanya Wijaya, papa Arga yang duduk tepat di depan mata Arga.

"Yah, biasalah pah Jakarta. Dimana pun jalan pasti di situ ada kemacetan," timpal Arga.

"Besan, kamu udah pesen makannan, kan?" tanya mama Arga.

"Sudah tenang aja, semuanya sudah saya siapkan sesuia dengan favourite masing-masing," sahut Rahma dengan semangat.

Bahkan saat melihat pembicaraan mereka berdua yang sangat karib sekali, hati Fely merasa damai dan tentram. Ia berharap jika, hubungan ini akan seterusnya terjalin dengan baik.

Obrolan mereka semua terus telarut dalam kehangatan canda dan tawa, terkadang untuk berkumpul seperti terasa amat sulit karena kedua orangtua dan mertua juga mempunyai kesibukan masing-masing yang penting.

"Nak," panggil mama Arga, sambil melihat Fely yang sedang mengunyah makanan.

"Iya mah, ada apa?" kening seketika megkerut.

"Kamu, kan, sama Arga udah menikah 3 tahun. Masa sampe sekarang kamu belum juga hamil?" tanya mertua Fely.

Fely yang sedang asyik mengunyah makanan seketika gerakan itu ia hentikan lalu menatap mata mertuanya yang terpancar penuh dengan harapan.

Sudah ia duga sejak awal jika, pertanyaan ini akan muncul entah dari mulut maminya atau pun mertuanya.

"Heh! Kenpa kamu melotot begitu," sela maminya sambil menepuk pudak Fely.

Fely gugup hanya bisa diam dan bingung harus mengutarkan apa. Matanya sekelibetan menatap Arga yang ternyata sudah mentap dirinya sejak tadi.

Satu alis mulai Fely angkat, sebagai kode pada Arga jika, dirinya harus menjawab apa.

"Kalian sudah mempunyai keinginan untuk punya anak apa belom?" tanya Wijaya, papa Arga sambil melirik kea rah anak dan mantunya.

"Iya pastinya sudahlah pah. Kalau pun belom kalian ke bangetan sudah menikah 3 tahun tapi, tak ingin segera di karuniani buah hati," sahut mama Arga.

"Gini aja, bagaimana kalau mereka suruh bulan madu lagi," usul Restu, papi Fely.

"Hah! Bulan madu," sontak Fely spontan sambil mata memelotot lebar.

Belibur itu memang sangat menyenangkan. Namun, berlibur ini berbeda dengan liburan yang biasa dirinya lakukan bersama Arga.

Sungguh hal yang paling menyebalaka bagi Fely, jika, berlibur tak sesuai dengan keinginan hatinya.

"Kenapa kamu nak, kok kaget?" tanya Marisa, Mama Arga dengan kening mengkerut.

"Ehhh, enggak kok mah. Fely enggak apa-apa," jawabnya sambil cengingisan.

"Boleh, banget tuh pi usulannya. Njeng Marisa gimana setuju enggak?" ujar Rahma, nadanya sangat bersemangat.

"Ihh, kok bulan madu lagi sih. Waktu itu udah pernah, kan?" keluh Fely, ia merasa kesal melihat usulan yang di ajukan papinya.

"La kenapa? Kamu enggak mau apa menghabiskan waktu sepanjang waktu bersama dengan Arga," sahut Rahma.

"Ya tapi mah...." potong Fely. Saat dirinya menghentikan ucapannya Arga yang sejak tadi hanya terdiam dan mendengarkan kini pun menyahut ucapan istrinya, " Iya aku setuju sama usulan papi, secepatnya kita akan berangkat," tegas Arga.

"Hah!" sontak Fely melongo. Mendengar jawaban dari suaminya membuat dirinya geleng-geleng kepala dan tak megerti lagi bagaimana jalan fikiran Arga.

"Nah, gitu dong," ucap Rahma dan Marisa serempak.

"Buru buatin cucu yang lucu untu mami," goda Rahma.

"Iya. Mama juga udah enggak sabar untuk di panggil oma dan nimang cucu," sambung Marisa.

Setelah mendengar ketegasan dari mulut Arga, wajah seluruh keluarga tampak jauh bahagia dari sebelumnya.

"Kira-kira kalian mau pergi kemana?" tanya Wijaya.

"Mungkin hanya ke Bali aja pah, soalnya Arga dan Fely juga masih ada urusan yang enggak bisa di handel," terang Arga.

"Oh, Bali. Ya tempat yang cocok untuk kalian berdua, di sana juga banyak destinasi wiasata," ujar Restu.

Makan mala mini bagi Rahma adalah makan malam yang paling menyenangkan dari sebelumnya. Akhirnya selama ini yang dirinya nantikan akan segera terwujud.

Fely ialah anak satu-satuya yang dirinya miliki, hanya pada dialah semua harapan yang ia pendam akan segera terwujud seperti memiliki cucu yang selama ini sudah ia nantikan.

"Pi, mami bahagia banget. Akhirnya Fely mau juga untuk hamil," ungkap Rahma.

"Iya mi, papi juga bahagia dan enggak sabar untuk segera punya cucu," sahut Restu dengan mata fokus menyetir.

"Fely kalau enggak kita gini, kan. Mana mungkin dia mau punya anak dengan segera, tau sendiri dia orangnya gimana,"

"Iya mi, padahal usian pernikahan dia udah 3 tahun tapi, belum juga ada keinginann," heran Restu.

"Ahhh, sudahalah yang penting sekarang dia sudah mau untuk menjadi ibu," lanjut Restu.

***

Semua pekerjaan yang Arga berikan pada Gisell selalu, di lakukan dengan sepenuh hati. Tanpa merasa ada beban lagi dalam fikirannya. Gaji yang dirinya dapatkan juga jauh lebih cukup dari bayangnya sebelumnya.

Semua orang yang ada di sini juga meneriman dirinya dengan setulus hati.

Di saat Gisell sedang membersihkan meja makan restorant tiba-tiba seseorang datang dari belakang Gisell dan berkata,"Heh! Lu karyawan baru ya?" denga tatapan sinis.

"Ehhh, ada orang ternyata," kaget Gisell saat menghadap belakang. "Iya, gua karyawan baru," lanjut Gisell tersenyum.

"Cantik juga lu ternyata," sinis seseorang itu.

"Hah! Maksud lu apaan" heran Gisell.

Ia tak tau arah omongan wanita yang ada di depannya saat ini. Telingan tersontak saat dia menyebut dirinya sebagai wanita cantik.

"Duhh, jangan-jangan ni cewek kelainan nih," batin Gisell dengan kepala sedikit menunduk.

Perasaannya sungguh tak enak karena, wanita yang ada di depannya terus menatap dirinya dengan begitu dalam.

"Heh! Gua colok tuh mata. Ngapai lihatin gua sampe segitunya!" sentak Giell dengan nada yang meninggi karena dirinya sudah tak nyaman sekali dengan tatapan itu.

"Heh!! Mikir apaan sih lu? Gua nih wanita bener-bener ya!" balas wanita itu dengan nada yang tak kalah tinggi dari Gisell.

"Terus lu ngapain natap gua sampe segitunya banget?" tanya Gisell sinis.

'Gua ada pekerjaan yang lebih cocok untuk lu dan gajinya juga lebih gede dar ini? Tawar wanita itu penuh senyuman.

"Apaan?" sahut Gise kening mengkerut.

"Gampang kok kerjaannya dan keuntungannya juga gede," terang wanita itu.

"Apaan kerjanya?" ulang Gisell lagi.

"Kalau lu penasaran temuin gua besok di taman jam 5 sore di taman depan," ucapnya penuh senyuman.

Setelah berdialog dengan Gisell wanita itu pun langsung pergi begitu saja dari hadapan Gisell tanpa mendengarkan jawaban yang akan di ucapan Gisell.

Tawaran yang di ajukan oleh wanita itu cukup menjadi pertimbangan bagi Gisell, ia merasa tertarik sekali dengan cuan yang gede.

"Kira-kira apa ya kerjaanya? Kok tuh orang bilang cuannya gede banget?" batin Gisell.

Ajaka orang itu benar-benar membuat dirinya merasa tak konsentrasi dalam melakukan pekejaan apapun. Fikiranya masih bertanya-tanya pekerjaan apa yang akan di berikan kepada dirinya nanti.