Chereads / Istri Kedua Tuan Muda / Chapter 9 - Rasa Sabar Arga

Chapter 9 - Rasa Sabar Arga

Sesuai dengan janji yang sudah di ucapkan oleh Arga dan alamat yang sudah di berikan oleh Arga, Gisell pu segera datang ke tempat yang lelaki itu minta. Gisell menaruh banyak harapan pada Arga dan ia juga berharap dengan ladag pekerjaan yang di berikan oleh Arga mampu membawa dirinya menuju ke suksesan.

Mata Gisell merasa takjub dengan restoran di yang dimiliki oleh lelaki itu, memang terlihat sederhana namun, juga elegan dan nyaman. Matanya tersohor melihat setiap sudutnya.

"Duh, enggak salah nih, kalau gua di tabrak sama tuh lelaki," batin Gisell sambil duduk. Matanya terus saja jelalatan.

"Mbak, mau pesan apa?' tanya seorang pelayan dengan nada yang ramah.

"Hah?" sontak Gisell terkejut. Ia tak tau sejak kapan pelayan ini ada di sampinya yang pasti dirinya merasa benar-benar terkejut.

"Duhh, mbak nih ngagetin saya aja," lanjut Gisell sambil memegangi dadanya. Detak jantungnya masih tak beratura gegara melihat pelayan yang datang dengan tiba-tiba.

"Iya saya minta maaf. Mbak, mau pesan apa?" tanya ulang pelayan sambil tersenyum.

"Eee-ee, saya enggak pesen apa-apa mbak," jawab Gisell canggung.

"Lalu?" sahut pelayan dengan mengkerutkan kening.

"Saya ada janji dengan Pak Arga dan dia minta saya menungu di sini," jelas Gisell.

"Oh, begitu. Baiklah saya permisi dulu," ujar pelayan itu, lalu membalikan tubuhnya dan kembali bekerja.

Entah kenapa hati Gisell merasa sangat yakin sekali, jika, dirinya kerja di sini. Ia akan bisa sukses dan mampu membuktikan kepada kedua kakaknya.

Andai saja ayah dan ibunya bisa melihat perjuangnya saat ini, pasti mereka sangat bangga dengan segala perjuanganya untuk membahagiakan kedua kakaknya.

Selang beberapa menit akhirnya Arga pun datang mengampiri Gisell yang tengah duduk.

"Hai, apa kamu sudah menunggu lama?" sapa Arga penuh senyuman.

"Ehh, elu. Enggak kok, mungkin baru 10 menitan gua di sini," jawab Gisell.

Mata Gisell merasa terpanah saat melihat ketampanan Arga yang tiada tandingnnya. Kali ini tak ada rasa penyesalan bagi Gisell telah bertemu denga Arga.

"Hei! Kenapa kamu melamun?" tegur Arga.

"Eh, iya-iya maaf. Gua lagi kefikiran aja sama kakak gua yang ada di rumah," bohong Gisell sambil memalsukan senyuman.

"Oke tidak apa-apa. Kita to the poin aja ya. Soalnya saya enggak punya banyak waktu,"

"Baiklah,"

"Gino...." panggil Arga sambil melambaikan tangannya.

"Iya pak ada apa?" tanya staf Arga.

"Saya mau ngenalin pelayan baru namanya Gisell, dan Gisell ini Gino manager restorant ini. Semuanya akan di jelaskan Gino. Mulai hari ini kamu bisa mulai kerja di sini dan di bawah awasan kamu Gino," terang Arga.

"Baik pak. Saya akan menjelaskan semuanya pada dia," sahut Gino.

"Selamat bekerja ya Gisell, semoga kamu suka dengan pekerjaan yang saya berikan. Dan kalau kamu butuh apa pun untuk pengobatan kam bilang aja ke saya jangan sungkan-sungkan," timpal Arga.

"Baik, pak. Terima kasih banyak bagi saya pekerjaan ini sudah lebih dari cukup kok," ucap Gisell penuh senyuman. Meski mulutnya terasa asing saat menyebut nama Arga dengan sebutan pak.

Saat Arga tengah menjelaskan beberapa hal pada Gisell tiba-tiba ponselnya berdering. Tanpa rasa canggung dan ragu Arga pun mengangkat telvonnya di depan mereka berdua.

"Halo sayang ada apa?" ucap Arga dengan nada yang keras. Sehingga Gino dan Gisell mendengarkan dengan jelas.

"Mas buru paulag, kita jangan sampai telat yang ada kita berdua bakalan kena omel," kekeh Fely.

"Oke-oke aku aka segera pulang," sahut Arga. Dengan segera berdir dari tempat duduknya.

"Saya pulang dulu, penjelasan tadi akan di lanjutkan oleh Gino. Permisi," pamit Arga dengan terburu-buru.

Telinga Gisell menangkap semua perkataan yang Arga utarakan di telvon tadi. Panggilan sayang yang Arga ucapkan membuat tanda tanya pada Gisell.

"Pak, Arga itu lelaki yang romantis sekali. Dia selalu sabar dan pengertian pada istrinya, saat istrinya meminta beliau pulang, Pak Arga pun segera pulang tanpa menunggu hal apa pun lagi," terang Gino, manager restorant Arga.

"Oh, jadi Arga. Ehh, maaf maksud saya Pak Arga sudah punya istri?" timpal Gisell meyakinkan hatinya.

"Iya Pak Arga sudah menikah, bahkan umur pernikahannya sudah 3 tahun. Tetapi..." potong Gino.

"Tetapi apa?" sahut Gisell dengan spontan.

"Pak Arga sampai saat ii belum di karuniani seorang buah hati. Saya juga tak tau pasti alasan yang sebenarnya namun, yang saya denger bahwa Buk Fely, istri Pak Arga belum siap untuk menjadi seorang ibu," jelas Gino.

"Oh, begitu. Yah mungkin memang Ibu Fely belum ingin di repoti dengan kehadiran anak," ujar Gisell

"Oh, iya. Saya bekerja di bagian apa ya?" lanjut Gisell.

"Astaga saya hampir lupa. Mari ikut saya, akan saya jelaskan semuanya," terang Gino. Manager restorant Arga pun segera menjelaskan semua perihal pada Gisell dan pekerjaan yang harus di kerjakan oleh Gisell.

***

Malam yang membuat jantung Fely berdegup tak karuan akhirnya tiba juga. Ia mondar-mandir di depan kaca tangannya serasa gemetar dan hatinya tak tenang.

Ia takut jika, kali ini kedua orang tuannya dan mertuanya akan memaksa dirinya agar segera mempunyai buah hati.

"Haduhh, Fely, kamu tenang dong jangan begini," ucap Fely, berusaha untuk membuat dirinya sendiri tenang dengan keadaan.

"Mana Mas Arga enggak pulang-pulang lagi," keluh Fely lagi.

Selama ini dirinya sudah mengeluarkan banyak alasan untuk menunda kehamilannya tetapi, hari ini di otaknya tak ada lagi alasan yang tersirat.

Setelah sampai di rumah Arga pun segera naik ke atas dan masuk ke dalam kamar. Perlahan tangannya memegang gagang pintu.

"Hai sayang," sapa Arga penuh senyuman.

"Ih, Mas, kok kamu lama banget sih. Aku udah nungguin dari tadi," keluh Fely.

"Iya maaf sayang," sambil memegang tangan istrinya yang terasa dingin.

Melihat wajah istrinya tak cemas menimbulkan tanda tanya untuk Arga.

"Kamu kenapa" sambil kening mengkerut.

"Aku cemas mas, aku takut kalau nanti kita bakalan di paksa untuk punya anak," terang Fely. Matanya menatap Arga.

"Ya baguslah. Biar rumahnya rame enggak sepi dan hening terus," sahut Arga denga mata berbinar.

"Ihhh, sayang kamu tuh!" gertak Fely dengan nada yang mulai meninggi.

"Sayang, coba deh inget. Kita nikah udah 3 tahun, wajarlah kalau kedua orangtua kita bertanya-tanya dan meminta kamu untuk berusaha hamil. Kita tuh anak sama-sama anak kesayangan jadi wajarlah kalau mereka meminta kita untuk segera menghadirkan seoarang cucu," tutur Arga dengan nada yang lembut.

Mata mereka keduanya saling beradu, Arga dapat melihat dari mata istrinya ada sebuah ketakutan yang Fely sembunyikan. Apa pun yag Fely rasakan saat ini lelaki tampan itu berusaha membuat istrinya tenang dan menghilangkan rasa ketakutannya itu.

"Udah ya, jangan takut dan sedih begitu. Lebih baik kamu cuci muka dan buruan make up, aku juga mau mandi dulu. Udah ya jangan terlalu di fikirkan yang ada nanti kamu sakit," tutur Arga kembali dengan mata tetap saling beradau

"Iya sayang," jawab Fely sambil memeluk Arga dengan erat.

Sebuah anugerah terindah dirinya di pertemuka dengan lelaki yang sabar dan tak banyak menuntut dalam hal apa pun. Semua keputusannya selalu Arga terima dengan baik.

"Udahlah jangan sedih," timapl Arga sambil tersenyum. Ia juga tak pernah bosan untuk mendaratkan sebuah kecupan di kening Fely sebagai obat penenang jika, dirinya akan senatiasa ada di sisinya sepanjang masa.

"Iya sayang," ucap Fely tersenyum. "Kamu mau aku buatin teh hangat?" lanjut Fely.

"Boleh tuh, seperti biasa ya,"

"Oke," jawab Fely. Ia pun segera keluar dari kamar dan turun untuk pergi ke dapur. Teh hangat kesukaan Arga selalu ia ingat selalu.

"Makasih ya mas, kamu udah nerima aku apa adanya. Ya walaupun keputusanku sedikit konyol, tapi kamu enggak pernah memaksakan kehendak kamu," batin Fely sambil tersenyum dan kembali fokus pada teh yag sedang dirinya aduk.