Penantian Gisell untuk segera keluar dari rumah sakit akhirnya terkabul juga. Ia merasa bahagia akhirnya bisa menghirup udara dengan leluasa.
Matanya terasa terbuka saat melihat pemandangan yang ada di depan matanya.
"Huh, gua rindu banget suasana ini," ungkap Gisell. Tangannya melentang dengan lebar hingga memudahkan tubuhnya untuk merasakan angin yang menyendup di tubuhnya.
Ia tak sabar untuk memulai kariernya, berdiam diri di rumah sakit selama ini serasa berdiam diri di dalam penjara yang sangat membosankan.
"Ayah, ibu, Gisell udah baik-baik aja dan sekarang mohon doanya ya. Semoga aja Gisell bisa bahagiai Kak Lisa dan Mas Farhan yang selama ini selalu ikhlas merawat Gisell," batinya dalam hati sambil tersenyum leluasa.
Kartu nama yang di berikan oleh Arga, masih Gisell simpan dengan aman. Hanya dialah harapan dirinya untuk mendapatkan pekerjaan.
"Aku harus hubungin dia sekarang, karena aku memang sudah butuh pekerjaan," ucap Gisell. Tanganya meraih ponsel yang ada di celannya lalu mulai mengetik nomor Arga.
*Tuuuutttttt.....
Deringan dari ponsel Gisell terdengar dengan sangat jelas.
"Halo, Maaf siapa ya?" tanya Arga.
"Halo, gua Gisell. Orang yag lu tabrak," ucapnya dengan penuh semangat.
"Oh, kamu Gisell. Iya ada apa?
"Gua udah keluar dari rumah sakit, sesuai kesepakatan kita waktu itu, soalnya gua lagi butuh banget pekerjaan,"ungkap Gisell.
'Oke, kita ketemu di caffe gua. Alamatnya ntar gua sharelock," balas Arga.
"Oke, gua tunggu," ucap Gisell. Ia pu segera menutup telvonnya dan segera menemui Arga pada alamat yang sudah di berikan.
Hanya dengan cara seperti ini Arga dapat membantu Gisell, sebagai penebus rasa bersalahnya juga yang selama ini terus menghantui dan berdatagan dalam fikirannya.
Baginya jika, memberika pekerjaan kecil Gisell ialah hal yang mudah karena dirinya juga mempunyai banyak binis.
"Ehh, Tuan Muda udah pulang," sahut pembantu Arga.
Sayangnya Arga tak menggubris sapaan yang di ucapkan oleh pembantunya, ia tetap melanjutkan langkahnya untuk segera masuk ke dalam kamar.
"Tuan.." panggil pembantu itu sambil berlari kecil mengejar langkah Arga.
Arag yang mendengar panggilan itu langsung menghentikan langkahnya lalu menoleh kebelakang.
"Ada apa lagi sih bik?" dengus Arga, raut wajahnya sudah terlihat tak mood saat merespon panggilan dari pembantu.
"Itu tuan. Katanya nyonya, nyonya gak mau di ganggu sekarang dia lagi tidur di kamar sebelah jadi harap Tuan muda jangan brsisik ya," ujar Bik Sumi.
"Tumben bik? Kenapa dia?" tanya Arga sambil kening mengkerut.
"Mungkin kecapekan tuan, soalnya sepulang dari kerja muka nyonya udah lesu dan enggak semangat lagi," jelas Bik Sumi.
"Oh, ya udah sekarang buatin teh hangat sama bawain vitamin terus antar ke atas," pinta Arga.
Wajah Arga sudah terlihat resah ketika mendengarkan jika, Fely sedang tak enak badan.
"Ih, Tuan Arga, so sweet banget si. Idaman banget deh, enggak salah kalau pasanganya sama Nyonya Fely yang cantik banget begitu," batin Bik Sumi sambil tersenyum menatap Arga yang sigap naik ke atas untuk menemui istrinya.
*Ceklek...
Arga membuka pintu dengan sangat hati-hati, dan bahkan suaranya pun hampir tak terdengar oleh siapa pun.
Hatinya tak bisa tenang ketika mendengarkan Fely sakit atau pu hanya sekedar tak enak badan.
Rasa sayangnya pada wanita yang ada di depan matanya sangatlah besar.
Kakinya menepak di lantai dengan hati-hati sekali, Arga juga paham Fely bukanlah tipe orang yang suka di ganggu apalagi tentang pekerjaan dan istirahat. Karena memang dua hal itu membutuhkan ketenangan yang ekstra agar otak juga dapat istirahat.
Melihat Fely yang tertidur dengan pulas, membuat Arga tak tega untuk membangunkannya.Terlihat pula di wajah Fely, kalau istrinya ini memang sedang dalam kelelahan.
Perlahan-lahan Arga memncoba mendudukan pantatnya di dekat tubuh istrinya, Arga ingin lebih leluasa mentapa wajah Fely yag sedang tertidur dengan pulas.
"Sayang, kamu pasti capek ya," ucap Arga dengan nada lirih, tangan kanannya membelai rambut Fely yang meutupi wajah.
Arga tak tau apa jadinya dirinya tanpa Fely, selama ini wanita inilah yang senantiasa memberikan semangat lahir dan batin dalam hidupnya. Setiap ada rasa malas yang menyelubungi tubuhnya Fely selalu ada di sampingnya dan memberikan dukungan yang membuat dirinya kembali bersemangat lagi.
"Permisi tuan, ini teh sama vitaminnya taruh di mana ya?" tanya Bik Sumi.
"Bawa sini bik, taruh di meja situ," tunjuk Arga yang mengarah ke meja yang ada di sisi kasur.
"Saya permisi dulu tuan," pamit Bik Sumi.
Lelaki muda itu hanya mengangguk, tanpa menjawab ucapan yang di lontarkan oleh pembantunya.
Mata Arga terus saja mentap Fely yang tertidur dalam keadaan nyenyak, paras cantik yang mendiam di dalam wajah Fely membuat Arga tak bosan memandag wajah istrinya berkali-kali.
Tanganya terus saja membelai rambut Fely yang tak beraturan.
Hingga membuat Fely yang tertidur dengan nyenyak kini pun merasa tak nyaman karena ia merasakan jika, ada seseorang yang mengganggu dirinya.
"Hummm, sayang kamu sudah pulang?" ucap Fely dengan mata yang remang-remang. Pandangannya saat melihat Arga belum terlihat jelas, mungkin karea, rasa sakit yang terus menyindap di kepalanya membuat dirinya merasa pusing.
"Hei kok malah bangun si, udah tidur lagi. Aku tungguin di sini," ujar Arga sambil menatap mata istrinya yang terlihat sayup.
"Enggak ah mas, lagi pula udah mendingan kok," ungkap Fely memalsukan senyuman. Sebenarnya kepalanya masih terasa berat saat akan bangun dari tidur, namun, saat melihat Arga ada di depan matanya dengan penuh senyuman seketika rasa sakit itu menghilang dengan tiba-tiba.
"Ya udah nih minum dulu, Bik Sumi buatin teh hangat sama vitamin,"
Arga pun segera membantu istrinya untuk segera meminum vitamin dan teh.
"Kok tumben mas, kamu udah pulang," tanya Fely sambil menyandar tubuhnya di dinding kasur.
"Iyaa, aku rencannya mau ketemu sama orang yang waktu itu ketabrak. Kaishan dia ternyata merantau di Jakarta dan sampe sekarang belum juga dapet kerjaan," jelas Arga.
"Oh, wanita yang di rumah sakit itu ya?
"Iya sayang,"
"Siapa mas namanya dan asalnya dari mana?"
"Namanya Gisell dan asalnya dari Bandung, dia kelihatannya memang benar-benar butuh kerjaan banget," ungkapnya.
"Terus, kamu mau pergi kapan? Nanti kita ada makan malam keluarga loh, mami yang minta," ujar Fely.
"Makan malam?" timpal Arga sambil mengkerutkan keningnya.
"Iya mas, aku juga enggak tau dalam rangka apa. Tiba-tiba mami telvon lalu bilang itu,"
"Jangan-jangan," tebak Arga sambil mata melotot.
"Apaann?" sontak Fely terkejut melihat eksperesi suaminya.
"Ih, Mas jangan gitulah mukanya. Bilang, apa yang ada di fikiran kamu?" paksa Fely.
Fely merasakan jika, apa yag dirinya fikirkan sejak tadi, sama dengan pemikiran yang saat ini menghantui suaminya.
"Jangan-jangan, kita bakalan di sekak. Terus di paksa untuk segera punya anak," tebak Arga.
Mata suami istri itu saling beradu pandangan, telinga Fely merasa terkejut saat mendengarkan ungkapan yang di katakana suaminya. Dan ya, benar sekali fikrannya dengan Arga benar-benar sama, sejak maminya meninta untuk makan malam bersama hatinya sudah merasakan ada sesuatu yang tak enak.
"Mas, itu juga yang ada di fikiran aku," sahut Fely. Tangannya perlan menggenggam tangan Arga, ia takut jika, akan di paksa untuk punya anak, karena memang dirinya hingga kini belum siap untuk punya buah hati.
"Udahalah kamu jangan panik begitu. Kita katakana aja apa adanya jika, memang kita berdua belum sanggup untuk mempunyai buah hati," jelas Arga, sambil mengusap kepala Fely.
"Sudah, jangan terlalu di fikirkan seperti itu. Ya sudah aku pergi dulu, mau nemuin Gisell karena dia pasti udah nungguin aku di restorant," lanjut Arga.
Setelah berpamitan dengan Fely, Arga dan lupa juga untuk selalu mencium kening istrinya.
Melepaskan kepergian Arga rasanya berat, hatinya masih tak tenang dengan acara makan malam keluarga. Ia merasa keinginan maminya benar-benar sudah memuncak dan tak bisa lagi untuk di ganggu gugat.
"Tuhan, apa pun yang terjadi nanti malam, berikan jalan yang terbaik untuk aku dan Mas Arga." Ucap Fely dalam hatinya.
Di sisi lain ia tak ingin membuat mami dan papinya kecewa namun, di sisi lain juga dirinya memang belum siap utuk berperan sebagai ibu.