Chereads / Miss Ting Ting & Crazy Duda / Chapter 7 - Selangkah Maju Demi Pernikahan

Chapter 7 - Selangkah Maju Demi Pernikahan

Meski dengan rasa ingin tahu yang melingkupinya, Cintia melepas paksa pelukan Adiyaksa pada pinggangnya. Dia membutuhkan penjelasan kenapa kakak laki-lakinya bisa berada di kantor Adiyaksa karena seingatnya Bagas tidak memiliki teman seperti Adiyaksa.

Cintia menatap Bagas dengan wajah merah padam karena malu serta amarah yang sudah ia tahan sejak tadi. "Kenapa mas ada disini?"

"Loh! Harusnya kan aku yang tanya. Kalian ngapain dibawah kaya gitu?! Mau berbuat yang enggak-enggak kan kalian?! Ngaku aja kamu!" sengit Bagas.

Cintia hanya bisa terbengong kaget. Tidak mengerti apa maksud kakak laki-lakinya. Berbuat yang tidak-tidak?

"Sorry aja ya mas. Tia masih sadar buat gak berbuat mesum di kantor orang! Apa  lagi Tia gak kenal sama si itu tuh!" Cintia melipat tangannya di depan dada.

"Kamu benar kok Gas. Kita emang mau berbuat yang enggak-enggak tadi. Cuma kamu keburu datang aja, makanya jadi kepergok kan," jawab Adiyaksa penuh percaya diri. Bahkan tidak ada keraguan sedikitpun dalam ucapannya.

"Argh! Sakit sakit! Bagas! Gendeng kamu! Sakit telingaku kalau ditarik begitu!" keluh Adiyaksa saat Bagas menarik telinganya.

Bagas sendiri hanya refleks melakukan itu. Anggaplah dia kaget melihat perlakuan sahabatnya dengan adiknya. Tidak menyangka bahwa dunia memang hanya selebar daun ketela, bukan lagi daun talas karena terlalu kecil bagi Bagas.

"Duduk kalian!" perintah Bagas dengan mata tajam. Dia akan melakukan perannya sebagai kakak.

Cintia yang mengeluh baru saja diputuskan oleh kekasihnya beberapa hari lalu dan sekarang sudah tertangkap basah sedang berdua dalam satu ruangan bersama Adiyaksa.

"Tidak bisa dibiarkan ini," batin Bagas.

"Kapan kalian menikah? Aku mau kalian menikah secepatnya ya. Aku gak mau tahu! Dan juga aku bakal bilang ini ke ibu sama mama," ucap Bagas tak bisa dibantah sedikitpun.

Cintia merasa sangat tidak terima disini. Dia seakan dijebak oleh dua orang di hadapannya. Dia memang ingin segera menikah, menuruti keinginan orangtuanya, tapi tidak dengan duda seperti Adiyaksa ini.

Adiyaksa sekarang di matanya tidak lebih dari seorang duda mesum, kurang kasih sayang dan sangat terlihat aneh. Cintia hanya menatap sengit ke arah Adiyaksa seolah meminta laki-laki itu untuk menjelaskan yang sebenarnya.

"Makanan-" Mata Cintia membola saat tidak mendapati makanan yang dipesan Adiyaksa di atas meja.

"Bukannya tadi ada di atas meja? Kenapa sekarang gak ada?!" batin Cintia tak percaya.

Cintia sudah merasa seperti orang linglung sekarang. Hanya karena adegan tidak senonoh yang tidak sengaja, dia sudah seperti orang gila.

"Tapi bener kok! Harusnya kan...," lirih Cintia.

"Apa?!" ucap Bagas sengit.

Cintia hanya menggelengkan kepalanya panik, tidak ingin membuat kakak laki-lakinya semakin murka. Meski dirinya sendiri juga merasa tak terima. Dia akan menemui orangtuanya memakai wajah siapa nanti kalau kakaknya mengadu hal yang tidak-tidak. Cintia kan wanita terhormat. Pantang baginya berbuat hal buruk, terlebih seperti yang kakaknya tuduhkan.

Adiyaksa masih menahan tawanya saat melirik wajah Cintia yang masih bersungut. Rencananya berhasil, rencananya sudah sukses besar. Dia tidak menyangka bahwa Tuhan telah merestui langkahnya untuk menikah dengan Cintia, wanita cantik, manis dan seksi.

"Siapa suruh meremehkan Adiyaksa," batin Adiyaksa penuh kemenangan.

"Kamu tenang aja. Aku bakal tanggung jawab kok sama adik kamu. Ya meskipun kita belum ngapa-ngapain tapi kamu tenang aja, kalau soal cium aja sih bibir adikmu manis banget Gas," ucap Adiyaksa dengan suara semakin lirih seolah berbisik pada Bagas.

Bukannya semakin takut dengan wajah bersungut Bagas, Adiyaksa justru semakin menambah hal buruk apa saja yang sudah dia lakukan pada Cintia. Padahal sudah pasti semua itu tidak benar. Tapi berhubung misi Adiyaksa adalah untuk menikah dengan Cintia, jadi apa saja rela dia lakukan.

"Demi menikahi adek manis, mas siap dek berkorban untukmu," batin Adiyaksa geli.

Dia sekarang mulai memaklumi Cintia yang terus menyebutnya duda yang kurang kasih sayang, karena kalau Adiyaksa pikirkan, dia sudah terlihat seperti itu memnag. Tapi hanya khusus di depan adik manis Cintia seorang.

"Kamu! Nanti malam aku tunggu dirumah untuk menjelaskan sama ibu!" perintah Bagas lalu beranjak keluar dari ruangan.

"Loh! Loh! Mas! Gak bisa gitu dong! Mas kenapa gak dengerin ceritaku dulu sih! Aku tuh kesini bukan buat mesum mas! Aku kesini tuh mau nganter makanan aja," jelas Cintia dengan keras.

"Iya? Ngantar makan buat pacarmu ini kan?! Terus beberapa hari lalu hanya alibimu saja bilang baru putus, padahal yang sebenarnya kalian berhubungan diam-diam dibelakang keluarga! Sudah, pokoknya mas gak mau tahu dan gak mau dengar penjelasan kalian lagi! Kalian bohong pasti kan?!"

BRKK

Cintia reflek mengusap dadanya saat mendengar kakaknya menutup pintu dengan keras seolah membanting pintu yang tidak bersalah. Memang kakaknya itu suka tidak tahu diri. Selain keras kepala tapi juga seenaknya sendiri. Kalau begini Cintia yang pusing dengan masalahnya. Tubuhnya sudah lemas rasanya, kali ini bukan lemas karena menghirup aroma Adiyaksa, tapi karena harus berhadapan dengan ibunya. Cintia menjambak rambutnya pelan karena frustasi.

"Sekarang gimana?! Aku gak mau ya nikah sama kamu!" ucap Cintia putus asa.

"Heh!" teriak Cintia saat melihat Adiyaksa yang hanya duduk diam diatas sofa. Wajah laki-laki itu pun tidak menunjukkan kecemasan.

"Menikah ya tinggal menikah dek, apa sih yang kamu cemaskan? Mas ini kaya raya lo, kamu mau belanja berapa juta juga mas akan kasih, masa kamu gak mau jadi istrinya mas. Mas ini juga baik, sudah seperti suami idaman, bahkan banyak ibu-ibu yang mau anaknya dinikahi sama mas. Masa kamu yang sudah mau menikah sama mas masih nolak? Mas saja sudah di depan mata kamu loh ini dek." Adiyaksa menatap Cintia dengan wajah polosnya.

"Apa?" Cintia berkali-kali menarik napasnya pelan lalu menghembuskannya pelan, berusaha meredam emosi agar tak semakin tersulut karena wajah pongah Adiyaksa.

Mimpi apa dia bisa berada pada situasi yang tidak menguntungkannya seperti ini. Kalau tahu akan seperti ini jadinya, lebih baik dia meminta orang lain saja untuk mengantar makanan. Kepalanya sudah terasa ingin pecah sekarang, rasanya kepalanya sudah mengeluarkan asap tak kasat mata, jantungnya pun berdebar seolah akan melompat keluar dari dalam tubuhnya beberapa detik lagi.

"Kamu mau hadiah pernikahan apa dek? Khusus buat kamu apapun mas kasih," jelas Adiyaksa sambil menggerakkan jemarinya di atas ponsel. Adiyaksa akan menyiapkan segala keperluan untuk dia bawa ke rumah calon mertuanya nanti malam.

"Dek," panggil Adiyaksa sekali lagi saat tak mendapat jawaban dari Cintia. Bahkan wanita itu masih berdiri di depan pintu ruangan. Adiyaksa hanya menggelengkan kepalanya lalu melirik jam tangan mahalnya. Kepala Adiyaksa mengangguk saat selesai menghitung berapa jam lagi dari sekarang sampai nanti malam pukul tujuh.

"Aku mau rumah mewah dua lantai, taman luas penuh bunga di halaman depan, lalu halaman belakang penuh tanaman rempah. Aku gak mau rumah yang hanya ratusan juta. Aku mau yang milyar ya!" Cintia melipat tangannya di depan dada sambil menatap Adiyaksa dengan senyum congkak miliknya.