Setelah persetujuan Cintia yang mengizinkan Adiyaksa untuk mendekat. Kini dua orang itu kembali terpisah, Cintia yang masih tetap di dalam kamar dan ingin mengistirahatkan tubuh. Adiyaksa justru sedang berada di ruang televisi bersama Bagas, Sanjaya dan Anita.
Dia menceritakan segala hal yang dia lakukan bersama Cintia di dalam kamar. Kali ini dia berkata jujur, tidak ada yang dilebih-lebihkan.
"Seneng kamu?! Awas lo kalau adikku dibikin nangis! Kamu yang tak buat nangis!" ancam Bagas yang dihadiahi tawa kecil oleh Adiyaksa. Laki-laki itu tahu pasti bahwa ancaman yang terdengar seperti candaan itu adalah ancaman yang sebenarnya. Bagas tidak pernah main-main dengan yang berhubungan dengan Cintia.
"Yaudah ayo makan ayo. Ibu udah siapin makanan kesukaanmu lo di meja makan. Khusus buat calon mantu tak siapin," ajak Anita sambil beranjak berdiri.
"Bagas! Paksa adikmu buat makan! Kalau masih tidur bangunin aja, kalau perlu lempar ke kolam ikan dibelakang biar cepet bangun," lanjut Anita berteriak.
"Ya gitu itu calon ibu mertuamu. Gak nyesel kan kamu nanti punya ibu mertua kaya gitu? " bisik Sanjaya sambil berbisik ke arah Adiyaksa.
"Aku aduin ke ibu lo yah," ancam Bagas sambil berteriak.
Sontak mata Sanjaya membulat mendengar teriakan anaknya itu. "Bahaya ini. Ayah ke ruang makan dulu ya, sebelum calon ibu mertuamu ngamuk," pamit Adiyaka lalu melangkah cepat menuju ruang makan. Adiyaksa hanya terkekeh geli melihat suasana yang sudah lama tak dia temui. Biasanya setiap hari dia melihat seperti ini.
Hanya saja, posisinya kali ini bukan hanya sebagai sahabat Bagas, tapi juga sebagai calon suami Cintia. "Calon suami?"
Tidak lama setelah melihat ayah bagas yang pergi ke ruang makan, suara gaduh juga terdengar dari kamar Cintia. Terdengar adik kakak itu sedang mengoceh dan saling menggerutu dengan keras. Lalu tak lama Adiyaksa melihat wajah bengkak dari Cintia karena baru saja bangun tidur.
Adiyaksa juga memaklumi saja karena kalau dia menghitung, masih tiga puluh menit waktu Cintia tertidur dan dibangunkan dengan paksa.
"Yuk Di," ajak bagas saat adik dan kakak itu keluar dari kamar Cintia. Adiyaksa pun hanya menganggukan kepala lalu mengikuti mereka. Ini adalah makan malam pertama bersama adik manis. Sungguh hatinya sangat berbunga saat ini.
"Nah sudah kumpul kan semuanya? Ayo makan. Enak lo ini."
"Yang ini masak sendiri, tapi nila asam manisnya tadi beli, tapi yang lainnya masak sendiri. Khusus soalnya buat Adiyaksa ini yang udah lama gak kesini, gak tahu banget kalau orang kangen." Anita bersungut kesal dengan tatapan ke arah Adiyaksa.
Adiyaksa terkekeh geli melihat ibu sahabatnya yang masih terlihat kesal dengannya. "Iya, sekarang tenang aja. Kalau perlu Adiyaksa tiap hari kesini. Pagi siang malam, kala perlu nginep sini lah. "
"Awas lo ya gak sampai setiap hari kesini, tak lempar kamu ke kolam ikan dibelakang," ancam Anita sambil mengisikan nasi serta lauk pauk Adiyaksa ke atas piring.
"Makan yang banyak, yang sehat," ucap Adiyaksa lalu memberikan secuil nila asam manis ke atas piring Cintia.
Cintia yang diberikan perlakuan seperti itu oleh Adiyaksa pun tiba-tiba tiba menghentikan gerakannya yang hendak mengarahkan sendok ke mulutnya.
"Makasih," jawabnya pelan. Meski dengan berat hati Cintia mengatakannya, tapi dia juga masih punya hati dan punya sopan pada orang lain. Tidak mungkin Cintia tiba-tiba mengembalikan nila asam manis itu ke piring Adiyaksa. Lagipula nila asam manis juga makanan yang dia sukai.
Jujur saja Cintia merasa tersanjung dengan sikap Adiyaksa. Laki-laki itu juga mengatakan bahwa dia tahu Cintia menyukai nila asam manis, itulah kenapa dia memberikan lauk itu pada Cintia. Adiyaksa juga tahu bahwa sejak tadi Cintia menatap penuh minat ke arah nila asam manis itu. Tapi Adiyaksa menduga, Cintia masih merasa canggung untuk berada dekat dengannya karena nila asam manis itu berada di dekatnya.
"Si adek manis bener-bener lucu. Kaya kucing yang dikasih makan, suka malu tapi bar-bar, " batin Adiyaksa memuji. Dia benar-benar beruntung bisa mendekati Cintia. Beruntung saat itu kekasihnya selingkuh saat akan dia ajak menikah. Kalau tidak ada acara selingkuh kan, dia tidak mungkin bisa bertemu dengan Cintia.
Rencananya untuk terlihat kasihan di depan Cintia juga sudah berhasil. Jika Adiyaksa mau memaksa Cintia untuk menikah pada detik ini pun dia bisa. Hanya saja, dia ingin merebut hati Cintia juga, bukan hanya fisiknya saja. Jadilah dia berperan menjadi laki-laki penuh dosa, laki-laki yang tersiksa akan cinta yang menggebu. Tapi Adiyaksa tidak berbohong bahwa dia memang mencintai Cintia. Hanya penyampaiannya saja yang berlebihan.
"Kalau gak lebay ya bukan Adiyaksa," ucapnya saat Bagas mengumpati tentang sikapnya yang aneh.
"Mau lagi asam manisnya? Tak ambilin kalau adek masih mau, " tawar Adiyaksa saat Cintia terus menerus melirik ke arah nila asam manis.
"Emm… Gak usah. Udah kenyang, " jawab Cintia lirih. Hanya saja semua orang di meja makan itu sedang menahan tawanya mendengar ungkapan ragu dari bibir Cintia. Mereka tahu bahwa Cintia bisa menghabiskan dua ekor nila asam manis, lalu secuil nila asam manis saja tidak akan membuat Cintia merasa puas.
Melihat raut muka dari semua orang pun Akhirnya membuat Adiyaksa memutuskan untuk mengarahkan sepiring nila asam manis miliknya pada Cintia. Karena nila asam manis di dekat Bagas sudah terisi duri dan kepala nila.
"Kok? Kan punya mas,"ucap Cintia ragu. Sebenarnya bibirnya hanya bersikap basa basi saja karena tangannya sudah sangat ingin bergerak sendiri untuk memotong daging-daging ikan itu.
"Buat adek aja. mas kan sudah makan tadi, sekarang nila asam manisnya buat adek manis aja. Suka to sama nila asam manis? Nah dihabiskan kalau gitu," ucap Adiyaksa disertai senyuman yang sangat memikat Cintia.
Beberapa detik seolah Cintia ditarik ke dalam lautan terdalam yang berisikan Adiyaksa di dalamnya. Bahkan, nila asam manis yang menggoda pun kalah menggoda jika dibandingkan dengan Adiyaksa.
Laki-laki itu… Terlalu memukau bagi Cintia.
"Makasih mas Adi," jawab Cintia pelan dengan pipi bersemu merah. Adiyaksa pun begitu, hingga telinganya memerah karena mendengar panggilan yang menurut Adiyaksa sangat seksi itu. Ternyata saat Cintia memanggilnya "mas", dunianya seolah berputar dan membuat keinginan Adiyaksa untuk memiliki anak-anak cantik dan tampan bersama Cintia semakin besar.
"Lihat aja pokoknya dek, kamu harus jadi milik mas! Gak boleh ada yang memilikimu kecuali mas! Mas juga akan pastikan kamu akan menikah dengan mas, gak lama setelah ini," batin Adiyaksa bertekad. Biarlah dia menggunakan cara licik, Adiyaksa juga tidak peduli, asalkan Cintia segera menjadi miliknya dan hidup bersama selama-lamanya dengan dia.