Chereads / Mengejar Cinta Guru Tampan / Chapter 28 - Dihukum gara-gara Arkan

Chapter 28 - Dihukum gara-gara Arkan

Memang susah menjelaskan apa yang sedang terjadi saat ini.

"Gini, Dini sayang. Kemarin itu Zain pernah bilang kalau dia tau semuanya tentang Arkan yang nggak pernah gue ketahui, Zain juga sangat yakin jika suatu saat nanti gue tau semuanya tentang Arkan, gue gak akan pernah bisa maafin Arkan."

"Terus maksudnya cari tau tentang lo? Gue semakin nggak ngerti, Ra."

"Waktu gue marah sama Zain dirumah sakit, Zain pernah bilang kalau dia tau sesuatu tentang gue, Din. Saat gue tanya Nenek juga Nenek seolah nyembunyiin sesuatu gitu dari gue. Makanya gue juga bakal cari tau sesuatu tentang gue, walaupun gue juga nggak tau apa maksudnya. Lo pasti bingung dengan penjelasan gue? Sama, Din. Gue juga bingung dengan kehidupan gue yang super duper rumit."

"Lo yang sabar ya, Ra. Gue janji bakal bantuin lo kok." Ucap Dini sambil memelukku dan mengusap pelan bahuku.

******

Hari ini aku kembali kesekolah, hari yang kutunggu-tunggu karena bisa bertemu dengan Arkan. Nggak mungkin sih aku bisa bertemu dengan Arkan, orang Arkan aja selalu menghindar gitu. Dirumah aja nggak pernah ketemu meskipun tempa tinggal bersebelahan, apalagi disekolah yang terdapat banyak sekali tempat untuk ngumpet.

Pagi-pagi sekali Zain sudah berada dirumah Nenek untuk menjemputku kesekolah. Aku sengaja menyuruh Zain menjemputku karena aku ingin melihat reaksi Arkan saat tau aku berangkat bareng Zain.

Tapi nyatanya Zonk, dari pagi sampai hampir jam 7 tak kulihat Arkan sama sekali keluar kos. Pintunya masih tertutup rapat. Apa Arkan nggak ngajar ya. isshhh, sia-sia dong niat hati ingin memanas-manasi Arkan eh malah aku sendiri yang panas karena harus berangkat bareng Zain.

Sampai sekolah segera aku berjalan kearah kelasku.

"Ra, Pak Kepsek kemarin bilang loh, katanya dikelas kita nanti akan kedatangan 2 guru baru." Ucap Dini antusias saat kita nyampai didalam kelas.

"Guru baru?" Tanyaku yang mendapat anggukan kepala dari Dini.

"Tapi kenapa...." belum sempat aku melanjutkan ucapanku, Pak kepsek masuk kedalam kelasku bersama dua orang lainnya. Satu laki-laki dan satu perempuan.

Dan tau nggak siapa laki-laki yang datang bersama Pak Kepsek? Ternyata Zain gaess, aku heran deh kenapa dia bisa ada disini lagi ya, jangan-jangan..... oh no.

"Selamat pagi anak-anak." Sapa Pak Kepsek.

"Selamat pagi, Pak." Jawab anak-anak serempak.

"Mereka ini adalah guru baru kalian yang pernah saya ceritain kemarin. Untuk yang Bapak ganteng ini pasti kalian masih ingat kan siapa beliau? Beliau adalah Pak Zain yang kemarin mendampingi kalian saat berjelajah. Dan yang guru cantik ini namanya Bu Nuri. Semuanya sudah jelas anak-anak? Apa ada yang ditanyakan?" Jelas Pak Kepsek panjang lebar.

Penjelasan Pak Kepsek membuatku darah tinggi. Yang aku mau disekolah selalu melihat Arkan, bukan malah melihat Zain. Gimana sih? Lagian tadi Pak Kepsek bilang apa? Guru yang mendampingi saat jelajah, bohong banget. Orang jelajah kita dibiarin sendiri sampai aku tersesat. Gimana sih.

Reflek kuangkat sebelah tangan bertujuan untuk bertanya.

"Kalian suami istri ya, Pak, Bu? Cocok banget loh." Ucapku sambil menyunggingkan sudut bibirku.

"Bukan, kami bukan suami istri. Kan kamu calon istri saya." Jawab Zain sambil tersenyum sinis.

Astagaaa... ini mah namanya senjata makan tuan.

Zain... awas ya lo.

Pak Kepsek memandang Zain seolah meminta penjelasan apa yang diucapkan Zain barusan.

"Oke-oke, akan saya jelaskan. Saya dan Amaira akan segera menikah, tapi nanti setelah dia lulus sekolah. Sekarang kan dia sudah kelas dua bentar lagi kelas tiga. Nggak lama lagi lah saya nungguinnya." Jelas Arkan yang membuatku semakin malu. Tapi aku nggak boleh malu, aku yang harus membuat Zain malu.

"Kenapa Pak Zain memilih saya? Kan ada Bu Nuri cantik yang seumuran dengan Pak Zain, Bu Nuri juga sudah cukup matang untuk menikah. Lah Pak Zain malah memilih gadis bau kencur seperti saya. Biar gampang dibohongi ya, Pak." Ucapku panjang lebar dengan tertawa sinis.

Kulihat Zain sedang menggaruk tengkuknya yang kuyakini tak gatal. Nggak bisa jawab kan lo, Zain. Amaira dilawan.

"Sudah... sudah... mungkin apa yang dibilang Pak Zain tadi hanya sebuah candaan." Ucap Pak Kepsek menengai, aku hanya mengangguk merasa menang dari Zain. "Kalau nggak ada yang ditanyain lagi kita bertiga pamit ya. Sebentar lagi pelajaran akan dimulai, nggak ada yang boleh keluar kelas tanpa seizin guru." Lanjut Pak Kepsek.

"Baik, Pak." Jawab semua murid.

Saat pelajaran dimulai aku izin ketoilet, nggak tahan ingin buang air kecil.

Selesai dari toilet ingin segera kembali kedalam kelas, tapi saat melewati perpustakaan aku melihat Arkan sedang duduk dibawah pohon beringin bersama seorang guru wanita. Apakah Arkan lagi PDKT dengan guru baru itu?

"Arkan." Panggilku pelan.

Mereka berdua menoleh bersamaan. Kulihat Arkan hanya menatapku sekilas setelah itu mengalihkan pandangan kearah lain.

"Loh, kamu kok ada diluar kelas? Bukannya sekarang waktunya pelajaran ya?" Tanya Bu Nuri.

"Kalian juga ngapain berduaan disini? Bukannya sekarang waktunya ngajar?" Tanyaku balik.

Arkan sama sekali tak bergeming, sedangkan Bu Nuri seperti salah tingkah setelah mendengar ucapanku.

Aku kembali kedalam kelas dengan perasaan yang tak bisa dijelaskan, hatiku begitu sakit. Apakah aku memang harus mulai melupakan Arkan? Apa aku bisa? Aku nggak yakin.

Entah bagaimana bisa, baru beberapa hari kenal tapi rasa cinta ini sangat sulit dihilangkan, sepertinya memang nama Arkan sudah sangat melekat dalam hatiku.

"Amaira, apa kamu paham dengan apa yang tadi ibu jelaskan?" Tanya Bu Asri, guru yang sedang mengajar pelajaran Matematika.

Reflek aku menggeleng, karena memang aku sama sekali nggak paham. Aku nggak bisa fokus dengan apa yang dijelaskan Bu Asri tadi.

"Makanya, kalau sekolah harus fokus. Memang apa yang kamu fikirkan sampai nggak fokus dengan pelajaran saya?" Tanya Bu Asri dengan marah.

"Bukan urusan Ibu." Jawabku datar.

"Kamu berani sama saya, Amaira? Silahkan keluar, berdiri dilapangan dengan hormat, selama pelajaran saya selesai, SEKARANG." Bu Asri menekan kata diakhir kalimat.

Aku segera keluar menuruti apa yang diperintahkan oleh Bu Asri, aku sudah terbiasa dihukum saat dikota. Jadi hukuman seperti ini sudah seperti makananku sehari-hari.

Aku berdiri ditengah lapangan sambil hormat pada bendera. Kulihat Arkan keluar dari ruang guru yang diikuti Bu Nuri dibelakangnya.

Nggak cuma badanku saja yang terasa panas, tapi juga hatiku. Hatiku jauh lebih panas. Panas banget rasanya melihat mereka, dimana ada Arkan disitu pasti ada Bu Nuri.

"Anak itu dihukum pasti gara-gara tadi keluar kelas." Kudengar Bu Nuri berucap, namun sama sekali tak ditanggapi oleh Arkan.

Padahal aku dihukum itu semua gara-gara Arkan.