Chereads / Mengejar Cinta Guru Tampan / Chapter 30 - Arkan kembali perhatian

Chapter 30 - Arkan kembali perhatian

Arkan bersiap untuk pergi tapi kucekal pergelangan tangannya.

"Jangan tinggalin aku lagi, pliissss." Pintaku memohon.

"Aku ada kelas." Jawabnya cuek.

"1 menit aja. Kasih aku waktu satu menit untuk memandangmu, setelah itu pergilah. Aku nggak akan ngejar-ngejar kamu lagi." Ucapku sambil memandang lekat wajahnya.

"Hmmm, baiklah." Ucapnya berat.

Belum juga waktu dimulai, perusuh sudah berdatangan.

Zain dan Bu Nuri datang keruang UKS. Ganggu terus deh Guru baru itu. Nyebelin banget.

"Pak Arkan, kok nggak ngajar. Bukannya ada jam dikelas 2B ya." Ucap Bu Nuri yang membuatku enek.

Arkan memandangku sebentar, aku pun memandangnya seolah ingin berkata agar dia tak meninggalkanku. Tapi Arkan lebih dulu memutus kontak mata diantara kami dan melangkah keluar ruangan.

Guru baru itu kayaknya sekongkol deh, mereka berdua sekongkol ingin menjauhkanku dari Arkan.

Aku nggak akan pernah bisa jauh dari Arkan. Aku akan terus mencari cara agar bisa berduaan dengan Arkan.

Amaira vs Nuri. Lihatlah siapa yang akan menang. Huh.

Bu Nuri melangkah keluar menyusul Arkan, hanya tinggal aku dan Zain diruangan ini.

Kupejamkan mataku, lebih baik aku tidur daripada harus melihat Zain.

"Amaira, kamu nggakpapa kan?" Tanya Zain yang sama sekali tak kutanggapi.

"Amaira, kamu tidur?" Tanyanya lagi.

Aku sama sekali tak bergeming, aku muak melihat Zain.

Kenapa dia sama sekali nggak bisa peka kalau aku sangat membencinya.

Kenapa Zain selalu saja menggangguku? Begitu besarkah cintanya padaku? Tapi aku sama sekali tak mencintainya, walaupun semua siswi banyak yang mengaguminya kecuali aku.

Apakah cinta bisa dipaksakan? Enggak, cinta nggak bisa dipaksa. Buktinya aku terlanjur mencintai Arkan dan sulit sekali dihilangkan. Eh ralat, bukan sulit sih, tapi memang nggak bisa dan nggak akan pernah bisa.

"Yaudah kamu istirahat dulu ya."

Kudengar Zain berbicara lirih, dan keluar dari ruang UKS.

Sepergian Zain, Dini pun datang dengan menampakkan expresi kekawatirannya.

"Ra, lo nggakpapa kan? Kata teman-teman tadi lo pingsan?" Tanya Dini kawatir.

"Gue nggakpapa Dini sayang. Lagian gue malah senang, gue malah pengennya dihukum tiap hari dan pingsan tiap hari." Jawabnyu dengan tersenyum.

"Lo gila ya, Ra. Dahi lo hangat, Ra." Ucap Dini sambil menempelkan telapak tangannya kedahiku. "Mana ada orang waras yang mau dihukum tiap hari." Lanjutnya.

"Lo nggak tau aja rasanya pingsan, habis itu digotong orang yang lo cinta. Rasanya Ahh mantap." Ucapku yang membuat Dini menonyor kepalaku.

"Lo itu dalam keadaan sakit maupun enggak itu sama, sama-sama gesrek." Ucap Dini dengan jengkel. "Yaudah, loh istirahat dulu. Gue masih ada pelajaran." Lanjutnya sambil melangkah keluar ruangan.

Andaikan ada Arkan saat ini, pasti bisa berduaan tanpa ada orang yang ganggu. Sepi banget di ruangan ini sendirian.

Kadang aku juga suka bingung dengan sifat Arkan yang suka berubah-ubah. Jujur, memang sebenarnya Arkanlah yang aju cinta, hanya Arkan yang aku mau. Tapi aku juga bingung, disaat Irfan menghubungiku kenapa hatiku juga merasa senang. Mungkinkah masih ada sedikit cinta dihatiku untuk Irfan? Mungkin nemang masih ada, tapi nggak sebesar cintaku sama Arkan. Karena aku memang begitu mencintai Arkan. Di Kota dulu waktu merebutkan Irfan, sainganku cuma satu, yaitu Desi. Saingan cuma satu aja aku kalah. Desilah yang bisa merebut hati Irfan. Sedangkan disini sainganku malah dua. Entahlah, aku percaya kalau memang jodoh nggak bakal kemana.

"Kamu sudah baikan?"

Aku kaget dengan suara seseorang yang tiba-tiba muncul dari balik pintu ruangan.

"Arkan." Lirihku.

"Gimana keadaan kamu?" Tanya Arkan sambil duduk disebelahku.

"Aku nggakpapa kok." Jawabku dengan wajah berbinar. Ternyata Arkan masih begitu perhatian denganku. "Kamu ngapain kesini? Bukannya kamu ada jam mengajar?" Lanjutku bertanya.

"Siswa-siswi sudah aku kasih tugas, jadi aku tinggal sebentar buat jengukin kamu." Jawabnya membuat aku ingin berjingkrak kegirangan.

Sungguh ini yang aku inginkan, perhatian darinya dan ingin selalu berdua dengannya. Semoga nggak ada lagi pengacau yang datang.

"Ra, gue datang lagi buatnemenin lo." Teriak Dini dari luar kemudian masuk tanpa permisi.

Baru juga berdoa agar nggak ada yang mengganggu, eh nih anak kunti malah tiba-tiba datang dengan PDnya.

"Lo ngapain kesini?" Tanyaku berbisik.

"Mau nemenin lo lah, gue kan teman baik lo satu-satunya." Jawabnya polos.

"Kan sudah ada Arkan, lo ganggu aja sih." Lagi-lagi aku bicara dengan berbisik.

"Oopss, sorry gue nggak tau." Jawabnya dengan nyengir.

"Emang dasar ya lo sengaja." Ucapku dengan bete.

"Sumpah, Ra. Gue tadi nggak tau." Dini mengangkat jarinya membentuk huruf V.

"Kamu nggak ada pelajaran?" Tanya Arkan pada Dini.

"Nggak ada, Pak. Tadi sama Bu Nuri disuruh ngerjain sedikit tugas." Jawab Dini.

"Permisi, Amaira gimana kabarnya? Sudah baikan?" Bu Nuri tiba-tiba datang.

Asem memang, pengacau sudah datang. Bakalan susah lagi buat berduaan dengan Arkan.

"Saya nggakpapa, cuma butuh waktu aja buat sendiri." Jawabku cuek.

"Kalau gitu kita keluar yuk, Pak Arkan. Amaira butuh waktu untuk sendiri. Mungkin lagi banyam fikiran makanya bisa pingsan." Ucap Bu Nuri sambil menyeret tangan Arkan keluar ruangan.

Ihh, dasar Nenek lampir, pengacau. Arkan juga kenapa dia nggak nolak sih, nyebelin, semuanya nyebelin.

"Yang sabar ya, Ra." Ucap Dini mengelus pundakku. Dia selalu tau apa yang aku rasakan. Hanya Dini yang selalu bisa menenangkan hatiku saat kesal.

"Makasih ya, Din. Lo selalu ada untuk gue. Makasih lo udah jadi sahabat terbaik buat gue."

Dini hanya mengangguk dan tersenyum.

Aku sangat beruntung punya sahabat kayak Dini, andaikan Dini itu saudara kamdung gue. Pasti bakal lebih seru jika beneran terjadi. Tapi sayangnya aku dan Dini anak tunggal. Sama-sama kurang perhatian dari orang tua, sama-sama nggak punya saudara, selalu sendiri jika ditinggal kerja orang tua.

"Amaira." Arkan tiba-tiba kembali datang mengagetkanku.

"Kok balik lagi, bukannya tadi diajak pergi sama Bu Nuri?" Tanyaku tanpa memandangnya.

"Tadi aku bilang mau ke toilet, tapi aku tinggal kesini ingin nemenin kamu." Jawab Arkan membuatku tersenyum.

"Aku pergi ke kantin dulu ya, Ra. Lapar." Dini berpamitan.

Aku tahu kalau Dini memang ingin aku berduaan sama Arkan, Dini memang sangat pengertian.

"Kamu mau makan nggak?" Tanya Arkan. Tapi aku hanya menggeleng sambil memandangnya. "Kan kamu tadi belum makan, makanya kamu pingsan." Lanjutnya.

"Aku nggak mau makan, nanti aja makan di rumah minta suapin sama Nenek." Ucapku sambil bermain handpone.

"Kalau aku yang suapin, kamu mau nggak?" Tanya Arkan dengan senyum menggoda.

"Mau banget." Jawabku dengan wajah berbinar.

"Nanti aja ya kalau kamu udah jadi istriku." Arkan tersenyum mengejek.

"Kapan? Kamu aja selalu menghindar dariku. Sifat kamu juga sering berubah-ubah padaku. Kadang kamu perhatian seperti sekarang ini, kadang juga kamu cuek dan menghindariku." Ucapku bersedih.

"Itu karena ada sesuatu hal yang memang harus menjauh darimu, Amaira." Ucap Arkn dengan menunduk.

Sesuatu hal? Hal apa yang membuat Arkan menjauhiku?