Chereads / Mengejar Cinta Guru Tampan / Chapter 29 - Pingsan di lapangan

Chapter 29 - Pingsan di lapangan

Padahal aku dihukum itu semua gara-gara Arkan.

Arkan hanya fokus memandangku sambil terus berjalan kearah kantin, tapi aku tak peduli itu. Aku dihukum juga gara-gara Arkan. Dan awal bencana yang menimpaku adalah Zain.

Kukeluarkan handponku dari dalam saku bajuku, aku membuka aplikasi berlogo huruf W. Kuketik status (kebanyakan memikirkan seorang yang nggak berperasaan, alhasil dapat hukuman) lalu kupencet kirim.

Tak berapa lama kulihat Arkan sudah melihatnya.

Tak kulanjutkan hukumanku, aku malah pergi kekantin untuk makan siang padahal belum waktunya istirahat.

Saat sampai dikantin aku melihat mereka berdua lagi, memang dari awal aku juga udah tau kalau mereka pasti berjalan kekantin. Aku sengaja memilih tempat duduk yang dekat dengan mereka.

"Bu, mau pesan dong." Teriakku pada Ibu kantin.

Ibu kantin gegas menghampiriku.

Padahal biasanya aku selalu sopan loh kalau mau peaan makan, tapi waktu itu pas Arkan selalu ada disampingku. Sekarang kan udah nggak ada, jadi bebas lah terserah aku.

"Mau pesan apa, Mbak Ira?" Tanya Ibu kantin.

"Mau pesan bakso, Bu. Gak pakek caos, gak pakek sambal, sama satu lagi jangan lupa nggak pakek perasaan. Biar bisa memainkan hati orang seenaknya." Ucapku yang sengaja kukeraskan suaraku agar Arkan mendengar.

Dan jelas saja, Arkan melototkan matanya saat mendengar ucapanku.

Kan memang benar apa yang aku ucapkan, memangnya ada yang salah kah?

Arkan melototkan matanya saat mendengar ucapanku.

"Mbak Ira habis putus cinta ya?" Tanya Ibu kantin.

Saya manggilnya Ibu kantin, karena memang murid-murid maupun para Guru semua manggilnya Ibu kantin. Jadi aku ikut lah.

"Bukan, tapi putus urat nadi." Jawabku sekenanya.

Yang membuat Arkan membanting sendok dalam mangkok sambil memangdang kearahku.

Apa salahku coba? Apa yang aku katakan kan sebuah fakta, buka fitnah..

"Bukan, tapi putus urat nadi." Jawabku sekenanya.

"Mati dong, Mbak." Jawab Ibu kantin.

"Bakso saya mana, Bu. Saya laper, jadi pengen makan orang yang suka mainin hati cewek." Ucapku yang membuat Ibu kantin lari tergopoh membuatkanku bakso.

"Kan belum waktunya istirahat, kenapa kamu bisa kekantin?" Tanya Bu Nuri yang nggak kutanggapi sama sekali.

"Heeiii, Ibu lagi ngomong sama kamu ya." Ucap Bu Nuri sambil menaikkan volume suaranya beberapa oktaf.

"Oh, Ibu bicara dengan saya? Saya kita tadi bicara sama patung yang ada disebelah Ibu." Jawabku sambil bermain handpone.

"Kamu itu sedang ngomong sama Guru, nggak bisa sopan sedikit apa?"

"Ibu dari tadi ngomong kamu kamu kamu kamu terus deh, nama saya Amaira Bu, AMAIRA." Sengaja kutekankan namaku agar dia dengar.

"Oh, Amaira. Tadi yang lagi dihukum berdiri dilapangan sambil hormat bukan?" Tanya Bu Nuri lagi.

"Menurut Ibu?"

"Iya, kamu."

"Nah, itu tau."

"Kenapa kamu dihukum?"

"Bukan urusan Ibu."

"Sekali lagi saya tanya, kenapa kamu dihukum?"

Nih Guru kayaknya 11 12 deh sama Bu Asri yang tukang hukum itu. Nada bicaranya selalu ketus. Cara bicaranya dengan wajah sok imutnya beda banget.

"Ibu ingin tau? Oke, biar saya kasih tau. Saya dihukum gara-gara melamun didalam kelas, dan saya mengakui kalau saya kurang pintar makanya bisa memikirkan orang yang sama sekali nggak berperasaan. Sudah jelas Bu Guru yang cantik tapi nggak secantik saya." Ucapku dengan tersenyum sinis.

"GR banget." Lirih Bu Nuri yang masih bisa kudengar.

"Pak Arkan." Panggilku pelan namun Arkan enggan menanggapi, ia hanya menoleh. "Pak Arkan sakit gigi ya?" Lanjutku yang membuat Bu Nuri melototkan matanya.

Aku langsung membungkam mulutku sambil tertawa kecil.

Diluar aja aku bisa tertawa, Arkan. Tapi asal kamu tau dalam hati aku menangis.

Sampai kapan kamu akan diam seperti ini, Arkan.

Bu Kantin selesai membuatkanku bakso.

"Sambalnya mana, Bu?" Tanyaku pada Bu kantin saat dia meletakkan bakso diatas mejaku.

"Tadi Mbk Ira bilang nggak pakek sambal?" Tanya Bu kantin bingung.

"Kalau gitu biar saya sendiri yang kasih, Bu. Bu kantin boleh pergi." Ucapku yang hanya diangguki Ibu kantin.

Kulirik Arkan sekilas sepertinya dia sedang memperhatikanku.

Kuambil sambal disebelah mangkok baksoku, kutuang satu sendok terus kucicipi, kutuang lagi satu sendok dan kucicipi lagi, begitu terus sampai sambal yang ada diwadah habis tak tersisa.

Padahal berharap banget Arkan bakal menghentikan aksi gilaku ini. Ternyata zonkk. Terus siapa yang akan menghabiskan bakso sambalku ini? Tuhan, kirimkan malaikatmu untuk menghabiskan baksoku ini. Hiks hiks.

Saat aku ingin menyendokkan bakso kemulut tiba-tiba Arkan menghampiri sambil membawa mangkok baksonya.

"Jangan dimakan, nanti kamu bisa sakit perut." Ucap Arkan sambil merebut mangkok baksoku dan meletakkan mangkok baksonya didepanku.

Terimakasih atas malaikat yang engkau kirim Tuhan, ini benar-benar sesuai rencana.

Saat hatiku mulai berbunga-bunga, seseorang datang dengan merebut mangkok baksoku dan duduk disebelahku, membuat Arkan pergi tanpa pamit. Siapa lagi kalau bukan Zain.

"Kamu ini memang bandel banget sih, belum waktunya istirahat eh malah makan dikantin." Ucapnya sambil memakan bakso pemberian Arkan.

Itu bakso pemberian Arkan, harusnya aku yang makan. Huuaaaa

Nenek, tolong anterin Amaira pindah ke bulan, Amaira mau jadi sailermoon aja. Dibumi orangnya jahat-jahat. Huuaaaa.

Kutinggalkan Zain sendiri dikantin, aku kembali ketengah lapangan untuk melanjutkan hukumanku.

Aku berdiri ditengah lapangan sambil hormat pada bendera dan menatap lurus kedepan, bukan menatap keatas gaes, tapi kedepan, karena didepan ada Arkan. Hihi

Meja ruang Arkan terlihat dari luar makanya aku sengaja melanjutkan hukumanku hanya karena ingin melihat Arkan dari lapangan. Kalau nggak ada Arkan mah ogah.

Tadi aja kutinggal kekantin karena Arkan juga kekantin.

Tiba-tiba aku merasa sedikit pusing, pandanganku pun gelap. Ada apa ini.

Bugghhhh

Aku masih bisa mendengar suara ricuh, aku pun masih bisa merasakan ada seseorang yang mengangkat tubuhku.

Kubuka sedikit mataku untuk melihat siapa yang mengangkatku, dan tetnyata Arkan.

Kalau gitu aku ingin selalu dihukum aja biar bisa selalu digendong Arkan dalam pelukannya, aseekkkkk.

Kudekatkan kepalaku kebadan Arkan, beeuuhhh. wangi ini yang selalu kurindukan.

Arkan membaringkanku diruang UKS, aku kira dia langsung pergi tapi ternyata enggak. Dia duduk disampingku sambil berkata "aku tau kamu cuma pura-pura pingsan."

Aku kaget mendengar ucapan Arkan, dari mana dia tau? Tapi aku masih memejamkan mataku seolah pingsan beneran.

"Mana ada orang pingsan ngendus-ngendus bau ketek." Lanjutnya lagi.

Aku membuka mataku perlahan sambil tersenyum malu.

"Ketek aja wangi, apalagi bau badannya." Ucapku sambil tersenyum.

"Kenapa pakek pura-pura pingsan? Agar aku menggotongmu?" Tanya Arkan dingin, sedingin waktu pertama kali bertemu.

"Eh, enggak. Awalnya memang pingsan, tapi pas kamu angkat tadi sebenarnya sudah sadar." Ucapku menunduk.

Arkan bersiap untuk pergi tapi kucekal pergelangan tangannya.

Aku nggak mau Arkan menjauh lagi dariku.