Chereads / Anak sang pembantu / Chapter 20 - Chapter 20: Pendirian Teguh

Chapter 20 - Chapter 20: Pendirian Teguh

***Di Kamar Danendra Jakarta***

"Aku menunggu ... setelah menyelesaikan SMAku, tetapi apa yang Tuan lakukan. Mebiarkanku menunggu tanpa kepastian. Aku seperti sebuah permainan bagi Tuan.Tuan pernah memikirkan bagaimana perasaanku?" tanya Asha, sedikit emosi.

"Jadi, maksudmu ... kamu akan tetap kembali ke Surabaya?" tanya Danendra menatap Asha tidak percaya.

"Kamu akan tetap memilih bercerai denganku, As ?" tanya Danendra lagi. Setelah menunggu, tetapi tidak mendapat jawaban sama sekali.

"Aku belum tahu, tapi aku yakin ini yang terbaik until kita semua, tanpa ada yang terluka . Aku harus segera kembali ke Surabaya, Tuan," sahut Asha, memilih bersiap untuk tidur. Akan tetapi, baru saja tangannya meraih selimut,Danendra sudah meraih lengannya kasar.

"Layani aku malam ini!" pinta Danendra serius. Tatapannya tajam, tidak ada kelembutan di dalam permintaannya. Siapapun akan heran, melihat seorang suami meminta dengan cara seperti ini. Dalam tutur bahasa dan nada bicara yang tidak ada kelembutan sama sekali.

"Aku tidak mau, Tuan. Status hubungan kita belum jelas sampai sekarang. Maaf, aku tidak bisa," tolak Asha , menghempaskan tangan Danendra yang sedang menggenggam lengan Asha dengan erat. Danendra menghela napas kasar. Danendra masih ada waktu beberapa hari. Seandainya Asha masih tidak bisa dibujuk,Danendra akan menggunakan jalan singkat untuk membuat istrinya membatalkan rencana perceraiannya. Kalau Danendra sudah tidak memiliki kesempatan lagi, terpaksa Danendra harus menggunakan cara terbejat sekali pun.

"Danendra tidak akan gagal untuk kedua kalinya.Perceraianku sepuluh tahun yang lalu, itu yang pertama dan terakhir!"hati Danendra membatin sendiri.

Danendra memilih melepaskan Asha malam ini. Membiarkan istrinya bisa tidur lelap, sambil berpikir ulang bagaimana membujuk dan mengubah pikiran Asha .

"Tidurlah, As . Aku tidak akan mengganggumu malam ini," ucap Danendra , berusaha menenangkan

istrinya.

"Bagaimana bisa tidur dengan tenang. Baru saja dia mengucapkan kata-kata yang membuatku tidak bisa tidur," gerutu Asha dalam hati.

Beberapa hari, berlalu dengan biasa saja. Danendra tidak pernah membahas apa pun lagi mengenai hubungan rumah tangganya. Hari-hari terlewati dengan tenang. Pagi hari diawali sarapan bersama, setelah itu rutinitas ibu dan anak yang mengantar sang ayah berangkat ke kantor. Malam pun, hanya akan ada acara makan yang diakhiri dengan menidurkan Hayana , membacakan dongeng sambil menepuk lembut punggung gadis kecil itu.

Malam ini, malam terakhir Asha di Jakarta. Besok, Asha harus segera kembali ke Surabaya. la sudah merindukan Ibu , kantor dan tokonya . Setelah menidurkan Hayana , seperti biasa Asha akan kembali ke kamarnya. Kamar Danendra lebih tepatnya.

Ceklek!

Saat pintu kamar terbuka, pemandangan yang di tangkap matanya adalah Danendra yang sedang

duduk bersandar di atas ranjang, dengan laptop yang diletakkan di atas pangkuannya. Tidak biasanya Danendra masih terjaga. Biasanya pria itu sudah meluruskan tubuhnya, berbaring di balik selimut. Tanpa banyak bicara, Asha langsung menuju sisi kosong ranjang empuk Danendra , tempat biasa Asha tidur selama hampir seminggu ini.

" As , kamu sudah yakin dengan keputusanmu?"tanya Danendra tiba-tiba, memecahkan keheningan di antara keduanya. Tampak Danendra menutup laptop di pangkuannya, meletakan di atas meja kecil, di samping tempat tidur.

Tangannya sudah ikut menarik selimut yang sama, menyimpan tubuhnya di dalam selimut berusaha mencari kehangatan. Hening. Tidak terdengar jawaban sama sekali.

"As , kamu sudah tidur?" tanya Danendra lagi, setelah melihat punggung istrinya tidak bergerak sama sekali.Lama menunggu,Danendra mencoba memberanikan diri memegang pundak Asha , sambil memanggilnya pelan.

"As , As ," panggil Danendra , melirik sekilas jam di dinding. Saat ini baru pukul 22.30 malam.

"Apa aku peluk saja, ya?" ucap Danendra pelan, sambil tersenyum licik. Danendra sangat yakin, Asha masih terjaga dan hanya pura-pura tidur demi menghindari pembicaraan dengannya. Asha yang mendengar ucapan Danendra , langsung memejamkan matanya. Berdoa dalam hati, semoga bisa terlelap dengan cepat. Jantungnya berdetak kencang begitu otaknya mencerna kalimat yang dilontarkan Danendra .Asha mengingat jelas ucapan Danendra beberapa hari yang lalu,di mana Danendra minta dilayan. Asha bukan anak kecll yang tidak paham maksud suaminya saat itu.Lima menit menunggu, Asha tetap diam. Dengan membulatkan tekad, akhirnya Danendra bergeser mendekati istrinya .Mengalihkan bantal guling yang menjadi pemisah mareka selama seminggu ini.

"Maafkan aku, As. Aku terpaksa," bisik Danendra pelan, sebelum memeluk tubuh istrinya dari be-

lakang.Dan benar saja, saat tangannya sudah mengunci tubuh Asha , terdengar teriakan kecil dari bibir

istrinya.

"Aahh!" teriak Asha , langsung berbalik. Sedikit mendorong tubuh Danendra yang sudah menempel

padanya.

"Apa-apaan, Tuan!" ucap Asha dengan nada yang sedikit meninggi. Kedua tangannya sudah tersilang di depan dada.

" As , aku serius. Aku tidak mau bercerai. Aku mohon," ucap Danendra mengambil kesempatan ini untuk mengeluarkan isi hatinya.

"Tuan,aku tahu Tuan tidak mencintaiku .Sebaiknya kita tidak perlu berkultivasi dan memupuk hubungan kita.Sebisanya diakhiri dengan titik nokta."jelas Asha dengan berani .

"Ayo kita benar-benar berumah tangga sekarang. Aku tidak mencintaimu dan aku yakin kamu juga tidak mencintaiku. Mari kita sama-sama belajar untuk itu," lanjut Danendra lagi..

" Aku mohon ,As ,"suara Danendra sedikit iba.Asha menatap heran laki -laki di depannya.

"Aku ... aku .. "Asha tidak tahu harus mengatakan apa. Lidahnya keluh, pikiran kosong seketika saat dipaksa harus bertatapan dengan majikan yang sekarang menjadi suaminya.Apalagi dalam jarak sedekat ini, berbagi tempat tidur bersama.

"Kita lakukan demi Ibu dan Hayana . Aku berjanji akan setia," ucap Danedra meyakinkan.

"Aku berjanji akan menjadi suami dan Daddy terbaik untuk anak-anak kita," lanjut Danendra.

"Aku ... tidak mahu bicara tentang ini sekarang, Tuan," ucap Asha pelan.

Baru saja ia akan berbalik, membelakangi Danendra yang masih serius membahas hubungan mereka

berdua. Namun, kedua tangan Danendra sudah sigap menahan tubuhnya agar tetap saling berhadapan.

"Dari awal aku menawarkan pernikahan, aku tidak pernah berniat sedikit pun untuk mempermainkannya, apalagi mempermainkanmu. Aku serius, bahkan tidak terpikirkan untuk bercerai.

Walaupun, aku tahu pernikahan itu tidak didasari cinta." Danendra berkata, menatap lekat ke manik mata Asha .

"Aku tidak pernah sedikit pun berniat membuat kontrak pernikahan denganmu. Bagiku pernikahan itu bukan main-main. Itu hubungan jangka panjang, menyangkut kehidupan kita seumur hidup," lanjut Danedra.

"Aku lelaki dewasa. Aku bertanggung jawab untuk semua keputusan yang aku ambil selama ini." Penyataan Danendra penuh yakin.

"Tapi, aku harus berpikir ulang mengenai hubungan kita, Tuan. Tiga tahun yang lalu, aku mungkin sepemikiran denganmu. Tapi sejak aku mulai merajut mimpiku sendiri, perlahan aku sudah mulai melupakan semuanya," sahut Asha .

"Dan sekarang, di saat aku sudah mulai melangkah di jalanku sendiri, jalan menuju mimpiku. Tiba-tiba Tuan datang dan meminta aku melupakan semuanya. Memintaku kembali.Aku tidak bisa menerimanya ,Tuan,"lanjut Asha .

"Maafkan aku, As . Aku tahu ... aku salah, tetapi aku mohon, untuk kita bisa memulainya lagi. Di

saat semua hal yang aku tutupi sudah terang benderang." Ucap Danedra lagi.

" Urusi kerjamu di Jakarta, aku tidak akan melarangmu untuk bekerja . Kalau kamu belum mau

hamil, aku juga tidak akan memaksa. Kita bisa membahasnya nanti," lanjut Danendra tidak memberi ruang Asha menolak.

"Beri aku waktu, mencari jalan keluar untuk menjelaskan status Hayana pada Ibu, tanpa menyakitinya. Setelah itu, kita akan membawa Ibu tinggal bersama. Aku tidak tenang meninggalkan Ibu sendirian di Surabaya, di saat kamu sudah bersamaku di Jakarta. Bagaimana?" tanya Danendra.

Asha memilih diam.Tidak memberi kata putus.