Baru saja Asha bangkit dari duduknya, Danendra sudah menarik tangannya terlebih dulu.
"Ada apa, Tuan?" tanya Asha tertunduk malu, saat Danendra memaksanya duduk menyamping di atas pangkuan.
"Aku mau memulainya dari sekarang.Terlalu lama aku kelaparan," jawab Danendra dengan santainya.
"Ah ! Tuan lapar? Mau aku sediakan makanannya?"tanya Asha, sebenarnya arti Danendra berbeda dengan arti yang ditanyakan Asha.Danendra mengeleng.
Deg—
"Bagaimana ini?" batin Asha .Asha cukup mengerti dan paham dengan kata-kata Danendra, tetapi Asha sendiri belum menyiapkan mental untuk menerima suaminya. Apa lagi, kemarin Asha terpaksa mengiyakan karena Danendra menekannya dengan alasan Hayana.Asha masih belum sepenuhnya percaya pada Danendra, banyak hal yang Danendra sembunyikan selama tiga tahun diabaikan.
"Tuan ... emm ... apa bisa ditunda besok-besok,"pinta Asha , ragu-ragu. Jemari tangannya sudah meremas lingerienya.
"Aku mau sekarang," desihan mengoda Danendra lembut di telinga Asha, tidak seperti biasanya .
"Aduh! Harusnya tadi aku pakai piyama yang panjang. Kalau sampai Tuan Danendra bersikeras ...setidaknya masih bisa sedikit bertahan.Lagipun itu kewajibannya.Gimana?" ucapnya dalam hati.
Asha menatap lingerie merah seksi yang dipakainya.Memamerkan paha mulusnya serta transparent , menampakkan lekuk tubuh dan dua kembar gunungnya . Penyesalan memang datangnya belakangan. Detak jantung Asha semakin kencang saat Danendra merangkul pundaknya, menarik tubuhnya supaya semakin mendekat padanya.Asha bisa merasakan "junior " milik Danendra tegang ,seolah-olah dia sudah bersiap melakukan serangan.
"Ya Tuhan, hamba-Mu harus bagaimana sekarang."Asha memejamkan mata serapat mungkin,berdoa dalam hati saat merasakan Danendra semakin mendekatinya. Dadanya makin bergemuruh, tangannya basah saat embusan napas Danendra menerpa kulit wajahnya. Kalau Danendra bisa merasakan, tubuh mungilnya sedang bergetar.Perpaduan antara gugup dan ketakutan yang menyatu.
"Tidur sekarang!" perintah Danendra tiba-tiba, mengagetkan Asha . Danendra bisa merasakan kalau Asha bernapas lega seketika mendengar ucapannya.Sontak Asha membuka matanya, tetapi ketenangannya tidak berlangsung lama. Saat matanya terbuka, Asha melihat wajah Danendra yang
tinggal selangkah menciumnya.
"Tuan ... mphhhttt !" Ucap Asha tidak menhabisi ayatnya.
Danendra langsung menyergap bibir mungil istrinya tepat saat Asha membuka mata. Bahkan, tanpa memberi kesempatan sang istri menyelesaikan kalimatnya dengan tangan merengkuh tengkuk Asha .Asha kembali memejamkan mata sambil melantunkan doa dalam hati. Asha tidak tahu harus berbuat apa di saat darurat seperti ini. Hanya bisa menerima semua perlakuan Danendra tanpa protes.
" As , tolong rangkul leherku," pinta Danendra, setelah melepas ciumannya. Pria itu memilih menghentikan semuanya, saat merasa Asha tidak merespons dan membalas semua pelakuannya.
"Hah!" Asha kebingungan, ragu-ragu menyentuh pundak Danendra.
"Tuan, apa bisa memberiku sedikit waktu," pinta Asha , tertunduk malu setelah berhasil mengucapkannya.
Danendra tersenyum, bahkan hampir tertawa melihat kegugupan dan ketakutan Asha padanya.
"Kalau aku tidak mau menurutimu, kamu bisa apa?" tanya Danendra tersenyum menggoda.
"Selama pernikahan kita , aku belum memenuhi kewajibanku sebagai suami, hari ini aku ingin melakukannya,"lanjut Danendra sudah mengeratkan pelukannya, bahkan mengusap lembut punggung Asha . Asha hanya bisa pasrah dan tidak bisa memberontak. Tidak ada yang bisa menolongnya saat ini. Asha hanya memejamkan matanya kembali, menyiapkan diri dan hati untuk menerima kenyataan yang sebentar lagi akan terjadi.
Tepat saat bibir Danendra menyentuh ujung bibirnya, suara rengekan Issabell mengejutkan keduanya.Entah gadis kecil itu bermimpi atau benar-benar terjaga, tetapi bagi Asha , itu seperti alarm penolong dan penyelamatnya. Danendra yang sudah dikuasai nafsu dan mendekap erat pun langsung melepaskan Asha. Asha tidak kalah terkejutnya saat ini. Suara kecil Hayana membuat semua isi otaknya berantakan seketika.
"Tuan, aku harus melihat Hayana," ucap Asha ,langsung berlari menghampiri gadis kecil penyelamat hidupnya saat ini.
"Sayang, kenapa?" tanya Asha , saat sudah duduk di sisi putrinya yang masih memejamkan mata. Dielusnya lembut pucuk kepala sampai gadis kecilnya tenang dan mulai terlelap kembali. Senyum terukir di wajah Asha , saat mendengar dengkur halus putrinya kembali teratur.
"Dia kenapa, As ?" tanya Danendra tiba-tiba sudah berdiri mendekat.
"Sepertinya hanya bermimpi, Tuan," sahut Asha , tanpa menoleh. Pandangannya tetap tertuju pada sang gadis kecil.
" As , tolong berhenti memanggilku Tuan. Pendengaranku ini semakin hari semakin tidak bisa menerimanya," ucap Danendra , tiba-tiba menggenggam tangan Asha dengan lembut.
"Hah! Aku ingin dipanggil sama seperti suami-suami lainnya." lanjut Danendra lagi.
"Tapi, Tuan,lidahku sudah terbiasa ,"ucap Asha, dapat merasakan bagaimana genggaman tangan Danendra semakin mengencang, disaat Asha mencoba protes.
"Ba ... baiklah, Mas ... Dan," ucap Asha ragu, menunduk dan menggigit bibirnya.
Danendra tersenyum, mendengar panggilan yang sudah lama tidak didengarnya. Di Jakarta, Danendra hampir tidak pernah mendengar panggilan seperti ini.
"Not bad!" komentar Danendra.
"Coba ulangi sekali lagi, As. Aku harus sering mendengarnya, supaya aku terbiasa," lanjutnya sambil terkekeh.
"Tidak," sahut Asha.
"Ini memalukan, Mas," lanjut Asha .
"Sudah, tidur sekarang! Besok jam berapa kita ke kamtormu?" tanya Danendra.
"Aku harus menyiapkan putrimu, Tuan ... eh .Mas," ucap Asha , mengulum senyumnya.
"Putri kita, bukan hanya putriku saja." Danendra meralat kembali pernyataan Asha sambil tersenyum.
"Sememangnya dia putrimu karena selama ini ,Tuan memperjuangkannya. Aku baru mengenalnya lebih dari seminggu. Aku tidak berhak mengatakan bahwa dia adalah putriku.Hayana putri kakakku,Isyana .Tidak bisa diubah," jelas Asha.Danendra memilih diam.
"Tidur sekarang. Aku harus mengecek email dari Ramos . Setelah itu baru menyusul kalian," ucap Danendra, menepuk pucuk kepala istrinya.
***Ke Kantor Asha Bekerja Di Surabaya***
Mobil Danendra terlihat berhenti di depan gedung .
"Aku parkir di sini?" tanya Danendra memastikan, setelah menghentikan laju mobilnya sementara.
"Di dalam saja Mas, kasihan Hayana kepanasan kalau harus turun di sini," sahut Asha , tersenyum pada gadis kecil yang sedang duduk di pangkuannya. Tangan mungil itu sedang menarik rambut panjang Asha .
"Mami, mol?" tanya Hayana menunjuk ke arah gedung kantor yang tinggi.
"Bukan, Sayang. Itu tempat kerja Mommy," jawab Asha menggigit kecil jari mungil Hayana, membuat gadis kecil itu tertawa.
"Mas, parkir di sana saja!" Tangan Asha menunjuk ke arah sebuah pohon rindang yang tidak terlalu jauh dari mobil mereka berhenti sekarang.
"Aku biasa parkir di sana. Mumpung masih kosong," lanjut Asha .
Setelah mobil terparkir sempurna, tampak Asha turun menggandeng Hayana disusul Danendra yang
ikut menggandeng tangan putrinya.
"Ayo," ajak Asha pada keduanya. la harus menyelesaikan semua administrasi untuk berhenti kerja. Selain itu, Asha juga mau sekalian berpamitan dengan koleganya selama dua tahun setengah bekerja di sini. Asha telah lama berencana untuk berhenti dari pekerjaannya.Sebenarnya Asha tidak mengharapkan penghasilannya bekerja di kantor. Toko online-nya sekarang stabil.AB Toko Online miliknya adalah rahasia penghasilannya jika suatu saat terjadi hal yang tidak diinginkan.Setidaknya itu bisa menutupi hidupnya.Tiga tahun mengajarinya banyak hal untuk mandiri.
"Mami, gendong," rengek Hayana, menengadah ke arah Asha , sambil mengangkat kedua tangannya ke atas dan bersiap menyambut uluran tangan Asha .
"Daddy yang gendong, ya. Mommy tidak bisa sekarang," ucap Danendra, membungkuk. Meraih tubuh mungil gadis kecilnya. Dalam sekejap, kedua tangan kecil Hayana sudah memeluk erat leher daddy-nya sambil menyusupkan wajahnya di ceruk leher Danendra.Gadis kecil itu sedang tidak nyaman berada di tengah banyak orang yang tidak dikenalnya. Hayana berusaha mencari kenyamanan dengan memeluk dan menyembunyikan wajahnya pada sang daddy.
"As , aku tunggu di mobil saja, ya," ucap Danendra, setelah melihat gelagat tidak nyaman Hayana.
Asha mengangguk, bergegas masuk ke dalam gedung untuk menyelesaikan semuanya. la tidak bisa berlama-lama, menyapa teman kolega pun hanya bisa seadanya. Sejak menjadi seorang istri dan ibu dalam seminggu lebih, kehidupannya banyak berubah. Dan terbukti hari ini, Asha harus memikirkan kepentingan putrinya setiap melakukan sesuatu. Tidak seperti sebelumnya, Asha bisa mengobrol berjam-jam bersama sahabatnya atau sekedar nongkrong di kafe depan kantor tempat Dave bekerja.
Tak lama, Asha muncul kembali. Asha berlari kecil menemui Danendra dan Hayana di dalam mobil sambil menantang tas tangannya.
"Hayana rewel, Mas?" tanya Asha pada Danendra.Gadis kecil itu sedang duduk di pangkuan Danendra sambil memutar-mutar setir mobil di hadapannya.
"Tidak, As . Sudah? Kita pulang sekarang?"tanya Danendra, sudah menegakkan posisi duduknya.
"Mas, aku izin sebentar. Mau bertemu Kak Dave di depan," ucap Asha ragu, menunjuk ke arah depan kantor.Danendra terkejut, pandangannya tertuju pada arah tangan Asha.