Chereads / Anak sang pembantu / Chapter 24 - Chapter 24: Tidak Bisakah Kita Memulainya?

Chapter 24 - Chapter 24: Tidak Bisakah Kita Memulainya?

Danendra tiba di pintu kamar. Tangannya hendak membuka gagang pintu, tiba-tiba Danendra teringat ingin menjelaskan sesuatu kepada ibu mertuanya. Danendra kembali turun ke lantai bawah menuju Ibu Rani yang masih duduk di ruang tamu. Ibu Rani melihat Danendra menuruni tangga menuju ke arahnya

Ibu Rani tersenyum. Danendra yang Ibu Rani kenal memang seperti ini sifat dan karakternya. Bahkan Ibu Rani dan kedua putrinya bisa seperti sekarang karena bantuan Danendra. Kalau tidak ada Danendra di dalam hidup mereka, Ibu Rani tidak bisa membayangkan bagaimana kehidupannya dan kedua putrinya.Apalagi Isyana, yang memiliki sifat sedikit berbeda dengan adiknya. Mungkin karena sebelumnya Isyana sudah terbiasa hidup mewah, tiba-tiba harus mengalami kehidupan yang bertolak belakang dengan kehidupan mereka sebelumnya.

"Aku lupa mengenalkan gadis kecil tadi .Namanya Hayana, Bu," lanjut Danendra lagi, memberitahu nama putrinya kepada sang mertua.

"Nama yang cantik," komentar Ibu Rani,tersenyum.

"Bu, aku ke sini juga untuk meminta izin membawa Asha ke Jakarta, tinggal bersamaku," jelas Danendra. Bu Rosma langsung tersenyum.

"Terima kasih, Nak." Ucap Ibu Rani.Ayat yang sudah lama ingin Ibu Rani dengari dari mulut Danendra .

"Aku minta maaf, Bu. Seharusnya aku menjemput Asha saat dia menamatkan SMA-nya," ucap Danendra.

"Ya, Ibu mengerti, Nak," sahut Ibu Rani .Mertua dan menantu itu terlibat pembicaraan yang lumayan panjang, tetapi sebagian besar membahas tentang putri sulungnya, Isyana.

"Bu, aku ke kamar dulu," pamit Danendra, bergegas menuju kamarnya.

****Kamar Danendra di Surabaya***

Begitu pintu kamar terbuka, Hayana sedang tertidur lelap di atas ranjang. Sedangkan Asha sedang melipat pakaian dan merapikannya kembali ke dalam lemari. Danendra terlihat menghampiri Asha yang sedang duduk di lantai berlapis kayu.

" As , aku mengatakan kalau Hayana anak salah satu karyawanku," cerita Danendra , duduk di samping Asha .

"Bagaimana pendapat Ibu?" tanya Asha penasaran.

"Ibu tidak berkomentar. Hanya tersenyum saja,"jawab Danendra.

Danendra memandang Asha yang sedang membereskan semua pakaiannya. Pemandangan yang dulu sering dilihatnya saat mereka masih tinggal di Surabaya.

" As , tidak bisakah kita memulainya?" tanya Danendra tiba-tiba. Tangannya sedang menggenggam tangan Asha di atas tumpukan pakaian.

"Mak ... sudnya, Tuan?" tanya Asha bingung.

"Kita ... hubungan kita, rumah tangga kita. Tidak bisakah kita memulai dari sekarang?" tanya Danendra , berusaha menjelaskan.

Asha diam dan menunduk. Merasakan genggaman tangan Danendra yang semakin erat. Melihat Asha yang terus-terusan diam, Danendra menarik tangan Asha mendekatinya. Membiarkan Asha

duduk di pangkuannya. Mendekap dan mengunci istrinya supaya tidak menjauh darinya.

"Tuan," ucap Asha kaget, memberanikan diri menatap Danendra. Jantung Asha berdegup kencang saat ini. Perasaannya gugup. Walau Asha sudah mulai terbiasa berdekatan dengan Danendra , dalam situasi seperti ini tetap saja jantungnya berdebar tidak karuan.

"Jangan memanggilku Tuan lagi. Kita mulai dari hal yang kecil dulu," ujar Danendra.

"Tuan," Asha tidak bisa melanjutkan kalimatnya, Danendra sudah memotongnya terlebih dulu.

" As , mulai sekarang belajarlah untuk menjadi istri seorang Danendra Isam Aldari," ucap Danendra.

"Aku tidak akan bertanya mau atau tidak, tetapi itu HARUS, As !" lanjut Danendra , penuh ketegasan.

"Sudah aku katakan, tidak ada kata tapi, yang ada harus." Danendra mengingatkan kembali.

"Maaf, Tuan." Asha kembali menunduk. Danendra tersenyum melihat sikap malu-malu Asha.

Selama detujuh tahun, hampir setiap hari Danendra melihat Asha. Dari gadis kecil ingusan yang masih suka menarik daster Ibu Rani saat meminta jajan sampai menjadi gadis remaja yang suka mencuri pandang pada sopir pribadinya dulu. Asha yang paling sering masuk ke kamarnya, sekedar menyiapkan air mandi atau menyusun baju bersih ke dalam lemari. Danendra masih mengingat jelas, bagaimana ekspresi Asha , saat Danendra mengatakan pada Ibu Rani akan menikahi Asha . Gadis itu masih dengan seragam putih abu-abu lengkap dengan bau keringat dan debu jalanan, terkejut melihat ke arahnya

"Besok, kita ke kantormu . Selesaikan semua berhenti kerja .Alasannya, kamu berhenti dari pekerjaanmu karena kamu akan tinggal di Jakarta bersama suamimu" perintah Danendra.

"Hah!" Asha mendongak sebentar menatap Danendra ,sebelum akhirnya menunduk. Tangannya sudah berkeringat, Danendra menggenggamnya terlalu erat atau Asha yang terlalu gugup.

"Aku harus kembali bekerja, tidak bisa lama-lama di sini," jelas Danendra .

"Aku akan menemanimu ke kantor," lanjut Danendra.Bahkan, kemarin Asha menelepon Farzan untuk memberitahunya bahwa dia akan berhenti dari pekerjaannya, Farzan mengerti situasi Asha. Asha hanya mengangguk.

"Baik, Tuan," sahut Asha Baru saja Asha akan beranjak dari pangkuan Danendra , tetapi suaminya itu masih menahannya. Entah apa maunya, Asha tidak mengerti jelas.

"Jadi penurut begini lebih manis, ketimbang harus menolakku setiap hari," ucap Danendra sambil tersenyum.

"Mau jadi apa Hayanaku, setiap hari menonton Mommy dan Daddy berselisih paham," lanjut Danendra , membuat bola mata Asha melotot.

"Aku tidak pernah berselisih paham denganmu, Tuan." Asha menyanggah pernyataan Danendra .

"Sekarang jadi pandai membantah semua ucapanku, berbeda dengan Asha yang dulu. Yang hanya bisa mengatakan ya, kemudian menunduk," ucap Danendra , tersenyum.

"Maaf, Tuan.Katamu benar ,aku memang gadis polos dan dungu, makanya aku diabaikan" ucap Bella pelan.Danendra tidak mahu berdebat mengalihkan ke penyata lain.

" As , kita tidak akan lama di sini, sebaiknya siapkan semua perlengkapanmu yang memang harus dibawa," perintah Danendra lagi.

"Ya," jawab Asha singkat.

"Aku harus mandi sekarang," ucap Danendra, mencium kening Asha tiba-tiba sebelum melepaskan istrinya itu. Asha hanya bisa terkejut sambil menyentuh, sambil menyentuh keningnya yang baru saja dikecup Danendra. Kejadiannya begitu cepat, Asha tidak sempat protes pada suami yang mencuri kecupan di keningnya. Asha memilih berbaring di sisi Hayana, saat Danendra masuk ke kamar mandi. Asha mulai mengantuk. Semalam Asha tidak bisa tidur dengan nyenyak, karena Danendra memeluknya sepanjang malam.

Tak lama, sudah terdengar dengkur halus dan napas teratur Asha , yang menandakan gadis itu sudah terlelap dalam dunia mimpinya.Setengah jam kemudian, Danendra keluar dengan handuk yang masih melilit di pinggangnya. Danendra lupa membawa pakaian gantinya yang masih tersusun rapi di dalam koper. Begitu keluar dari kamar mandi, pemandangan hangat menyambutnya. Istri dan putrinya sedang terlelap di atas tempat tidur.

"Setiap melihat keduanya bersama, ada rasa hangat yang tiba-tiba mengisi hatiku," ucap Danendra pelan, menyentuh dadanya sendiri sambil tersenyum. Tujuan awal yang hanya sekedar mengambil pakaian ganti, sekarang malah Danendra mendekati keduanya. Tersenyum, menatap Hayana dan Asha bergantian. Dengan berjongkok, Danendra menyejajarkan wajahnya dengan Asha yang sedang tertidur. Tangannya mulai menyusuri lekuk wajah sang istri. Asha menggeliat kecil, merasakan sentuhan dingin dari tangan Danendra yang masih sedikit basah karena air.

"As ," panggil Danendra , pelan.Asha yang masih tertidur lelap tidak meresponnya sama sekali.

" As," panggil Danendra lagi, sampil menepuk pipi mulus Asha , berharap istrinya itu mau membuka matanya. Kali ini usahanya berhasil. Asha menggeliat kembali , Asha menggeliat lagi, namun tangannya tertarik pada handuk Danendra, sehingga tampak tubuhnya telanjang dan mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya mata indah itu membuka sempurna.Tersentak,pemandangan pertama yang dilihat Asha "Junior " Danendra sedang menegang.Asha ingin berteriak tapi Asha berhasil menutup mulut dan matanya dengan kedua tangannya.Asha kaget saat mendapati Danendra sudah di depan matanya. Hanya berjarak beberapa senti saja.

"* Junior* itu milikmu ,As .Sudah lama tidak diuji tajinya.Ia kelaparan ,As," desih mengoda Danendra di telinga Asha ,lalu melilit kembali handuknya.

"Maaf, ada apa, Tuan?" Rasa gugup itu menyerang Asha kembali, setelah mendapati Danendra sedang menatapnya dari dekat di saat Asha tertidur. Namun, gugup itu tidak berlangsung lama, karena tubuhnya langsung kaku dan membeku seketika, saat Danendra mengecup bibirnya tiba-tiba tanpa pemberitahuan terlebih dulu. Membiarkan sang suami menikmatinya.Ciuman Danendra semakin mendalam .Tangan nakalnya mula bekerja.