"Beri aku waktu, mencari jalan keluar untuk menjelaskan status Hayana pada Ibu, tanpa menyakitinya. Setelah itu, kita akan membawa Ibu tinggal bersama. Aku tidak tenang meninggalkan Ibu sendirian di Surabaya, di saat kamu sudah bersamaku di Jakarta. Bagaimana?" tanya Danendra.
Asha hanya diam, tidak mau menjawab. Lebih tepatnya bingung harus menjawab apa. Asha merasa tidak enak mengambil hak kakaknya sebagai Ibu dari Hayana.
"As , katakan apa yang menjadi keberatanmu?"tanya Danendra lagi.
"Tidak ada. Aku tidak pernah merasa keberatan denganmu, Tuan. Kalau aku keberatan, pasti aku akan mengamuk pada Tuan sejak dua tahun yang lalu. Ah, maksudku, saat aku lulus SMA dan menunggu kepastian dari Tuan.Mungkin aku polos waktu itu ,tetapi aku paham.Aku bukannya sedungu itu ," jelas Asha ,menyindir Danendra .
Danendara tersenyum kecut. Bukan kali ini saja, sudah sering setiap membahas hubungan mereka, Asha selalu menyodorkan cerita yang sama. Cerita mengenai seberapa pecundangnya ia sebagai
seorang suami.
"Setiap kali membahas hubungan kita, kamu selalu mengungkit masalah ini. Apa aku begitu kelewatan saat itu padamu ,As," tanya Danendra.
"Hmm ... coba tanya pada diri Tuan sendiri.Kelewatan atau tidak, Tuan sendiri bisa menjawabnya," jawab Asha . Tanpa bicara lagi, Asha segera berbalik badan dan membelakangi Danendra yang belum menyelesaikan pembicaraan mereka.
"As... aku belum selesai," protes Danendra , saat menyadari Asha sudah menyudahi obrolan.
"As , kita belum selesai!" Lagi-lagi Danendra protes,tetapi kali ini Danendra memberanikan diri memeluk Asha dari belakang.
"Semangat Danendra! Wanita biasanya akan luluh kalau disentuh," batinnya Danendra berkata.Tidak ada perlawanan yang berarti, walau Asha memberontak di awal tetapi pada akhirnya gadis itu memilih diam.
"Tuan ... kenapa tangan Tuan jadi begini?" tanya Asha , setelah sempat berusaha menyikut Danendra dengan lengannya tetapi tidak berhasil. Setelah tadi sempat berusaha melepaskan diri dari belitan Danendra, tetapi usahanya gagal total.
"Beri aku waktu menjelaskan semuanya, please!" pinta Danendra. Setelah melihat Asha tenang dan siap mendengarkan, barulah Danendra melanjutkan kalimatnya.
"Aku minta maaf ... selama tiga tahun ini mengabaikanmu. Selama dua tahun ini, aku seolah-olah melupakanmu. Selama tiga tahun ini menelantarkanmu." Danendra membuka pembicaraan.
"Sebagai seorang suami aku memang kelewatan. Bahkan, aku rutin menghubungi Ibu,tetapi sama sekali tidak pernah menghubungimu sebagai seorang suami," lanjutDanendra . Asha berbalik, berusaha menatap ke arah Danendra.
"Tuan, bisakah bicaranya tidak dengan mengikatku seperti ini," tanya Asha , menatap ke arah manik mata sang suami.
Deg—
"Kenapa dia harus terlihat tampan di saat seperti ini," batin Asha .
Pipi Asha merona, saat otaknya tidak mau bersahabat dengannya. Bisa-bisanya ia memuji sang suami. Suami yang tidak ingin dicintainya.Asha berusaha untuk tidak terjerat perasaan dengan Danendra, setelah memastikan laki-laki itu benar-benar menelantarkannya dan tidak bertanggung jawab pada perasaannya.
"Aku terlihat hanya mau ibunya tidak mau anaknya, ya?" tanya Danendra sedikit bercanda.Berusaha mencairkan suasana dan menolak untuk melepas belitan tangannya pada sang istri.
"Awalnya aku ingin menjemputmu. Aku tidak mempermainkan hubungan kita, As. Sampai aku mengetahui kondisi Isyana . Aku bingung sendiri."cerita Danendra.
"Aku melihat sendiri bagaimana Hayana kecil yang menyedihkan. Tinggal di kontrakan, dititipkan pada tetangganya saat Isyana mulai bekerja lagi," lanjut Danendra.
"Lalu?" tanya Asha , pembahasan Hayana dan kakaknya sedikit mencuri perhatiannya.
"Aku menawarkan bantuan seperti yang aku ceritakan sebelumnya, tetapi semua gagal.
Bahkan kakakmu sendiri tidak tahu harus meminta tanggung jawab kepada siapa," cerita Danendra.
"Kakakmu mengerikan! Aku hanya bisa mengatakan ini saja. Seberapa mengerikannya, cari tahu sendiri dari Kak Isyana," ucap Danendra tersenyum.Isyana jauh berbeda dengan Asha .Danendra sudah membacanya saat Isyana tinggal bersamanya di Surabaya.
"Lalu ...."Asha mahu lanjutan .
"Aku tidak punya cara lain, selain membawa keduanya pulang ke rumah ini. Aku tidak mungkin membawa Hayana saja," ucap Danendra.
"Saat itu, Hayana masih butuh ibunya."lanjut Danendra.
"Apa hubungannya dengan tidak mau menghubungiku selama ini? Tuan, seharusnya bisa menceritakan semuanya padaku seperti sekarang," protes Asha .
"Aku tidak mau membuatmu dan Ibu terbebani dengan masalah Isyana." Jelas Danendra lagi.
" Alasanmu ,Tuan, " sindir Asha.
"Aku tidak mau Ibu sakit karena memikirkan masalah Isyana . Dan untukmu, aku tidak mau membebanimu dengan Hayana," jelas Danendra.
"Aku juga tidak tahu bagaimana harus menjelaskan semua padamu saat itu. Kamu masih berumur 17 atau 18 tahun saat itu. Masih kuliah,kalau aku membawamu ke sini, pasti kamu akan kerepotan mengurus Hayana. Aku tidak mau Hayana mengganggu kuliahmu," lanjut Danendra lagi.
"Tadinya aku berencana menjemputmu setelah kamu menyelesaikan kuliah, mengenalkanmu dengan Hayana."Danendra menjelaskan lagi.
"Aku tidak mungkin keberatan, apalagi dia juga keponakanku,jangan jadikan Hayana alasanmu,Tuan" potong Asha sedikit meninggi.
"Aku juga butuh waktu untuk menjelaskan pada Isyana. Awalnya Isyana tidak mau melepaskan Hayana padaku. Tapi bagaimana pun Hayana butuh keluarga yang utuh dan status jelas," ucap Danendra.
"Keluarga Tuan sudah utuh . Tuan coma perjelaskan kepadaku.Aku tidak gentar status janda muda.Aku tidak malu karena aku tahu diriku.Aku coma mau kebenaran,"tekak Asha berani.Jika dulu Asha menunduk di hadapan Danendra yang dulu mantan majikan ibunya ,kini tidak lagi.
Danendra menceritakannya, bagaimana sepak terjang Isyana. Isyana menggunakan anaknya hanya untuk mendekatinya. Di saat ia berbaik hati membantu dan memberi status untuk Hayana, Isyana memanfaatkan kebaikannya.Isyana pernah meminta untuk dinikahi kalau Danendra bersikeras menjadikan Hayana putrinya. Bahkan Isyana tidak mengizinkannya putrinya tinggal bersama Danendra. Makanya selama hampir tiga tahun ini, Danendra terpaksa mengizinkan Isyana tinggal bersamanya. Selain itu, saat masih kecil, Hayana memang membutuhkan ibunya. Tidak seperti sekarang, Isyana sudah bisa ditinggal dengan pengasuhnya.
Selain mengizinkan Isyana tinggal bersamanya, Danendra memberikan fasilitas dan jabatan di perusahaan kepada Isyana untuk bisa menukarnya dengan Hayana. Kalau tidak, Isyana tidak akan mengizinkan Hayana menjadi putri Danendra dan Asha. Rasa sayang Danendra pada Ibu Rani, dimanfaatkan Isyana. Danendra menukar banyak hal hanya untuk memperjuangkan Hayana. Kalau bukan karena Isyana dan Hayana adalah bagian dari keluarga Ibu Rani , Danendra akan menutup matanya. Membiarkan keduanya tinggal di jalanan. Akan tetapi, mengingat bagaimana kebaikan Ibu Rani padanya, Danendra tidak mungkin sanggup melakukannya. Kalau tidak karena Ibu Rani, Danendra Isam Aldari hanya tinggal nama di atas papan nisan.
"As , bagaimana?" tanya Danendra, setelah menjelaskan semuanya, Asha tetap tidak memberi jawaban.
"Besok aku akan ikut denganmu ke Surabaya,tetapi bukan mengantarmu. Aku akan meminta izin pada Ibu, membawamu tinggal bersamaku,"lanjut Danendra.
"Hemm…setelah mendengar cerita Tuan ,aku yakin keputusanku adalah tepat,Tuan .Selama tiga tahun Tuan memperjuangkan Hayana,bererti Hayana penting dalam kehidupan ." Bella menjawab penuh yakin.Danendra tiba -tiba mengucup bibir mulus Asha agar tidak meneruskan kalimatnya.Asha lalu mengubah posisi tidurnya membelakangi Danendra.
" Aku, Danendra Isam Aldari tidak akan melepaskan istriku ,Asha Biantara .Asha Biantara selamanya milikku ," desih bisikkan Danendra di telinga Asha.
"Aku mau tidur, aku sudah mengantuk, Tuan,"lanjut Asha.
"Ya, biarkan aku tidur dengan memelukmu malam ini, As ," pinta Danendra, mengeratkan
pelukannya. Asha membiarkan Danendra memeluknya malam ini.Tidak seperti malam-malam sebelumnya, selalu ada guling di antara keduanya.
"Aku tidak tahu harus menjawab apa, Tuan,"bisik Asha pelan sebelum tertidur.Asha merasa kehangatan di dalam pelukan sang suami .