Lirikan mata seorang Felix tak bisa berbohong, laki-laki keturunan Tionghoa itu Menaruh perhatian lebih pada Zava, bahkan ia tak henti menyenggol Zava dengan sikunya.
Membuat Zava ikut menoleh padanya, "Hemm…" Zava berdehem, ia hanya membalas dengan senyuman tipis.
Sementara perhatian kecil itu membuat mata Sunny sedikit terganggu, ia bisa tahu jika seorang Felix mulai menyukai Zava, dan Sunny tidak suka akan hal itu.
Walau bagaimanapun kakaknya Zava tak boleh mengkhianati almarhum Alzafa.
Sunny seolah memberikan kode pada Nyonya Rosimah, yah… dia tentu menginginkan mamanya memperingati Felix segera mungkin.
Ros melirik mata Sunny yang terbelalak, menaikan kacamatanya yang mulai turun, menelisik wajah Sunny dengan jelas.
Sunny memberikan kode-kode yang hanya dimengerti antara ia dan juga sang mamah.
Mata besar itu menoleh, "Huk… huk…" suara Nyonya Ros yang seolah-olah terbatuk-batuk.
Padahal terdengar jelas ia sama sekali tak sakit tenggorokan, dan itu hanya akting semata.
"Bagaimana dengan hidangan ini sayang? Enak bukan? Istimewa bukan?" tanya Nyonya Ros dengan melirik wajah tamu besarnya malam ini, yah… siapa lagi kalau bukan Felix.
Felix menoleh, menggariskan senyum tipis, bibirnya yang merah merona semakin menunjukkan kebahagiaannya bergabung malam ini bersama keluarga besar nyonya Rosimah.
Tak hanya itu, pipi Felix memerah seketika, "Luar biasa menu-menu ini semuanya sangat istimewa dan dahsyat," puji Felix terhadap jamuan yang ia terima.
Membuat wanita paruh baya itu tersenyum bangga, dan membusungkan dadanya kembali. Duduk tegap seolah ia melupakan umurnya yang sudah senja.
"Oh yah… mengenai hadiah mu malam ini, Tante ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya, ini suatu kehormatan bagi Tante, Tante tahu betul harga apartemen di tengah ibukota, tentu harganya…. diatas rata-rata," ucap Nyonya Rosimah yang sedari tadi tampak memegangi kunci apartemen barunya.
Lagi-lagi wajah tampan Felix begitu tampak indah, yah laki-laki itu selalu saja tersenyum, bahkan tanpa momentum sekalipun.
Tentu itu sedikit mengundang tanya Sunny, juga sang mamah yaitu nyonya Rosimah.
"Ah…. Tante berlebihan sekali, itu hanya hadiah kecil untuk Tante," jawab Felix dengan senyum sumringah.
Makan malam itu berakhir dengan tawa dan juga candaan hangat, tampak penguasa meja itu sangat bahagia dengan rentetan hadiah mewah yang didapatkannya.
______________
Perawat suster Roro sudah tiba, menjemput Nyonya Rosimah, mengantar wanita paruh baya itu ke peristirahatannya.
Lambaian tangan mengiringi langkah nyonya Ros, begitu juga dengan sang anak Sunny yang memberikan ciuman hangat di kedua pipi sang mamah.
"See You mah…" ucap Sunny dengan melemparkan ciuman hangat penuh kasih sayang.
Tak lama berselang Reino bagaikan mengiring sang istri untuk ikut masuk ke kamar, wajar saja mereka tergolong pasangan muda yang masih 'Hot'.
"Sayang.." bisik Felix ditelinga Sunny.
Seorang istri tentu mengerti gerak gerik suaminya yang rindu akan belaian juga sentuhan manja.
Keduanya bagaikan tak ingat jika sekitar mereka masih ada Zara juga Felix.
Bergandengan mesra dengan saling menatap, yah… langkah Sunny dan Reino perlahan-lahan menaiki anak tangga.
Walau sebenarnya Sunny masih enggan meninggalkan kakak iparnya.
Karena walau bagaimanapun ia ingin Zava tetap setia pada mendiang kakaknya, Alzafa.
Tatapan tajam juga senyum setengah bibir ditujukan pada Zava, tentu itu kode dari Sunny agar kakaknya itu tahu diri.
Zava bagaikan kucing cantik, manis yang menuruti majikannya, ia menunduk dan menggariskan senyum tipis.
Membuat Sunny akhirnya senang, dengan tertawa lebih puas.
Mana mungkin kakak iparnya itu berani berkhianat, jika sampai itu terjadi alangkah hinanya wanita itu, dan begitu gampang menendangnya dari rumah mewah Nyonya Rosimah.
Sepanjang menaiki anak tangga Reino tak henti menghujani ciuman di wajah istrinya Sunny, laki-laki itu terlihat sangat bernafsu.
Tanpa sadar Zava, terlalu memperhatikan gerak-gerik Pasangan pengantin itu, sampai-sampai ia harus disadarkan oleh Felix.
"Hei, Hei… What you look?" tanya Felix dengan menyentuh pundak Zava.
"Ha… Hmm.. nggak, nggak kok," jawab Zava dengan getir.
Tak bisa dibohongi, Zava sedikit cemburu dengan kemesraan yang ia lihat, sudah tentu karena ia mulai makin tak bisa mengendalikan perasaannya pada adik iparnya Felix.
"Hmm…. Sudah 5 tahun, yah… 5 tahun aku tak menginjak rumah Tante Ros," ujar Felix yang mengajak Zava mengelilingi pekarangan rumah.
Zava mengikuti langkah Felix yang santai, ia juga tak henti membiarkan wajahnya tersenyum, "Yah… 5 tahun kau tak berkunjung kemari, tapi yang lebih lama lagi, adalah… 10 tahun kau tak bergabung makan bersama keluarga nyonya Ros," ujar Zava dengan menatap kolam renang.
Kolam renang yang mewah dengan hiasan batu alam itu terlihat sangat memanjakan mata, bum lagi cahaya lampu yang menghiasi sekitarnya.
Membuat perjalanan keduanya terasa semakin indah, Felix menganggukkan kepalanya, ia tak mengelak, benar 10 tahun ia tak bergabung dan berbaur dengan keluarga sahabatnya Alzafa.
"Yah, 10 tahun," Felix tampak menganggukkan kepalanya lagi dan lagi.
"Kau dulu kan sering sekali menginap dan bahkan tak pulang-pulang, kau sangat betah di kamar ku, eh maksudku kamar Suamiku dulunya,"
Felix tersenyum, "Benar, semenjak kau menikah dengan Felix maka semenjak itulah aku tak menginjak rumah ini lagi, dan itu semua karena…"
Zava tertegun, ia menoleh pada Felix, laki-laki itu tiba-tiba berhenti berbicara dan memilih duduk di pinggir bibir kolam.
Padahal ini sudah pukul 11 malam, tak terasa sudah 1 sampai 2 jam mereka berdua mengobrol di pinggir kolam.
Kedua kaki mereka sengaja dibiarkan terendam, rasanya sangat rileks juga segar.
"Mengapa kau mau, mau mengikuti tradisi keluarga Alzafa?" tanya Felix dengan nada serius.
Laki-laki itu juga menatap dalam wajah cantik Zava, ia seolah benar-benar tak kuasa ingin menyampaikan perasaannya pada Zava, tapi itu tak mudah.
"Ha..? Maksud mu?" tanya Zava, yang pura-pura tak mengerti.
"Oh tidak, tidak, aku tak bermaksud apa-apa," sahut Felix yang memilih memalingkan wajahnya.
Melihat wajah Felix yang memerah membuat Zava tersenyum, wanita itu sangat peka dengan perasaan lawan bicaranya kali ini.
Lagi pula dari segi fisik Felix tak kalah tampan, dan dari segi harta, ia tak usah diragukan lagi.
"Hu…. Aku rasa cuaca malam ini cukup gerah," ucap Zava dengan mengibas-ngibaskan rambut panjangnya yang tergerai.
Padahal wanita itu mengenakan gaun tanpa lengan, hanya saja memang gaun itu panjang dan ia harus menyingkapkan nya terlebih dulu.
Felix tersenyum, ia senang akan pergerakan Zava, semakin ia mengibas-ngibaskan rambutnya yang indah semakin terlihat leher jenjangnya yang putih mulus, juga lekuk tubuhnya yang indah.
"Sempurna…," ucap Felix dengan tertegun kagum akan kecantikan Zava.
"What..?" tanya Zava, dengan menghentikan pergerakannya.
Felix berkedip, tersenyum dan melemparkan pandangannya pada genangan air kolam renang.
Laki-laki itu lagi-lagi terlihat malu-malu, dan Zava suka dengan laki-laki seperti itu, jiwa nakalnya bangkit seketika.
Ia berinisiatif….