Wanita itu mengepalkan tangannya, ia bersiap meluapkan kemarahan pada sosok yang lancang yang berani meniduri ranjangnya dengan tanpa izin.
Zava menarik dahinya, matanya seolah terbelalak kesal, ia benar-benar marah, kemarahannya sudah di ubun-ubun.
Tangan kanannya menggenggam handle pintu dengan kuat. Ia menarik nafasnya yang berat. Juga dengan irama jantung yang berdetak tak karuan.
Brakkk….
Suara keras ia mendorong pintu besarnya.
Zava menyingkapkan anak-anak rambut yang menghalangi sedikit pandangannya. Ia maju dengan langkah pasti.
Bersiap menyingkapkan selimut tebal berwarna merah terang, giginya bertemu satu sama lain. Dan terdengar suara gesekan yang ngilu.
"Lancangnya kau!" ucap Zava dengan lantang dan juga penuh amarah.
Kepalan tangan Zava itu siap mendaratkan tinju untuk Richard.
Tapi, saat Zava mendaratkan tinju kanannya, kulit tangannya merasakan benda empuk dan juga halus, tak mungkin jika itu tubuh seseorang.
Zava benar-benar penasaran, ia menarik cepat selimut tebal itu sampai terlempar jauh ke lantai.
"Haa…. Tak mungkin jika aku tadi salah lihat," gumam Zava dengan mengedarkan pandangannya pada sekitar.
Bola matanya tampak menyapu bersih setiap sudut kamar, ia sangat yakin tadi ia melihat sosok Richard, laki-laki itu tampak bersandar dengan santai di ujung ranjang besar Zava.
"Sial, dimana laki-laki itu," seru Zava yang terlihat kesal.
Masih tak percaya, Zava beranjak menyapu bersih setiap ruang, baik ruang ganti, ruang wardrobe dan terakhir toilet.
Krek…
Pintu itu terkunci,
"Keluar kau!" seru Zava dengan mendobrak-dobrak pintu secara paksa.
Terdengar dengan jelas suara keran menyala, tak salah lagi pasti ada orang di dalam toilet.
"Buka Richard!! Jika tidak..!!" teriak Zava yang tak kuasa menahan amarahnya, wanita cantik itu kini berubah bagaikan singa dengan bulu-bulu yang sudah mekar berdiri.
Ia tampak tak peduli dengan gaun cantik nan mewah yang masih melekat di tubuhnya, ia bahkan terus memaksa pintu toilet itu agar bisa terbuka.
"Buka! Buka!" Sial!" gerutu Zava.
Dreeeetttt,
Dreeeetttt,
Getar handphone terdengar, membuat Zava harus berbalik arah, meraih ponsel yang telah lebih dulu ia lempar di nakasnya,
Mata bulat Zava menatap layar ponsel dengan serius, dan jemarinya tampak terburu-buru mengusap layar ponsel.
Belum seutuhnya ia duduk di permukaan empuk kasur, tapi wanita itu tampak tak percaya. Mendapati pesan singkat dari Felix, yang berisi.
"Hai… honey, aku pulang dulu, aku hanya ingin memberikan hadiah kecil untuk mu, tapi sepertinya ini bukan waktu yang tepat, ku tunggu besok di apartemen ku, kau akan menjadi wanita yang paling bahagia di muka bumi,"
Itu bukan semata omong kosong, bagi pengusaha sekelas Felix, mendapati pesan singkat itu, membuat Zava bisa tersenyum walaupun sebenarnya ia Sekar sedang kesal.
"Dia tak main-main, Felix…." Batin Zava menggenggam erat ponsel di tangan kanannya.
Drakkkkk…..
Tak salah lagi, benar saja Richard yang berada di toilet, laki-laki itu kini tampak senyum-senyum berjalan pelan menghampiri Zava.
Sedangkan Zava menyorot tajam langkah Richard, "Kau gila! Sejak kapan kau dikamar ku?" tanya Zava dengan mata tajamnya.
Laki-laki dengan bulu-bulu halus yang memenuhi dada bidangnya itu tampak tersenyum tipis, ia juga terlihat santai mengelap tubuhnya yang setengah basah.
Yah, Richard tak hanya lancang memasuki kamar tidur Zava tapi ia juga mandi layaknya suami Zava.
"Kau tuli?" ucap Zava kasar.
"Sabar sayang," lagi-lagi Richard membalas dengan senyum tipis dan menatap penuh maksud pada Zava.