Chereads / Mencintaimu Salahkah Aku / Chapter 3 - Wibawa Seorang Abang

Chapter 3 - Wibawa Seorang Abang

Namun di sisi lain Lisa sangat menikmati dengan kesibukkannya yang baru karena hanya dengan bekerja dia bisa berhenti memikirkan kembaran sahabatnya.

Bagaimana kabarnya dengan Ali ya,! Setiap kali Lisa main ke rumah Aisyah, kembaran dari sahabatnya selalu menghindar pertemuan mereka.

"Lis, tolong dong nanti bilang sama Pak Bos kapan boleh pulangnya," tanya Anto salah satu patner kerjanya Lisa.

Cuman Lisa yang berani membantah bosnya karena mau gimana juga dia adalah adik kandung pemilik desain grafis ini.

***

Lisa melihat jam yang ada di pergelangan tangannya. Pantas saja mereka mulai mengeluh karena ini emang sudah waktunya pulang jarum jam sudah ada di angka empat sore. Lisa juga merasa sudah sangat lelah ingin segera balik ke rumah bertemu dengan kasur serta bantalnya.

Lisa berjalan menuju ruangan Dito dengan langkah yang sangat semangat dan menuntut untuk segera pulang.

Tok... Tok... Tok.

"Masuk aja enggak di kunci kok," teriak Dito dari dalam ruangan.

"Assalamualaikum Pak Dito." ucap Lisa basa basi terlebih dulu.

"Waalaikumsalam, silahkan duduk, Lis, ada yang mau kamu sampaikan,?" tanya Dito masih berkutat dengan lembaran kertas yang ada di mejanya.

"Mohon maaf sebelumnya, Pak, saya mau lapor kalau pekerjaan kami sudah selesai. Tolong jangan ada pekerjaan tambahan ya! Teman-teman sudah pada capek dengan semua ini." keluh Lisa dengan membawa hasil pekerjaannya dan teman-teman.

Dito melihat jam yang ada di dinding dan benar seperti yang di katakan sama Lisa kalau ini sudah saatnya para pegawainya untuk pulang. Kalau Dito emang sudah biasa tinggal dan mengerjakan pekerjaan yang belum selesai sambil menginap di kantornya sendiri. namun untuk para pegawainya Dito bebaskan untuk pulang tepat waktu.

"Ya sudah kalau begitu, Lis, tolong bilang sama teman-teman untuk bersiap pulang ke rumah." Dito masih asik dengan beberapa kertas.

Lisa berucapkan syukur alhamdulillah akhirnya boleh pulang juga. Dia kira bakalan lembur karena pekerjaan hari ini banyak banget.

Lisa beranjak dari kursinya. "Baik kalau gitu, Pak, terima kasih banyak ya, Pak," ucap Lisa tulus.

Dito menganggukkan kepala. "Iya sama-sama, Lis,"

Sepeninggalan Lisa dari ruangannya Pak Bos Dito, dia melangkahkan kakinya dengan sangat cepat untuk memberitahukan kabar yang daritadi di nanti sama teman-temannya. Mereka semua sangat menunggu kabar baik dari Lisa.

Lisa kembali ke kubikel dengan raut wajah yang agak murung. Membuat teman-teman yang ada di sini sangat pesimis, pasti Pak Bos minta mereka semua untuk lembur.

"Hasilnya buruk ya, Lis,?" tanya Edo salah satu teman kubikel Lisa.

Lisa menganggukkan kepala. "Eum... gimana ya gue jadi enggak enak buat bilang ke kalian."

Lisa sengaja mengerjai teman-temannya, karena daritadi kubikel mereka penuh dengan wajah yang serius. Memantau pekerjaan masing-masing.

"Kita enggak apa-apa kok, Lis, kalau jawabannya di suruh lembur." ucap Edo pasrah.

"Hehehe maaf deh teman-teman tadi gue cuman bercanda, kita semua di perbolehkan pulang sama Pak Bos." Lisa tersenyum jahil.

Edo rasanya ingin mencakar teman sekaligus Adik Pak Bosnya. "Dari awal emang udah gue tebak pasti ini di kerjain sama Lisa. Mana mungkin Pak Bos Dito tega membiarkan para pegawainya lembur sampai malam."

"Hehehe maaf deh guys. Yuk ah lebih baik sekarang kita berkemas untuk pulang." ajak Lisa lalu menyiapkan diri untuk pulang.

***

Lisa memang bersiap untuk pulang namun sebelum itu dia ingin ke ruangan Abangnya. Lisa sangat yakin kalau Abangnya malam ini pasti memutuskan untuk lembur. Tolong dong kalau ada kontes Abang terbaik bakalan Lisa daftarkan Bang Dito soalnya orangnya terlalu baik sama para karyawannya apalagi sama keluarganya.

Tok... Tok... Tok.

Lisa mengetuk pintu Dito dengan sopan. Dia tahu walaupun jam kerjanya sudah habis tapi sopan santun tetaplah harus di terapkan. Kita semua enggak akan pernah tahu apakah orang yang ada di dalam ruangan lagi santai atau malah sebaliknya.

"Masuk aja, Dek, pintunya enggak di kunci kok," ucap Dito sedikit berteriak.

Dito ini walaupun terkenal dengan kebaikannya ada salah satu sikap yang orang lain enggak tahu, dan hanya keluarganya lah yang tahu sifat yang teramat lucu bagi keluarga terutama bagi Lisa dan Bang Arman yaitu sikap jaga imagenya (jaim) sangatlah apik. 

Gimana enggak jaim coba kalau di depan orang lain pasti suaranya terlihat pelan dan halus bahkan gulapun kalah halusnya. Namun kalau sudah di hadapan keluarganya suaranya beuh... bikin sakit telinga alias cempreng jadi kalau Dito berteriak pasti bikin orang yang mendengarnya jadi tertawa.

"Abang, pasti lembur lagi 'kan,?" tanya Lisa to the point.

Dito yang mendengar suara Adiknya hanya menganggukkan kepala. "Iya, Adek, udah sekarang buruan kamu pulang sebelum mahgrib." usir Dito secara halus.

Emang dasarnya Lisa yang sangat keras kepala seperti dia masih mencintai Ali dengan begitu ambisius sampai setiap sujudpun nama Ali selalu di ucapkan sama Lisa. Begitupun sekarang Lisa menolak untuk pulang sebelum Dito juga ikut pulang.

"Sama seperti biasa, Bang, Adek enggak akan pulang kalau, Abang juga enggak mau pulang." kekeuh Lisa.

Dito memang sudah memprediksi dari awal pasti Adeknya yang paling cantik ini enggak akan mau pulang sebelum dirinya juga pulang. Sifat yang sangat keras kepala melebihi dirinya.

Dito menghela nafas. "Ya udah kalau gitu tunggu sepuluh menit lagi ya, Dek, atau kamu mau bantuin Abang biar pekerjaan ini cepat selasai. Bagaimana,?" tawar Dito.

Lisa nampak berpikir keras kalau dia membantu Dito emang sih bakalan cepat selesai tapi giliran di bantu dia sendiri yang capek. Lisa mencoba menengok pekerjaan Dito yang ada di atas meja.

"Eum... boleh deh tapi aku bantunya dikit saja ya, Bang," Lisa lalu mengambil kertas itu dan segera mengeluarkan laptop yang tadi sudah dia simpan dalam tasnya.

Dito tersenyum ringan. "Kalau kamu capek taruh aja di mejanya, Abang, biar nanti besok di lanjut sama teman-teman." Dito menatap Lisa lalu balik lagi melihat tumpukan kertas yang siap untuk di kerjakan.

Lisa berdiri lalu membawa laptop dan kertas untuk di taruh di meja kecil yang biasanya Dito gunakan untuk mempersilahkan para clientnya.

Seperti seseorang yang hendak berperang Lisa mengambil ikat kepala lalu di ikatkan di atas jilbabnya. Memang anak bungsu dari pasangan Ibu Widya Sari Wati dan Bapak Amin Widiyanto selalu punya hal yang sangat mengejutkan dan enggak mudah untuk di tebak sama siapapun.

"Kayak mau perang saja sih, Dek," Dito rasanya ingin tertawa terbahak-bahak namun di tunda karena pekerjaan enggak akan selesai hanya dengan dilihatin saja.

Lisa mengacuhkan ucapan Dito, dia sadar semakin banyak bercanda dengan Abangnya maka kepulangan untuk ke rumah juga akan semakin lama.