"Kamu masih suka sama lawan jenis kan Bang?" tanya Widya penasaran.
Arman yang semula sedang memainkan ponsel langsung menatap Ibu mereka penuh dengan tanda tanya. Apa maksud pertanyaan dari Ibu mereka, apa mungkin Ibunya mengira kalau Dito itu suka sama sesama jenis karena enggak pernah bawa seorang perempuan ke rumah ini.
"Maksudnya Ibu apa nih?" Ayah jadi penasaran dengan pertanyaan istrinya.
"Ibu mengira Abang itu gay?" sambung Lisa.
Widya jadi merasa bersalah, apa pertanyaannya barusan sangat frontal jadi bikin semua anggota keluarga yang ada di rumah ini pada kaget mendengar pertanyaannya yang telah dia lontarkan.
"Iya... maksudnya apa Abang itu suka sesama jenis?" cicit Ibu.
Dito memasang muka cengo. "Astagfirullah, ya nggak mungkinlah Abang suka sama laki-laki, Bu. Abang masih normal Bu, masih suka sama perempuan. Pasti Ibu mikirnya karena Abang nggak pernah bawa perempuan jadi bisa menyimpulkan ini 'kan?" tebak Dito.
Ibu bernafas lega. "Alhamdulillah kalau Abang masih suka sama perempuan. Terus kenapa Abang nggak pernah bawa perempuan ke rumah?"
Lisa ingin sekali tertawa mendengar pertanyaan Ibu yang menurutnya sangat konyol. Bayangin saja, iya kali seorang Dito laki-laki idaman di kantor di tuduh sebagai seorang gay sama Ibu kandungnya sendiri.
Mendengar hal ini Lisa sangat ingin menceritakan kejadian ini sama teman kerjanya. Namun sayang Dito menatap Lisa dengan sangat tajam seolah tahu apa yang menjadi isi di kepala cantik adiknya.
"Abang tuh bukannya enggak normal, Bu, cuman Abang itu orangnya terlalu pemilih makanya sampai sekarang belum ada cewek yang di kenalin sama orang rumah." Lisa memecahkan suasana.
Ibu sekarang baru bisa bernafas lega. Syukurlah kalau Dito masih normal dan ini saat yang tepat bagi anak sulungnya untuk mencari pendamping hidup bukan hanya yang wajahnya yang cantik tapi juga hati serta agamanya yang bagus.
Ibu mempunyai ide yang sangat cemerlang. "Abang mau nggak Ibu carikan pendamping hidup. Inget umur Abang hampir mendeketi 30 tahun."
"Abang bisa cari sendiri kok, Bu. Tuh anak perempuan Ibu yang di carikan pendamping hidup soalnya dia masih inget sama Ali Baba." Dito mengalihkan pembicaraan.
Lisa jadi kasihan sama Ali karena namanya suka di plesetkan sama orang rumah terutama sama Abang-abangnya. Padahal wajah Ali sangat tampan untuk ukuran orang Asia, mungkin lain kali Lisa perlu membawa para Abangnya untuk ke dokter mata.
Lisa heran lagi-lagi dirinya yang kena padahal tadi hanya mengatakan yang sejujurnya. Lisa juga takut sih karena Abangnya terlalu pemilih, bisa-bisa nikahnya umur yang sudah tua. Hih! amit... amit... amit.
"Loh, kamu belum bisa move on dari Ali Baba itu, Dek?" sambung Arman.
Lisa berdecak sebal. "Ish... anak orang namanya di plesetin. Namanya tuh Ali Aditya Utama, awas kalau Aisyah sampai denger bisa ngamuk tuh orang." jeda Lisa. "Lagian ya Bang, Mas namanya cinta nggak bisa memilih untuk siapa hatinya berlabuh." jawab Lisa agak puitis.
Ibu dan Ayah hanya bisa menggelengkan kepala. Kalau tadi sewaktu pulang kerja drama antara Ibu dan anak, sekarang setelah makan malam saatnya drama antara anak dengan anak.
Ayah kalau jahilnya suka kambung merekam aktivitas anak-anaknya yang suka berantem. Lumayan untuk obat rindu saat Ayah sedang lelah bekerja dan melihat cuplikan adegan yang setiap malam selalu berganti tema.
"Ya sudah kalau gitu semua anak Ayah nikahnya sama-sama lumayan kan menghemat biaya." celetuk Ayah.
"Jangan Yah, kasihan Bang Dito belum ada calonnya, kalau Mas Arman tinggal pilih cewek yang paling cantik di antara cewek yang lain."
Mulut seorang perempuan itu sangat amat tajam bayangkan saja kalau laki-laki ngomong salah sedikit saja pasti akibatnya kena semprot panjang kali lebar. Terkadang Lisa sangat kasihan melihat para Abangnya suka dia jadikan sasaran empuk dari kemarahannya.
"Emang siapa sih calonnya Mas Arman, ini Dek? Perasaan Ibu nggak pernah lihat Masmu ini telefonan sama perempuan, Dek." tanya Ibu mulai penasaran.
Lisa pasti sudah menduga jawaban Ibu seperti ini karena Arman orang yang sangat cerdik, kalau mau menelefon perempuan nunggu suasana rumah alias orang rumah sudah pada tidur. Pernah satu kali Lisa bangun dan ingin mengambil air mineral di dapur, dia mendengar suara cekikikan yang di kiranya adalah hantu eh ternyata itu adalah suara Arman yang sedang asik berbalas suara di telefon.
Untungnya aja Lisa enggak bawa ponsel coba kalau bawa pasti sudah dia rekam dan di tunjukkan sama orang rumah di jamin pasti menertawakan kelakuhan Abangnya yang satu ini. Emang ya Allah itu Maha Adil, Lisa di berikan dua orang Abang yang satu pendiam tapi yang satunya lagi banyak tingkah dan kalau semua Abangnya menghadap orang tua mereka hanya melakukan jurus diam seribu bahasa.
"Adek bohong tuh Bu, Mas nggak ada cewek kok." elak Arman.
"Iya emang nggak ada kalau satu tapi kalau lima ada Bu, bener yang di katakan sama Adek kok, Bu. Abang dukung seratus persen ucapan Adek barusan." dukung Dito semakin menambah suasana rumah tambah panas.
Ibu jadi bingung ini kira-kira yang bener ucapannya anak bungsu dan sulungnya atau anak yang nomor dua. Namun kalau di pikir secara logika ucapan 2:1 pasti yang menang suara terbanyak, itu artinya ucapan Lisa dan Dito memang bisa di percaya.
Lisa bisa bernafas lega karena dia berhasil mengecohkan orang rumah untuk beralih membicarakan kehidupan percintaanya Arman. Enggak bisa di bayangkan kalau misalkan Lisa lagi yang kena, dia hanya ingin move on dari yang namanya Ali tetapi kenapa justru keluarganya terus-terusan membahas tentang Ali. Kalau begini ceritanya gimana Lisa bisa move on cepat.
Lisa sangat beruntung memiliki keluarga yang begitu lengkap, ada Ayah, Ibu dan juga para Abang yang begitu menyanyanginya. Lisa enggak bisa membayangkan gimana rasanya kerja dan jauh dari keluarga, pasti sangat enggak enak.
Jauh dari keluarga adalah impian yang enggak pernah di inginkan oleh semua orang. Namun apa daya dengan mereka yang harus terpaksa merantau jauh dari sanak saudara, keinginan untuk bertemu sangatlah menggebu apalagi saat lebaran ingin rasanya bertemu dan melepas rindu.
Pernah dulu terlintas dalam pikiran Lisa untuk merantau di kota yang sangat terpencil, tetapi dia enggak mendapat izin dari kedua orang tua serta para Abangnya. Mereka sangat tahu niat Lisa untuk kerja jauh bukan karena serius mencari kerja, melainkan karena ingin lari dari perasaan yang bertepuk sebelah tangan dengan Ali.
"Dit, kantor kamu minggu ini lagi sibuk banget ya?" tanya Ayah memecahkan keheningan.