Chereads / Mencintaimu Salahkah Aku / Chapter 11 - Hati yang Bicara

Chapter 11 - Hati yang Bicara

Dito melihat seluruh ruangan ini sepertinya para karyawan sudah pada pulang. Namun sebelum meninggalkan tempat dan memastikan seluruh karyawannya sudah benar-benar pulang lewat CCTV di ponselnya. 

Aman! Satu kata yang saat ini menggambarkan keadaan kantor, semua karyawannya sudah pulang.

"Yuk, Dek saatnya kita pulang, karyawan Abang sudah pada pulang kok." ajak Dito. Lisa mengambil tas kecilnya lalu bersiap untuk pulang. "Ya udah yuk pulang,  Bang."

Lisa berjalan duluan baru di susul oleh Dito di belakangnya. Karena Dito ingin memastikan bahwa Adiknya aman tanpa ada luka. 

***

Dito sudah menjalankan motornya. Sepanjang jalan dia mikir apakah Lisa enggak ada keinginan untuk mencurahkan semua isi hati pada dirinya. 

Mungkin kalau di luar sana banyak Abang yang acuh dengan Adiknya, namun beda dengan Dito, dia ingin selalu melindungi kedua adiknya. 

Dito sangat sedih dan terluka kalau Lisa, Adik perempuannya menyimpan masalah sendiri. Dia merasa enggak berhasil menjadi seorang Abang yang baik buat Adiknya.

Dito sangat takut jika Lisa mendapat tekanan batin yang sangat kuat. Dia harus bicara empat mata terhadap Ayah mereka. 

Mungkin maksud hati Ayahnya baik menginginkan Lisa untuk kerja yang tidak terlalu menguras tenaga tetapi kalau Lisa sudah senang dengan pekerjaannya saat ini, enggak akan jadi beban untuk Lisa. 

"Dek, Abang boleh nggak tanya sama kamu?" ucap Dito sambil melihat jalanan. Tiupan angin membawa suara Dito, sehingga Lisa harus mendekatkan telinganya di dekat telinga Dito. "Apa, Bang? Agak kerasan dikit aku nggak denger." teriak Lisa. 

Dito menggeleng pelan. "Abang, mau tanya sama kamu boleh?" Dito mengulang kembali ucapannya. Nah kalau suaranya Dito keras begini kan Lisa jadi denger. "Boleh mau tanya apa, Bang." jawab Lisa. 

Keadaan jalan begitu rame dengan orang yang pulang kerja dengan terpaksa Dito harus menahan pertanyaannya lebih dulu karena mau konsen di jalan. "Nanti aja ini lagi rame." 

Oke! Lisa paham dengan kondisi yang ada, masa iya Dito masih mau bertanya di saat jalanan lagi rame begini. Kalau nanti sudah lenggang baru Dito bisa bertanya sesuka hati.

Lisa sudah bisa menebak apa yang akan di tanyakan Abangnya terhadap dirinya, pasti karena masalah Ayah mereka yang maksa Lisa buat berhenti kerja. Namun itu hanya dugaan sementara dari Lisa, bisa jadi Dito menanyakan hal yang lain seperti tahu kabar dari Ali mungkin. 

Yaps! Lisa sampai saat ini masih memendam rasa dengan Ali. Padahal dia tahu sampai kapan pun Ali enggak akan menengok dirinya. 

Lisa terkadang bertanya dalam hati apa kurangnya dia sehingga Ali enggak pernah melirik dia sedikit pun.

Kalau untuk urusan ilmu agama In Sya Allah, Lisa punya cukup bekal agama yang lumayan banyak. Pada dasarnya yang akan menjadi guru untuk anaknya yang pertama kali adalah ibunya. Terus apa yang diragukan oleh Ali terhadap dirinya. 

Namun beda ceritanya kalau yang di cari adalah fisiknya maka Lisa akan mengatakan mundur di tepat. Dirinya bukan wanita yang berparas cantik melainkan berparas manis semanis gula. 

Jalanan mulai lenggang ini saatnya bagi Dito bertanya dengan Adiknya. "Dek, Abang mau tanya sama kamu. Selama di kantor Abang kamu nyaman apa enggak?" tanya Dito masih fokus mengendarai. Lisa yang melihat pemandangan pulang mendengarkan pertanyaan Abangnya. "Eum... nyaman dong, Bang. Di sana tuh ibarat rumah kedua bagi aku." Lisa mengingat hal ini bersama teman kantornya. 

Lisa sepertinya harus mengubur dalam kenangan itu karena sebentar lagi dirinya akan meninggalkan kantor Abangnya. Tak terasa air mata Lisa mulai menetes namun sebisa mungkin dia cegah agar Abangnya tidak tahu kalau dirinya saat ini sedang sedih.

*** 

Jangan remehkan perasaan saudara kandung karena ikatan mereka begitu kuat. "Nangis aja, Dek jangan di tahan." Dito mengarahkan motornya di salah satu cafe yang sedang hits. 

Lisa juga enggak sadar kalau Abangnya membawa dirinya di cafe ini. "Loh, Bang kok kita berhenti di sini sih? Nanti kalau Ayah nyari kita gimana?" protes Lisa.

Dito hanya memberikan senyum manis terhadap Adiknya. Tidak ada jawaban atas pertanyaan Lisa.

Cafe ini tempatnya sangat luas pantas saja para muda mudi suka nongkrong di tempat ini. Selain itu nuansa cafe ini sangat instagramable banget, sangat di gandrungi remaja dan di upload di sosial media. 

Dari informasi yang Lisa dengar katanya pemilik cafe ini usianya masih sangat muda sekitar kurang lebih usianya Lisa. Namun itu baru katanya bisa kita buktikan nanti apakah selentingan info dari Anita itu terbukti benar atau tidak. 

"Tenang aja, Dek, tadi Abang sudah izin sama Ayah buat mampir ke sini bentar kok." Dito masuk ke dalam cafe. Nampaknya seluruh tempat sudah penuh. Sejauh mata memandang Lisa tidak menemukan satu tempat pun yang kosong, semuanya penuh dengan kawula muda. 

"Bang, sepertinya sudah penuh begini kok. Kita ke cafe di sebrang sana aja ya." Lisa menunjuk cafe yang terletak di depan cafe ini.  Dito tidak menanggapi ucapan Lisa sama sekali, dia terus berjalan sampai ke. kasir yang ada di dekat tangga cafe ini. 

Lisa mengernyitkan dahi. Ini, Abangnya mau ngapain ke kasir itu, Abangnya enggak lihat apa kalau cafe sudah penuh begini. Lisa benar-benar heran dengan Abangnya. 

"Yuk, Dek kita naik ke atas aja." ajak Dito. Dengan santainya Dito melangkah terus menuju lantai dua. 

Lisa hanya mengikuti arahan dari Abangnya saja, percuma diingatkan kalau Abangnya masih kekeuh terus berjalan. Biarin aja kalau kosong juga akan pergi sendiri.

Waw, Ma Sya Allah Tabarakallah tempatnya di sini indah banget. Lisa sampai tidak bisa berhenti mengagumi tempat ini dan melepaskan pandangan mata, sungguh tempat yang sangat nyaman dan indah.

"Hati-hati tuh mulut nanti kemasukan sama lalat loh, Dek." cekikik Dito. Lisa menatap Dito kesal. Abangnya ini kenapa selalu membuat senang dan kesal dalam waktu yang bersamaan. "Ish... Abang menyebalkan sekali sih, aku aduin nanti sama Kak Arman." ucap Lisa sebal. 

Dito masih cekikikkan namun Lisa takut kalau ada orang lain yang tau tawa dari Abangnya yang mirip seperti Mbak Kunti. 

"Udah, Bang jangan ketawa mulu, nanti Abang malu kalau ada yang lihat. Tawa, Abang 'kan mirip Mbak Kunti." Lisa balas ejek Dito. Abangnya memasang wajah sebal, seenaknya saja bilang ketawanya kayak Mbak Kunti. "Sembarangan aja kamu bilang." sungut Dito.

Lisa masa bodoh dengan respon Abangnya, yang sekarang ada di pikirannya saat ini adalah bagaimana cara agar Ayahnya bisa di luluhkan.