Lisa memang penasaran kenapa dia begitu membenci dirinya tetapi Lisa terlalu takut untuk mendengar kenyataannya.
Lisa ingin mencela juga sepertinya percuma karena dirinya pasti akan kalah, lebih baik sekarang dirinya diam seribu bahasa.
"Terimakasih ya, Bang, saya enggak akan menyiakan kesempatan ini." Ali baru bisa bernapas lega. "Dan saya janji enggak akan membuat kamu kecewa lagi, Lis."
"Iya sama-sama, Li."
"Yuk ah, Bang, kita pulang nanti di cariin Ayah sama Ibu." Lisa sudah enggak betah berlama-lama duduk di sini, yang ada nanti hatinya bisa goyah begitu saja.
Dito mengusap jilbab Lisa. "Oke, Adik kecilnya Abang. Ya. udah, Li, kami pamit dulu ya. Assalamualaikum." Lisa menggandeng tangan Dito seakan enggak sabar ingin segera pergi dari tempat ini.
"Waalaikumsalam, hati-hati di jalan ya, Bang, Lis. Jangan lupa sering mampir ke sini saya akan berikan tempat ini khusus untuk kalian." pesan Ali.
"Dih, kagak jelas banget." gerutu Lisa yang masih bisa di dengar oleh Ali.
"Saya jelas kok, Lis, dan akan memperjelas hubungan kita. Tunggu kedatangan saya ya, Lis." batin Ali. Yaps, dia sengaja enggak mengungkapkan karena pasti Lisa akan semakin ilfiil terhadap dirinya dan Ali enggak mau kalau sampai hal itu terjadi.
***
Lisa keluar dari cafe dengan perasaan campur aduk, ada rasa sebal, kecewa dan senang. Yaps! Lisa senang karena dia melihat kalau Ali baik-baik saja. Harusnya tadi dia menanyakan kabar soal orangtua Ali, kalau kabar Aisyah dia sudah tahu karena mereka selalu berkirim pesan.
"Bang, kalau ngajak ke sini aku enggak mau lagi." Lisa mengambil helm dari motor Dito.
Dito ketawa. "Cie yang habis ketemu sama masa lalu." goda Dito.
Dito mengendarai motor dengan sangat cepat. Tadi dia sempat melihat jam ternyata sudah hampir petang, nanti pulang-pulang dapat omelan dari Ayahnya.
"Masa lalu yang kelam, Bang, aku nyesel pernah cinta sama orang seperti dia." Lisa masih diliputi perasaan sebal, makanya dia asal dalam bicara.
***
Lain di mulut lain juga di hati. Itulah yang saat ini sedang terjadi pada Lisa. Dia bilang enggak mau ketemu lagi sama Ali namun hatinya berkata lain, bahwa dia masih ingin ketemu dengan laki-laki yang bisa membuat dirinya jatuh cinta.
Lisa juga enggak menampik kemungkinan bila Ali beneran datang ke rumah, menjelaskan semua yang telah terjadi. Namun akhirnya Lisa tersadar untuk tidak boleh terlalu berharap pada Ali.
Motor Dito sudah terparkir rapi di halaman rumah. Lisa turun dengan sangat hati-hati karena membawa beberapa barang yang tadi Dito beli di minimarket.
"Bantuin aku dong, Bang." gerutu Lisa. Kenapa sih laki-laki enggak pernah bisa peka sama perempuan, walau perempuan itu Adik kandungnya sendiri.
Dito yang melihat Adiknya turun dengan pelan-pelan terpaksa harus turun dari motor untuk bantuin Adiknya. Memang sih, ini semua barangnya tetapi masa gitu aja Adiknya enggak bisa bawa sih.
Ya udahlah daripada nanti mengomel kagak jelas lebih baik Dito bantuin Lisa, karena saat masuk ke dalam rumah pasti mereka akan di teror dengan beberapa pertanyaan yang sadis.
Lisa membawa plastik yang berisi camilan sedangkan Dito membawa plastik yang berisi sembako.
Yaps! Ini salah satu yang Lisa sukai dari Dito, setiap bulan pasti beliin sembako yang sudah habis tetapi kalau camilan beuh... mana mau Dito beliin buat kedua Adiknya.
Dito melihat Lisa membawa camilan, pasti kalau yang bawa Adiknya enggak akan sampai dengan utuh karena di tengah perjalanan Adiknya akan mengambil beberapa camilan yang di sukai olehnya.
"Assalamualaikum, Bu, Yah..." teriak Lisa dari luar, Dito yang melihat kelakuan Adiknya seperti anak kecil hanya bisa menggelengkan kepala.
Dito menepuk dahi, dia lupa harusnya tadi sewaktu di cafe dia tanya soal Ayah mereka yang ingin Lisa pindah kerja. Gara-gara keasikan ngobrol dengan Ali. Ya udah nanti bisa Dito tanyakan di dalam rumah saja.
"Waalaikumsalam, Bang, Dek..." ucap Ibu dari dalam rumah. Dito sangat syok saat tahu Ibunya sedang berusaha memasang lampu ruang tamu. Dengan cekatan Dito menaruh plastik yang berisi sembako dia taruh di lantai lalu mengambil alih kegiatan yang dilakukan oleh Ibunya.
"Ibu... sudah berapa kali, Abang, bilang 'kan kalau mau pasang lampu atau pekerjaan yang berhubungan dengan tenaga laki-laki tuh sebaiknya Ibu minta bantuan sama kami." omel Dito. Abang pertama Lisa sangat menyayangi Ibunya, dia enggak mau kalau sampai Ibunya melakukan pekerjaan yang seharusnya dilakukan oleh laki-laki.
"Emang, Ayah kemana aja sih kok enggak minta tolong sama Ayah, aja, Bu?"
Ibu tersenyum senang. "Ayah, masih kerja, Bang, udah gini aja nggak apa-apa kok, Ibu juga bisa ngelakuin sendiri." elak Ibu. Jauha di lubuk hati yang paling dalam tadi beliau ragu-ragu ingin memasang lampu ruang tamu sekarang atau nunggu anak-anaknya pulang.
Dito mendengus kesal. "Ibu, Abang tahu kok kalau Ibu sedang berbohong, mana bisa Ibu pasang lampu setinggi ini. Abang aja yang laki-laki kadang kesusahan." tepat seperti yang dikatakan oleh Dito bahwa dinding atap mereka terlalu tinggi. Dito jadi heran Ayahnya nemu desain rumah dari mana kok bisa atap rumah ini tinggi banget. Kalau orang lain lihat pasti di sangkanya rumah ini berlantai tiga padahal aslinya hanya berlantai dua. Bener-bener desain yang sangat bagus namun sayang bikin orang kesusahan pasang lampu.
Lisa hanya melihat momen ini dengan senyuman manis. Abangnya selalu memperlakukan perempuan yang ada di rumah ini layaknya seorang ratu, yang benar-benar harus dia jaga dan lindungi.
Kalau melihat momen seperti ini Lisa jadi kepikiran sama Kakak nomor dua yaitu Arman. Kakaknya itu selalu menyayangi Lisa, apapun yang Lisa minta selalu dituruti termasuk dulu pernah jadi mata-mata untuk Ali. Duh kenapa jadi bahas masa lalu.
Oke sekarang yang harus Lisa pikirkan adalah bagaimana caranya biar Ayahnya luluh dan enggak menyuruh dia untuk pindah tempat kerja.
"Kok, tumben sih jam segini Ayah belum pulang, Bu?" tanya Lisa celingukan mencari keberadaan Ayahnya.
Ibu mengangkat bahu ke atas bawah. "Tadi, Ayah bilang kalau ada lemburan makanya agak telat pulangnya, Dek." jelas Ibu.
Lisa mengangguk lalu berjalan ke arah kamar mandi. Tolong di garis bawahi hanya kamar Lisa yang tidak ada kamar mandi di kamarnya karena masa kecil Lisa.
***
Flashback
Ibu sedang mengelap keringat karena anak bungsunya yang kelakuannya selalu bikin sakit kepala. Salah satunya hal yang paling kecil yaitu Lisa kecil sebelum tidur harus main dengan bonekanya sampai dia tidur.
Anak kecil kalau sudah main selalu identik dengan berantakan, mana pernah anak kecil main dengan sangat rapi.