Chereads / Mencintaimu Salahkah Aku / Chapter 18 - Kehidupan Baru

Chapter 18 - Kehidupan Baru

***

Flashback Off

Lisa kecil pun melakukan hal yang sama, apalagi dia kalau main sebelum tidur pasti mainannya tercecer dimana-mana. Akhirnya saat pagi Ibu harus membereskan mainan yang sudah di berantakin oleh Lisa kecil.

Ouwh tenang kawanku sekalian, tidak hanya sampai di sini saja, setelah bangun tidur Lisa kecil paling enggak bisa bangun pagi, harus di guyur air baru bisa bangun. Alhasil seprai basah dan Ibu lagi yang harus mencucinya. 

"Dek, bangun udah jam enam nih buruan nanti telat." Ibu menggoyangkan tubuh Lisa dengan sangat kencang.

"Eum... ini jam belapa sih, Bu?" Lisa kecil mengkucek kedua mata. 

Allahu Akbar jam segini belum bangun juga, rasanya Ibu sudah kehabisan akal untuk membangunkan Lisa. 

Masih sekolah Taman Kanak-kanak (TK) saja bangunnya susah banget, gimana nanti kalau sudah masuk Sekolah Dasar bisa dibayangkan setelat apa Lisa kecil untuk pergi ke sekolah.

"Bangun, Dek, buruan nanti Ayah keburu berangkat kerja loh." Ibu sangat capek membangunkan anak perempuannya yang penuh drama. 

"Iya, Bu, iya." jawab Lisa malas. 

Ayah selalu mempunyai cara untuk membuat anak-anaknya mandiri salah satunya dengan sengaja bikin kamar mandi Lisa berada di luar biar anak perempuannya tidak semakin malas.

Bisa di bayangkan kalau kamar mandi Lisa di jadikan satu dalam kamar tidur, pasti malasnya kebangetan. Hal ini yang membuat Ayah memikirkan seribu kali. 

***

Flashon

Segar! Saat ini yang di rasakan oleh Lisa, selepas mandi Lisa keluar dari kamar lalu bergabung dengan Ibu yang sedang menikmati secangkir teh di sore hari. 

"Ibuku sayang lagi apa?" Lisa memeluk Ibunya dari belakang. Ya seperti inilah cinta kasih anak perempuan terhadap Ibunya enggak pernah gengsi untuk mengatakan sayang. 

"Lagi nunggu Ayah, kok jam segini belum pulang juga ya, Dek. Ibu jadi khawatir." Ibu sangat terlihat gelisah karena Ayah belum pulang juga. 

"Mungkin, Ayah masih sibuk, Bu. Sabar ya, Bu nanti juga Ayah pulang kok." Lisa mencoba menenangkan Ibunya.

Tok... Tok... Tok. 

Suara ketukan pintu terdengar dari dalam, Ibu bangkit lalu berlari menuju pintu.

"Assalamualaikum, Bu..." ucap seseorang yang sudah di tunggu oleh Ibu dari tadi. Ya, siapa lagi kalau bukan Ayah. Laki-laki yang berhasil buat Ibu ketakutan dan saat jam waktunya sudah pulang tetapi belum pulang juga. 

"Waalaikumsalam, kok baru pulang sih, Yah." ucap Ibu sangat khawatir. Ayah mengelus pucuk hijab Ibu. "Maaf ya, Bu tadi ada keperluan sebentar. Anak-anak belum pulang?" tanya Ayah celingukan mencari ketiga anaknya.

Ibu mengangguk. "Iya, biasalah, Yah, yang pulang itu baru Dito sama Lisa. Tuh, mereka lagi kumpul di ruang santai." Ibu menunjuk ruang santai dimana Dito dan Lisa sedang bercengkerama ria. 

"Alhamdulillah kalau Lisa, udah pulang. Ya udah, Bu, Ayah mau mandi dulu udah kecut banget." Ayah masuk ke kamar lalu menjalankan aktivitas sore, apalagi kalau bukan mandi. 

***

Adzan mahgrib telah berkumandang saatnya untuk umat Islam menjalankan ibadah salat mahgrib. Ayah keluar dengan pakaian baju koko serta sarung bergaris biru tua. Sedangkan Dito menyusul di belakang masih berkutat dengan sarung yang entah dia taruh dimana. 

"Ayo, Bang, buruan keburu dimulai nih salatnya." Ayah nampak keburu-buru. Dito tak menghiraukan perintah Ayahnya, dia masih sibuk mencari sarung. 

Ini nih salah satu kebiasaan Dito yang enggak ditemukan di kantor, dia selalu lupa menaruh barang pribadinya. Beda lagi kalau di kantor, dia berusaha keras untuk terlihat rapi dan tentunya dengan bantuan Lisa yang merangkap dua pekerjaan sekaligus. 

Sedangkan kalau Arman punya sifat yang sangat perfeksionis, selalu rapi menaruh barang-barangnya. Hebatnya lgi, Arman selalu inget di tempat mana saja dia menaruh barang-barangnya. 

Kalau Lisa, jangan di tanya lagi. Dia enggak pelupa tetapi juga enggak perfeksionis, berada di tengah-tengah. Adakalanya Lisa lupa taruh barangnya dimana, namun juga terkadang inget di mana dia menaruh barang itu.

Yaps! Begitulah karakter masing-masing dari anak Ayah dan Ibu, berbeda namun selalu bisa bikin suasana rumah jadi rame. 

"Ayah, duluan aja, Abang masih sibuk cari sarung nih, belum ketemu dari tadi." teriak Dito. 

Ayah yang mendengar kegelisahan anak pertamanya masuk lagi ke kamar lalu mengambil sarung yang jarang di pakai. 

"Loh, Yah, bukannya tadi udah siap-siap, kok sekarang malah bawa sarung lagi?" tanya Ibu penasaran.

Ayah tidak menoleh ke arah Ibu, dia masih merapikan baju yang sedikit agak miring akibat dia mengambil sarung. "Biasa anak Ibu yang pertama, suka lupa taruh sarungnya, makanya Ayah, ambilkan sarung buat Dito."

Ibu mengangguk paham. "Iya mau gimana lagi Yah, namanya juga Dito selalu saja penyakit pikunnya datang di saat yang tidak tepat."

Ayah setuju dengan ucapan Ibu. "Lisa, kemana, Bu? Kok lagi adzan enggak keluar dari kamarnya."

"Biasalah, Yah, Lisa lagi datang bulan makanya enggak keluar dari kamar." jelas Ibu. 

Syukurlah kalau Lisa lagi datang bulan, Ayah mengira kalau anak perempuannya masih marah sama dirinya. 

"Ya udah, Bu, nanti kalau Ibu sudah selesai salat mahgrib tolong bilang sama Lisa, nanti Ayah mau ngobrol penting." 

Ibu mengerutkan dahi. Kira-kira apa yang akan dibicarakan Ayah sama Lisa, apa suaminya ini masih kekeuh ingin Lisa keluar dari kantornya Dito. Semoga saja tidak, karena Ibu bisa lihat dari kedua mata Lisa kalau dia sangat nyaman kerja di kantornya Dito. 

"Yah, tolong jangan memaksakan kehendak, Lisa, ya," pinta Ibu dengan tatapan memohon.

Seorang Ibu akan melakukan apa saja untuk kebahagiaan anak-anaknya termasuk memohon sama suami agar tidak terlalu mengekang ketiga anaknya.

Ayah tersenyum. "Kita lihat nanti aja ya, Bu, ya udah Ayah mau pergi ke masjid dulu."

Ibu mencium telapak tangan Ayah. "Iya udah, Yah. Dito kemana kok belum keluar kamar juga, Yah?" Jam sudah menujukkan pukul 17.40 WIB tetapi sampai saat ini Dito belum keluar kamar juga. 

Ayah mengetuk kamar Dito dengan sedikit kencang. 

Tok... Tok... Tok. 

"Abang, keluar ini Ayah pinjami kamu sarungnya." teriak Ayah.

Ayah sangat takut kalau misalkan sampai ketinggalan hanya gara-gara sebuah sarung. 

Ceklek! Dito keluar dari kamar dengan baju koko dan celana pendek warna hitam. 

Dito nyengir sambil mengaruk kepala. "Hehehe, makasih ya, Yah." Dito mengambil sarung yang dibawa oleh Ayah lalu memakai di hadapan Ayah dan Ibu. 

"Ayo... buruan, Dek, udah jam segini." Ayah langsung menggandeng tangan Dito. "Iya udah, Bu, kalau gitu Ayah sama Abang pergi ke masjid dulu. Assalamualaikum."