Bener juga sih yang di bilang sama Mbak Rita, lebih baik kamu nanti bicara dari hati ke hati dulu aja. Kalaupun Ayah kamu masih bersikeras nanti biar kita semua main ke rumah untuk mencegah pilihan itu." jawab Edo menyetujui ucapan Rita.
Lisa kembali menitikkan air matanya yang semakin deras. Dia sama sekali enggak nyangka ternyata sahabatnya sepeduli ini dengan dirinya bahkan bela-belain mau bantuin bicara sama Ayahnya.
"M-makasih banyak ya guys. Aku sangat bersyukur banget punya sahabat seperti kalian." ucap Lisa sambil menyeka air matanya yang keluar begitu derasnya.
Anita adalah sahabat terdekat Lisa, dia sangat sedih apabila harus di pisahkan dengan Lisa. "K-kita semua pasti akan membantu kamu, Lis. Kamu jangan pernah merasa sendiri ya." Anita memeluk Lisa, di susul dengan Rita.
"Yach... terus aku meluk siapa dong." celetuk Edo.
Edo ini paling jago mencairkan suasana karena dia enggak ingin sahabatnya harus berkubang dalam kesedihan yang tiada pasti.
Sahabat yang sejati adalah sahabat yang selalu ada di saat salah satu sahabatnya sedang tertimpa musibah dan berusaha menghibur serta menolongnya.
***
Banyak sekali di luar sana yang katanya mengaku sebagai "sahabat" tetapi pada saat salah satu dari sahabatnya sedang tertimpa musibah merasa masa bodoh dengan penderitaan yang di alami sahabatnya, hanya datang di saat senangnya saja.
"Nah gini dong Ibu Lisa yang paling cantik, sudah bisa tersenyum kembali." celetuk Edo.
Lisa sekarang bisa tersenyum lega karena di kelilingi dengan sahabat yang enggak hanya datang di saat senang namun datang juga di saat susah tanpa ada embel-embel dirinya "Adik dari Pak Bos". Senyum sumringah telah muncul di bibir cantiknya, sahabat-sahabatnya pun sangat lega dirinya sudah mulai enggak terlalu memikirkan pilihan Ayahnya.
"Halah... emang dasar kamu raja gombal ya, Do, tadi aja merayu aku sekarang balik lagi merayu Lisa." Anita mengkerucutkan bibirnya.
"Kalau kamu cemburu bilang aja dong, Nit." Edo masih berusaha mengambil hatinya Anita.
"Dih... sorry ya, aku masih punya my love yang lebih baik dari kamu."
Lisa menggelengkan kepala. "Sudah dong, kalian ini enggak tahu tempat selalu saja berantem."
"Iya tuh, Lis, mereka itu emang seperti kucing dan harimau." Rita menyetujui ucapan Lisa.
Anita menatap Rita dengan terkejud. "Loh kok bisa kucing dan harimau sih, Mbak Rit?"
"Iya lah, Anita kucingnya dan Edo harimaunya karena mangsanya ada di mana-mana." ledek Rita.
Seperti inilah sahabat sejati, enggak ingin melihat sahabatnya terlalu terpuruk dalam kesedihan. Segala cara akan mereka lakukan demi membuat sahabatnya tersenyum kembali, ya walaupun dengan ejek-ejekkan begini.
"Emang bener tuh, Mbak, 'kan Edo harimau berbulu domba." sambung Anita.
Edo hanya menampakkan wajah cemberut karena dirinya merasa di pojokkan. Namun ini tidak akan berlangsung lama karena Edo tahu semua ini hanya mereka lakukan demi membuat Lisa senang kembali. Edo pun juga berharap semoga saja Ayahnya Lisa bisa di nego.
"Iya deh kali ini aku ngalah. Ya udah yuk sebaiknya kita balik lagi ke kantor takut nanti Pak Bos marah-marah." Edo melihat jam yang ada di pergelangan tangannya yang menunjukkan pukul satu siang.
Lisa sangat bersyukur telah di berikan teman kerja yang begitu baik seperti ini. Entahlah nanti kalau sudah sampai rumah apa Ayahnya masih ingin dia pindah kerja atau mungkin sudah luluh.
***
Balik ke kantor dengan aktivitas yang sedikit bersemangat akibat dapat dukungan dari santapan makan siang. Lisa dan teman-teman lainya sudah duduk dengan manis di depan layar monitor.
"Eh guys denger-denger minggu ini Bos hanya ambil job sedikit katanya kasihan sama anak buahnya yang selalu kewalahan dengan pekerjaannya." Anita berucap dengan penuh semangat.
Seperti yang di lihat seminggu yang lalu, Pak Bos mengambil job yang sangat banyak sehingga mereka nampak kewalahan dalam mengerjakannya.
***
Mereka nampak serius sehingga tanpa sadar waktu cepat berlalu kini sudah saatnya beristirahat dalam kurun waktu yang lama aliasnya sudah waktunya untuk pulang.
"Alhamdulillah, ayok. guys saatnya kita pulang." Anita berseru senang. Lisa sudah siap untuk berkemas diri namun sayang sepertinya harus di tunda karena Abang belum juga keluar dari ruangannya.
"Yuk, pulang bebebku." Edo mulai mengeluarkan jurus gombalnya. Anita memandang sinis pada Edo. "Dih... apaan sih. Abaikan aja Lis." Anita menutup telinga Lisa yang terhalang jilbab.
Lisa tidak menanggapi ocehan Edo dan lebih memilih untuk menunggu pesan dari Abangnya yang enggak keluar dari ruangan.
Krek! Pintu ruangan Dito terbuka lebar. Lisa sangat bersyukur akhirnya Abangnya keluar dari kandangnya.
Kandang? Emang di kira Abangnya itu anak ayam bisa masuk kandang. Membayangkan itu Lisa tersenyum geli.
"Sudah waktunya pulang kok kalian masih di sini aja?" Dito melihat jam yang ada di pergelangan tangan yang menunjukkan pukul lima sore. "Eh... itu apa ya Pak Bos, a-anu ini baru bersiap mau pulang." Edo sigap mengambil tas kecilnya.
"Ouwh gitu saya kira mau nunggu Adek saya pulang, Do." ucap Dito santai. Edo mengaruk kepala. "E-engak kok, Pak Bos. Ya sudah saya pulang dulu ya, Pak Bos. Mari Lis, An, Pak." Edo langsung ngacir meninggalkan tempat.
Anita dan Lisa menggelengkan kepala. Heran melihat tingkah Edo yang semakin hari semakin aneh. Lisa yakin kalau kelakuan Edo saat ini karena putus hati gara-gara Anita sudah punya kekasih hati dan orang itu bukan dirinya.
Anita tersenyum sinis. "Tadi aja bilang berani mau kecengin Adiknya Pak Bos, eh giliran ada Abangnya malah kagak berani." gerutu Anita kecil yang masih bisa di dengarkan oleh Dito dan Lisa. Sedangkan Lisa tersenyum kecil mendengar gerutuan Anita, tanpa Anita sadari ungkapannya barusan memperlihatkan kalau dia itu cemburu.
"Kalau cemburu bilang aja kali, An." lanjut Dito menanggapi ucapan anak buahnya. Dito sangat tahu kabar yang berhembus dari setiap karyawannya karena Lisa kalau setiap pulang ke rumah menceritakan kejadian apa saja di kantornya.
Anita tercengang. "Eh-h enggak cemburu kok, Pak Bos. Ngapain juga cemburu sama laki-laki yang modelannya begitu." elak Anita. Dito lebih memilih mengalah karena kalau obrolannya di lanjut maka akan semakin lama. "Iya deh saya percaya kalau gitu, An." Dito menatap Lisa. "Yuk pulang sekarang, Dek." ajak Dito sambil menggandeng tangan Lisa.
Lisa mengangguk kepala. "Oke, Bang. Yuk pulang juga, An nanti kamu di sini di temani sama Mbak Kunti loh." Lisa mencoba menakuti Anita. Dito menggelengkan kepala melihat tingkah laku Adiknya yang suka jahilin temannya padahal hatinya saat ini sedang rapuh.