"Iya, Lis, cerita saja sama kita-kita. Apapun masalah kamu Insya Allah akan kita bantu semampu kita." sambung Mbak Rita.
"Enggak usah takut untuk cerita ya, Lis, Akang akan selalu ada unuk kamu di saat susah maupun senang." gombal Edo yang berakhir mendapat sorakan dari teman-temanya.
"Halah... kalau enggak ada Pak Bos saja, kamu berani gombalin Adeknya, coba kalau di hadapan Pak Bos." ledek Anita.
Mereka semua tahu kalau Edo enggak beneran mau deketin Lisa, dia hanya sekadar menghibur temannya yang sedang galau saja.
Edo saat ini sedang mengincar seorang perempuan cantik, siapa lagi kalau bukan Anita. Namun sangat di sayangkan karena Anita sekarang sudah punya pacar, laki-laki tinggi, putih dan bekerja di salah satu bank swasta.
Anita tahu kalau Edo berusaha mendekatinya tetapi tidak di respon oleh Anita. Sikap Edo patut untuk di acungi jempol, dia enggak patah semangat untuk terus mendekati Anita. Kalau kata slogan dari Edo "Sebelum janur kuning melengkung, Edo harus terus memperjuangkan Anita."
Lisa hanya memandang pertengkaran kecil yang di lakukan temannya sekarang, lumayan Lisa jadi sedikit terhibur.
"Hai... kalian ini temannya lagi sedih malah asik berantem di depan umum malu kali sama umur." Rita berusaha menengahi.
Rita ini orang yang paling di tua kan selain umurnya yang paling jauh di antara mereka. Rita juga sangat.
"Iya nih kalian kayak tom and jerry saja." sambung Dinda.
"Kalian ini kalau berantem terus nanti bisa berjodoh loh."
Edo menyunggingkan senyum bangga. akhirnya ada juga yang mau mendukungnya untuk mendekati Anita. Edo benar-benar berharap semoga saja Anita mau membuka hatinya.
"Dih... ogah aku berjodoh sama manusia tengil ini." tunjuk Anita ke Edo.
Edo yang di tunjuk sama perempuan pujaan hatinya hanya bisa tersenyum semanis gula pasir.
"Jangan begitu dong cantik, nanti kalau Allah sudah berkehendak kamu jodoh Abang gimana." Edo mengeluarkan gombalan mautnya.
"Alllahu Akbar. Amit... amit... amit. Jangan sampai aku sama kamu. Mas pacar lebih menjanjikan dari pada kamu." tangan Anita mengetuk meja sampai tiga kali.
Yaps! Semua orang akan sependapat dengan Anita, bahwa pacarnya yang sekarang masa depannya memang sangat menjanjikan, selain itu juga Anita sangat mencintai pacarnya dan enggak bisa pindah ke lain hati.
"Sudah... jangan di teruskan perdebatan ini. Ingat misi kita yang pertama ingin membantu Lisa menyelesaikan masalahnya." Rita kembali mengingatkan teman-temannya. Lisa juga sangat setuju dengan ucapan Rita namun ada yang lebh penting dari sekadar mendengarkan cerita.
"Betul apa yang di katakan oleh Mbak Rita tetapi sebelum itu kita makan siang dulu karena perut aku sudah minta di isi guys." canda Lisa sambil memegangi kepalanya. Memang sangat tidak nyambung yang laper perut tetapi yang di pegang malah kepala. Begitulah Lisa yang apa adanya dan akan selalu membuat orang di sekitarnya merasa terhibur dengan candaannya.
***
Makanan yang sudah ada di meja kini hilang tida tersisa, ke mana lagi kalau bukan di perut orang-orang yang dari tadi minta untuk di isi.
Alhamdulillah! semua orang menghabiskan makannanya tanpa ada sisa sama sekali. Mohon di maklumi namanya juga pegawai pasti bayaran buat perutnya lumayan banyak.
Lisa seperti tidak kuasa menahan air mata yang sedari tadi memberontak untuk keluar, namun harus dia tahan karena enggak ingin para sahabatnya semakin khawatir dengan keadaanya.
Bismillah! Semoga saja dengan dia menceritakan masalahnya semalam bisa membuat hatinya tenang.
"Ada masalah apa, Lis? Cerita saja sama kita-kita." Rita mulai mengawali pembicaraan.
"Ayah minta aku mengundurkan diri dari pekerjaan ini, Mbak. Aku enggak bisa, Mbak." tangis Lisa pecah dalam pelukan Rita.
Semua yang ada di meja ini menatap Lisa tidak percaya, sepertinya sangat mustahil karena mereka tahu Ayah dari Lisa dan Bos mereka bukan orang yang suka memaksakan kehendak anak-anaknya. Mungkin Lisa sekarang hanya bercanda, kali saja mau mengerjai teman satu kubikelnya.
"Kamu itu kalau mau ngerjain kita kira-kira dong, Lis." canda Edo.
Sangat di sayangkan ucapan Edo membuat Lisa mendoakkan kepalanya lalu menatap Edo tidak percaya. Kenapa sahabatnya bisa mikir sampai seperti itu.
"Emang mata aku ini memancarkan kebohongan ya, Do?" Lisa balik tanya.
Edo menatap Lisa dengan tatapan yang begitu dalam, bukan tatapan cinta tetapi tatapan seolah mencari tahu kebenaran atas apa yang di ucapkan oleh Lisa.
Edo mengangguk lemah. "Iya, aku percaya sama kamu. Kenapa Ayah kamu minta keluar dari kerjaan ini, Lis? Bukankah kamu sudah begitu nyaman dengan pekerjaan ini bahkan di antara kita semua yang paling semangat kerja ya cuman kamu." jelas Edo.
Tepat seperti apa yang di ucapkan oleh Edo, di antara mereka semua orang yang paling semangat kerja cuman Lisa, bahkan terkadang Lisa juga rela menunggu Pak Bos kerja sampai selesai. Setiap Pak Bos ada rapat di luar pasti Lisa akan menceritakan kejadian rapat dengan penuh semangat, seperti bekerja tanpa ada beban sama sekali.
"Tolong dong, Lis, jangan keluar dari sini kalau kamu keluar nanti aku sama siapa." Anita sangat terpukul dengan ucapan yang di katakan oleh Lisa. Anita pasti akan sangat kehilangan Lisa kalau sahabatnya jadi keluar dari pekerjaan ini.
"Emang kamu enggak coba kasih pengertian sama Ayah kamu?" tanya Rita penuh harap. Rita juga enggak rela apabila Lisa keluar dari sini.
Lisa seperti mendapat hembusan angin yang sejuk. Boleh untuk di coba kalau dirinya sudah sampai di rumah. Lisa akan membujuk Ayahnya dengan berbagai cara sampai di izinkan tetap bekerja di tempat Dito.
Menurut Lisa sendiri kenyamanan itu nomor satu, kalau pun dia pindah dan enggak nyaman kerja di tempat yang baru buat apa gitu. Ujungnya Lisa sendiri yang merasa ada beban setiap kerja.
"Bujuk dengan cara apa, Mbak? Aku bener-bener enggak tahu harus gimana." ucap Lisa pasrah.
"Gimana kalau nanti pulang dari kerja, beliin makanan kesukaan Ayah kamu aja." usul Anita.
Beda lagi dengan Rita tampaknya enggak setuju dengan usulan dari Anita. "Jangan gitu Lis, coba kamu bicara dari hati ke hati sama Ayah kamu dulu. Kalau kamu rayu dengan makanan nanti makanannya habis, eh kamu tetap di suruh pindah kerja."
Hening! Semua orang yang ada di meja makan ini mulai merenungi ucapan dari Rita. Memang ada benarnya juga sih, pasti Ayahnya akan kekeuh dengan pilihan yang pertama.
Belum lagi kalau terus-terusan di rayu dengan makanan, nanti yang ada uangnya Lisa akan berkurang sementara enggak ada hasil apapun. Ayah masih memaksa anaknya untuk pindah kerja. Emang bukan pilihan yang tepat.