Dito yang masih serius memegang ponsel hanya menjawab sekenanya. "Masih Yah." jawab Dito singkat.
Arman yang duduk di sebelah Dito hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah Abangnya yang begitu santai menjawab pertanyaan Ayah.
"Dek, lebih baik kamu kerja di rumah saja atau kerja jadi guru saja." Ayah masih meneruskan ucapannya.
Lisa yang sedang menonton TV langsung menoleh pada Ayah. "Maksudnya gimana ya, Yah?" tanya Lisa yang masih belum paham.
"Iya maksudnya Adek berhenti kerja di kantor Abang, dan cari kerjaan yang lain." jelas Ayah.
Semua orang yang awalnya sibuk dengan kegiatan masing-masing langsung menatap Ayah dengan penuh pertanyaan.
Lisa sangat heran dengan tingkah laku Ayah malam ini, enggak ada angin dan enggak ada hujan tiba-tiba saja meminta dirinya untuk berhenti kerja dari kantornya Dito.
Lisa enggak akan mau kalau misalkan di suruh keluar dari kantornya Dito kecuali kalau Abangnya ini kekurangan biaya untuk menggaji karyawan barulah dia mau mengundurkan diri, atau mungkin dirinya melakukan kesalahan yang sangat fatal dan membuat kerugian yang sangat besar buat kantor Dito.
"Kok, Adek di suruh berhenti kerja kenapa sih, Yah? Perasaan Adek nggak melakukan suatu kesalahan yang sangat besar." Lisa menatap Ayah dengan tatapan enggak percaya. Dia juga mengingat apa ada kesslahan besar yang tanpa sengaja dia lakukan.
Lisa sangat kaget kenapa malam ini tiba-tiba Ayah memintanya untuk berhenti kerja. Berhenti untuk apa! Kalau Lisa enggak kerja masa dia harus bergantung sama kedua orang tuanya, malu sama umur sudah dewasa tetapi masih menumpang sama orang tua.
"Ayah tahu pasti kalian semua kaget dengan ucapan Ayah barusan." Ayah menelisik semua orang yang memandangnya dengan tatapan terkejud.
Semua orang yang ada di ruang santai menganggukkan kepala. "Emang kenapa dengan pekerjaan Lisa yang sekarang, Yah?" tanya Dito memandang Ayah seolah meminta penjelasan.
"Begini, Nak, emang enggak ada yang salah dengan pekerjaan Lisa hanya saja Ayah enggak tega harus melihat dia bekerja pagi sampai malam sementara Lisa anak perempuan. Ayah ingin kalau Lisa bisa bekerja pagi dan pulang siang hari." tutur Ayah.
Semua orang tua pasti ingin yang terbaik buat anak-anaknya begitu juga dengan Ayah. Bukan ingin pilih kasih dalam hal ini tetapi Lisa anak perempuan satu-satunya di keluarga ini, dan Ayah enggak ingin kalau anak perempuannya kerja tanpa mengenal lelah.
Ayah tahu kalau Lisa bekerja di bawah tekanan Dito anak sulungnya. Namun tetap saja seorang Ayah akan terus khawatir apabila putrinya pulang dengan wajah yang sangat lelah. Ayah juga berpikir kalaupun Lisa berhenti bekerja dan melamar pekerjaan baru belum tentu ada yang mengawasinya setiap saat.
"Yah, maaf bukannya Lisa mau membantah ucapan Ayah tetapi Lisa sangat nyaman bekerja di perusahaanya Bang Dito." jeda Lisa. "Ayah tahu sendiri kan kalau aku susah untuk menyesuaikan tempat lalu mencari teman baru." Lisa mencoba mengutarakan isi hatinya.
Lisa bukan tipe anak yang suka membantah hanya saja orang tua, para abangnya ataupun orang lain meminta hal yang enggak di sukainya terlebih dulu Lisa akan mengatakan dengan tidak setuju secara sopan biar lawan bicaranya mau mengerti keadaannya.
"Sudah biarkan Lisa bekerja di kantornya Dito saja Yah. Seiring berjalannya waktu nanti Lisa juga akan mencari pekerjaan yang sesuai dengan hatinya." bela Ibu.
Ayah paham. "Emang kamu masih betah kerja sama Dito? Enggak merasa kelelahan kerja pagi pulang malam begini, Nak?"
Lisa sangat memaklumi kalau Ayahnya bertanya seperti itu. Apa mungkin kekhawatiran seorang Ayah enggak tega melihat anak perempuannya pergi pagi dan pulang malam, atau ada alasan lain yang di sembunyikan oleh Ayahnya. Namun mau bagaimana lagi Lisa sangat menikmati kerja di perusahaan milik Abangnya.
"Adek, betah kok Yah kerja di tempatnya Abang. Please jangan suruh Adek buat pindah ya." Lisa menatap Ayahnya dengan tatapan memohon.
"Ayah, mau Adek pindah dari tempatnya Abang. Ayah akan kasih waktu satu bulan buat Adek cari kerjaan yang baru." titah Ayah.
Lisa baru kali ini melihat Ayahnya sangat ingin dirinya untuk mencari kerja yang baru.
"Kenapa, Ayah meminta Adek buat cari kerja yang baru?" sambung Ibu penasaran.
Ibu heran dengan kelakuhan suaminya, enggak biasanya keinginannya harus terpenuhi. Apa yang sebenarnya terjadi pada suaminya. Ibu sangat yakin kalau ada sesuatu yang di sembunyikan oleh suaminya.
"Ayah hanya ingin anak perempuan kita pulang siang saja, Bu. Ayah juga ingin agar Lisa segera menikah, Bu."
Lisa mengangga tidak percaya dengan apa yang baru saja di ucapkan oleh Ayahnya. Apa menikah...? Ayahnya ini yang benar saja, pasangan saja Lisa enggak punya, kenapa malah di suruh untuk menikah.
"Ayah...! Adek itu enggak punya pacar." sambung Arman.
"Galak begitu mana ada yang mau Yah." nyinyir Dito.
Lisa mendengus sebal. Apa-apaan sih para abangnya ini bukannya bantuin adeknya biar masih di perbolehkan kerja ini malah di nyinyiran. Kalau begini caranya Lisa jadi pengin kasih cabai di minuman abangnya biar pedes sekalian.
Lisa hanya akan jahat apabila dia merasa sudah terancam. Kalau ada yang memperlakukannya seperti Ibu peri akan dia balas dengan sebaik mungkin. Ya kali! Ada orang sedang baik tetapi malah di jutekin sama lawan bicaranya, bisa kabur dan enggak balik lagi.
"Ish... Abang Dito dan Mas Arman menyebalkan sekali. Adekmu ini bukannya enggak laku tapi hanya ingin memilih yang terbaik dari yang paling baik." Lisa mencoba menutupi kejombloannya.
"Udahlah ngaku saja kalau kamu itu jomblo, Dek" ledek Arman.
"Masih mending Adek kita jomblo dari pada Masnya ceweknya ada dimana-mana." bela Dito.
Lisa tertawa puas karena dirinya di bela oleh Dito. Arman yang mendengar ucapan Abangnya langsung tak berkutik sama sekali. Karena kenyataan memang seperti itu kalau dirinya di keliling banyak perempuan.
Setiap kali Arman di tanya dirinya playboy apa bukan, pasti jawabannya bukan. Arman bukan seorang laki-laki yang suka memberi janji manis atau bahkan harapan. Arman selalu bersifat cuek apabila perempuan itu bertingkah yang berlebihan terhadap dirinya.
"Ish... gitu ya sekarang giliran Mas, yang kena." Arman menekukkan wajahnya.
"Makanya, Mas, jangan suka meledek Adeknya sendiri. Sekarang kena batunya baru deh ngomel kayak emak-emak." ledek Lisa.
Ibu menggelengkan kepala. "Kalian ini kalau bertemu berantem tetapi giliran berjauhan tanya kabar saudaranya satu sama lain."
Ibu sebetulnya sangat memahami anak-anaknya apabila berkumpul seperti ini, berantem sambil bercanda. Inilah ungkapan seorang saudara untuk menyanyangi satu sama lain.
Di sisi lain Ayah menikmati suasana yang seperti ini tetapi dia masih sangat ingin apabila Lisa mundur dari pekerjaan yang sekarang.