Chereads / Mencintaimu Salahkah Aku / Chapter 5 - Dugaan yang meleset

Chapter 5 - Dugaan yang meleset

Laki-laki ini tertawa lumayan kencang membuat Lisa semakin takut. "Ini Abang kali, Dek, ngapain sih ketakutan begitu." ucap Dito sambil melepaskan topinya.

Lisa tercengo. "Bisa-bisanya ya, Abang ngerjain aku. Rasakan pembalasanku." Lisa dengan penuh semangat mencubit Dito dengan serangan yang tiada henti.

Dito emang terkadang gitu jahilnya suka kambuh dan buat orang yang di sekitarnya menjadi sangat geram. Coba aja Dito menampilkan sisi lain di hadapan perempuan selain Lisa dan Ibu mereka di jamin perempuan yang melihatnya akan sangat terkagum-kagum.

***

"Aduh... ampun, Dek, iya deh, Abang nggak jahil lagi." Dito mengibarkan bendera putih.

Lisa mengingat sesuatu. "Iya udah buruan motornya di gas karena di dalam sana ada Mbak Ranti gebetannya Mas Arman," Lisa langsung naik motor Dito lalu memakai helm dengan sangat cepat.

Yaps! Seorang perempuan yang enggak sengaja Lisa temui di minimarket adalah Mbak Ranti seorang perempuan yang sangat anggun, berparas ayu, baik sama semua orang, namun sangat di sayangkan Ranti belum punya bekal agama yang cukup bagus, makanya Arman sangat risih setiap kali ketemu dengan Ranti.

Lisa enggak banyak tahu soal Ranti yang dia tahu adalah Ranti teman Arman sewaktu duduk di bangku kuliah. Ranti suka sama Arman sejak mereka setelah sidang skripsi. Mereka satu kelompok waktu sidang skripsi dan berhubung Arman orangnya suka membantu orang lain dia mau kalau anggota sidang skripsi bisa wisuda bersama-sama. Enggak cuman Ranti aja yang di tolong sama Arman, anggota yang lainpun juga di bantu sama Arman. 

Namun berhubung perempuan adalah makhluk yang suka terbawa suasana dengan perhatian sekecil apapun. Kebaikan hati Arman yang mengajari Ranti tanpa pamrih membuat dia salah mengartikan kebaikan Abangnya Lisa.

Lisa juga enggak bisa menyalahkan Ranti karena semua orang berhak untuk jatuh cinta sama siapa saja. Sebagai seorang adik, Lisa hanya ingin yang terbaik buat Arman dan kalaupun emang Ranti jodohnya Arman, Lisa sangat berharap Ranti mau belajar agama biar pakaiannya nggak seperti sekarang.

Motor milik Dito sudah sampai tepat di depan halaman rumah orang tua mereka, tugas Lisa sekarang adalah turun dari motor lalu dengan cekatan mendorong bagasi supaya motor Dito langsung di masukkan ke dalam. Di sisi lain juga menghemat suara untuk nggak berteriak sambil minta tolong sama orang yang ada di rumah.

"Assalamualaikum, Buk, Yah, Mas..." ucap Lisa sambil berteriak.

"Waalaikumsalam, Adek nih kebiasaan banget kalau masuk rumah selalu teriak dulu." omel Ibu.

Lisa hanya menjawab dengan cengiran. "Maaf ya, Bu," Lisa lalu mencium tangan Ibu.

Sementara Dito, Ayah dan Arman hanya melihat adegan Ibu serta anak perempuan yang suka bertengkar setiap kali pulang dari kantor. Sepertinya masalah ini bisa di damaikan biar nggak berantem tapi sayang mereka semua sangat menikmati adegan drama barusan. Kalau di rasa sudah cukup drama untuk malam ini maka salah satu di antara mereka baru turun tangan.

"Sudah... sudah... sudah. Bu lebih baik sekarang, Lisa dan Dito, biar mandi dulu terus kita tunggu aja di meja makan untuk makan malam bersama." Ayah menengahi drama ini.

Kalau Ayah sudah bicara maka semua anggota keluarga wajib untuk menuruti perkataan kepala keluarga selagi emang itu benar untuk di lakukan. Ibu sebagai seorang istri juga ikut menuruti apa yang di katakan oleh suaminya.

"Baik, Yah, ya sudah sana gih kalian berdua mandi, baunya sampai sini." ledek Ibu sambil menutup hidungnya.

Lisa yang merasa tersinggung dengan ucapan Ibunya langsung masuk ke kamar tanpa pamit. Perempuan emang terkadang suka ngambek enggak jelas.

"Lihat Yah! Anakmu tuh tiap hari ngambek mulu." adu Ibu sambil memajukan bibirnya.

Kata orang buah tidak jatuh jauh dari pohonya. Begitupun dengan Ibu yang merasanya dirinya paling benar padahal Ibu juga sama seperti Lisa yang terkadang suka ngambek kagak jelas. Ayah hanya bisa menggelengkan kepala.

Saat seperti inilah peran seorang laki-laki harus mengalah karena kalau ikut campur dan kasih saran yang salah bisa di tebas habis sama perempuan garang yang ada di rumah ini. Alhamdulillahnya Ibu dan Lisa akan jadi penurut kalau yang turun tangan adalah kepala keluarga, andai yang turun tangan Dito dan Arman pasti di babat habis-habisan.

"Sudah di biarkan saja Bu, namanya juga baru pulang kerja pasti capek dan butuh membersihkan diri." ucap Ayah menenangkan istrinya.

"Baik Yah." ucap Ibu menurut.

Akhirnya dengan berat hati Widya selaku Ibu dari tiga orang anak ini memilih untuk mengalah, mungkin ada benarnya sama apa yang di katakan oleh suaminya pasti Lisa sekarang butuh istirahat bukannya datang langsung di kasih ceramah.

Lisa sudah muncul dari arah kamarnya bersiap untuk menghampiri dimana kedua orang tua dan para Abangnya berkumpul. Dengan pakaian yang sangat sederhana serta rambut panjang yang terurai langsung menghampiri dengan kecepatan penuh.

"Bu, Lisa kangen deh di manja sama Ibu seperti ini." Lisa memeluk Ibu dengan erat.

"Kalian itu masih anak kecil bagi kami, Nak." Widya membelai rambut Lisa dengan sayang.

Anak mau usianya sudah mencapai dewasa akan terlihat seperti anak kecil dalam penglihatan orang tua. Enggak ada yang namanya bekas sekalipun orang tuanya bercerai, karena anak akan selamanya tetap menjadi seorang anak.

Widya sampai sekarang enggak menyangka anak yang dulu masih bayi sekarang mereka sudah tumbuh menjadi seorang manusia yang sudah dewasa. Di usia Widya yang enggak lagi muda dan sudah di katagorikan lansia ini mulai berharap salah satu dari anaknya menyempurnakan separuh agama yaitu menikah. 

Berhubung Dito anak pertamanya Widya sangat khawatir karena belum ada satu perempuanpun yang di bawa ke rumah mereka atau jangan-jangan Dito punya kelainan, dia jadi ngeri bila membayangkannya. Daripada dia di hantui dengan rasa penasaran yang begitu dalam lebih baik di tanyakan langsung sama orang yang bersangkutan.

Suasana malam yang sangat hening menambah kesan sepi yang sangat mencekam. Eits! tunggu dulu, jangan pada mikir kalau ini semacam horor atau apalah itu. Mencekam di sini karena Widya sebagi seorang Ibu dari tiga orang anak hendak bertanya sama anak sulungnya, namun pertanyaan ini agak sensitif, dan takutnya perasaanya yang daritadi dia pendam beneran terjadi.

"Bang, Ibu mau tanya sama kamu, boleh?" tanya Widya hati-hati.

Semua orang rumah yang tadinya fokus sama sinetron yang di tonton oleh Lisa lalu menoleh ke arah Widya. Kira-kira apa yang hendak di tanyakan sama Widya pada anak pertamanya ini.

"Boleh, Ibu mau tanya apa sama Abang?" ucap Dito sambil memandang wajah Ibunya.