Tling Tling Tling!
Suara ponsel, pertanda sebuah pesan WhatsApp masuk di ponsel Agnes. Menyadarkan gadis itu dari lamunannya tentang Reyhan. Ya, lagi-lagi semua tentang Reyhan. Terlebih efek dari kecupan Reyhan nampaknya sangat membekas pada Agnes.
"Tumben ponselku bunyi, siapa yang ngechat?" gumam Agnes sembari meraih ponselnya.
Huftt! For Your Information, ponsel Agnes jarang sekali mendapatkan pesan karena biasanya orang yang membutuhkan dirinya akan langsung menelfon, kecuali grup.
Benar saja, notifikasi bar yang muncul dari Grup Agnes bersama teman-temannya.
GALAXY
"Kenapa nih? Tumben siang-siang ribut di grup," ujar Agnes lalu membuka grupnya.
Lulu:
"Ke kantin gak, gue laper nih."
"Gue nggak, capek habis operasi ...."
Amanda :
"Gue ke kantin. Yuk bareng gue."
Lulu :
"Yuk, lu mau nitip gak, Nes?"
"Nitip dong, nasi goreng spesial sama jus mangga satu."
Siang itu cukup poli bedah terbilang cukup sepi dari biasanya. Meski begitu, sebagai dokter satu-satunya yang tidak memiliki jadwal tindakan operasi siang hari ini. Agnes berperan untuk membackup pasien -pasien yang datang ke poli itu.
Meskipun rasanya tenaga dalam diri Agnes sudah terkuras habis. Entah habis karena kelelahan fisik, atau juga mental, karena ia harus mengoperasi ibu dari sahabat sekaligus orang yang ia cintai. Agnes tetap berusaha profesional.
"Eh, Dokter Agnes ... Nggak makan siang?" tanya Richard dari depan pintu ruangan Agnes yang terbuka.
Agnes mengalihkan pandangan dari berkas-berkas pasien yang sedang ia observasi pada Ricard yang tersenyum ke arahnya.
"Lagi nitip sama temen, Dok. Dokter Richard sendiri nggak makan siang?" tanya Agnes basa-basi.
"Saya baru selesai operasi, Dok. Saya juga nitip," ujar Richard sambil melepas snelli dan menggantungkannya di tangan, menyisakan kemeja abu-abu di badannya.
"Oh ... gimana operasi hari ini?" tanya Agnes sambil tersenyum meledek.
Hari ini Agnes memang belum menerima pasien operasi, ia ingin beristirahat karena merasa lelah setelah banyaknya operasi yang ia tangani belakang ini.
Agnes hanya tidak ingin karena terlalu memaksakan diri untuk tetap menerima jadwal operasi, ia malah tidak maksimal melakukannya.
Dokter yang satu ini memang sangat perduli dengan pasien-pasiennya. Ia memegang teguh frase dari tulisan hippocrates, dalam epidemics, buku 1, bab XV.
"Declare the past, diagnose the present, foretell the future; practice these acts. As to
diseases, make a habit of two things — to help, or at least to do no harm."
First Do, no harm! -Pertama jangan merugikan!-
Prinsip yang Agnes dapatkan saat menimba ilmu di masa kuliah itu benar-benar ia prakteknya di lapangan pekerjaan. Prinsip ini membuat Agnes selalu memikirkan kemungkinan yang
merugikan dari tindakan yang akan dilakukan, dan ia selalu berusaha menghindari
tindakan medis yang mempunyai resiko jelas dengan manfaat yang kurang jelas.
Richard mengangguk. "Lumayan menguras tenaga," cengir Richard. "Emang dokter Agnes nggak ada operasi hari ini?"
Agnes mengangguk. "Ada, tadi subuh. Cuma sekarang banyak kunjungan ruangan aja," papar Agnes.
"Enak ya, kalau gitu nanti kita ngobrol lagi ... saya butuh istirahat sebentar," cengir Richard.
Agnes mengangguk sambil tersenyum. "Silahkan," jawabnya.
Setelah Richard pergi, Agnes menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi. Ia memijit pelipisnya sejenak, rasanya hampir pusing membaca setumpuk kertas dan membaca grafik di laptopnya.
Agnes menghela nafas panjang. "Ya Tuhan, pusing banget!" desah Agnes memejamkan matanya, tapi baru beberapa saat Agnes memejamkan mata, tiba-tiba ia teringat akan seorang anak kecil yang baru saja operasi beberapa hari lalu.
Agnes membuka mata sambil membenarkan duduknya. "Anna ...," panggil Agnes.
Mendengar suara Agnes memanggil, terlihat Anna masuk ke dalam ruangan Agnes.
"Iya, Dok ... Ada yang bisa Anna bantu?"
"Itu, Na. Saya kan harus ngecek keadaan pasien atas nama Bella. Kamu bisa nggak jaga di sini dulu, nanti kalo ada pasien minta tolong dokter intership aja yang tanganin ya!"
"Siap dok, laksanakan."
"Terima kasih Anna, maaf merepotkan," ucap Agnes sambil berdiri dan mempersiapkan dirinya untuk pergi kunjungan.
"Nggak apa-apa, Dok. Saya lebih repot lagi kalo dokter nggak ngasih saya kerjaan."
"Repot apanya, malah santai dong?" tanya dokter Agnes sembari membereskan beberapa bahan yang akan dibawanya.
"Nggak dok, nanti saya malah repot mikirin hati saya yang udah lama kosong lagi," jawab Anna nyengir.
"Loh, bukannya saya denger Anna sudah punya pasangan ya?"
"Belum, Dok. Yang udah punya bukannya dokter?"
Agnes mengeryitkan dahinya bingung. "Oh, iya itu Amanda, Adit dan Raka, Lulu." Agnes nyengir," dua pasang kan?"
Anna hanya mengeleng untuk jawaban Agnes kemudian memperhatikan Agnes yang berjalan menjauh.
Sepanjang jalan menuju ruang melati, senyum ramah Agnes tak luntur dari wajahnya, dengan ramah Agnes membalas setiap sapaan orang-orang yang ditemuinnya.
"Halo Bella...," sapa Agnes pada pasien kecil bernama Bella. Gadis kecil berusia 10 tahun itu baru saja melakukan operasi usus buntu.
"Dokter Agnes...," seru Bella antusias. Senyumnya berbinar melihat kedatangan Agnes ke ruangannya.
"Gimana? Bella ngerasa ada yang sakit nggak?" tanya Agnes ramah, ia bahkan mengelus rambut Bella.
"Ada, Dok. Ini perut Bella masih sakit,"keluh Bella,"sedikit."
Agnes tersenyum menenangkan. "Berarti, Bella harus lebih rajin minum obatnya biar perutnya bisa cepat sembuh dan nggak sakit lagi," jelas Agnes.
"Tapi obatnya pait, Dokter," adu Bella sambil mencebikkan bibirnya.
"Em, kakak dokter boleh liat nggak bekas operasinya?" tanya Agnes meminta persetujuan gadis kecil itu.
Bella mengangguk. "Boleh, tapi pelan-pelan ya, Dokter."
Agnes mengangguk sambil tersenyum lalu mendekat dan melihat bekas operasi milik Bella.
"Nah disitu dokter yang sakit," seru Bella saat Agnes menyentuh bagian yang dioperasi beberapa hari yang lalu
"Nggak apa-apa Bella, sebentar lagi lukanya kering, nanti kalau udah kering lukanya pasti nggak sakit lagi, nanti kak dokter kasih obat penghilang rasa nyeri deh biar Bella nggak ngerasa nyeri lagi ya," Agnes menjelaskan dengan lembut.
Agnes menjelaskan dengan lembut pada Bella agar gadis kecil itu tidak merasa takut padanya seperti saat dokter Meli yang menanganinya. Bella terus menangis tidak ingin dirawat oleh Meli sampai Agnes yang tidak sengaja lewat menghampiri mereka.
"Dokter cantik, makasih ya udah mau ngobatin Bella."
"Iya Bella, tapi ingat setelah ini Bella harus makan yang teratur dan makan yang sehat ya, biar nggak sakit lagi. Semoga cepet sembut ya Bella cantik."
"Iya kak dokter cantik," Agnes tersenyum dan mengusap kepala anak gadis berusia 10 tahun itu.
Agnes beralih melihat kepada kedua orang tua Bella yang sedari tadi tersenyum sembari melihat ke arah Bella dan Agnes.
"Pak, Bu. Nanti saya resepkan obat untuk mengurangi rasa nyeri setelah operasinya. Oh iya, masa observasi Bella setelah operasi kebetulan akan selesai besok. Setelah itu, jika keadaan Bella membaik dia boleh menjalani rawat jalan akan ditangani oleh dokter spesialis anak," papar Agnes memberi angin segar pada kedua orang tua Bella.
"Baik, Terima kasih banyak, Dok. Dokter beberapa hari ini sibuk ya? kemarin yang visit bukan Dokter? Padahal dari kemarin Bella nanyain dokter terus," ujar ibu Bella sambil tersenyum ramah.
Agnes membalas senyum itu lalu menjawab,"Iya Buk. Beberapa hari ini saya lumayan banyak pasien makanya kemarin visitnya digantiin," papar Agnes. "Oh iya, bagaimana Bella setelah operasi? Apakah ada keluhan lain?" tanya Agnes memastikan.
"Tidak, Dok. Makannya juga banyak, cuma emang kalo dia kebanyakan ketawa ... bekas operasi masih terasa katanya."
Agnes mengangguk paham. "Baik, Kalau begitu ... Nanti ada perawat yang akan nganter resep kalau-kalau Bella merasa sakit ya, Bu, dan kalau ada apa-apa pencet saja bellnya."
"Iya, terimakasih ya, Dok."
Agnes tersenyum dan menoleh kepada Bella dan orang tuanya bergantian."Sama-sama ibu, tapi tolong setelah ini pola makan Bella harus lebih diperhatikan ya bu, sama dia nggak boleh terlalu lelah."
Orang tua Bella mengangguk.
"Baik, kalau begitu saya permisi dulu." Agnes tersenyum. "Dadah Bella," -Melambaikan tangan- "Cepet sembuh ya anak cantik!" ujar Agnes kemudian berlalu dari ruangan Bella.
****
Agnes menghempaskan tubuhnya di sofa setelah menyelesaikan visitnya.
"Dokter Agnes," ujar Anna yang tiba-tiba masuk ke dalam ruangan Agnes.
"Iya, Anna ...," jawab Agnes malas.
"Itu jangan lupa di meja ada makanan dari Dokter Luluk sama ada coffe dari cowok yang namanya Reyhan," ucap Anna sambil mengedipkan sebelah matanya setelah menyelesaikan ucapannya.
"Reyhan?" ujar Agnes mengulang,"Kapan nganternya?"
"Tadi pas dokter lagi visit," jawab Anna seadanya.
"Dia nggak ninggalin pesan apa-apa?" tanya Agnes.
Anna menggeleng. "Enggak, cuma ngasih coffe habis itu pergi," ujar Anna.
"Oh, ya udah!" -Membuka bungkusan makanan dari Luluk- "Kamu udah makan?" tanya Agnes menoleh sekilas.
"Udah, Dok ... Dokter makan aja dulu, nanti Reyhan yang nemenin," ucap Anna lalu keluar dari ruangan tanpa pamit. Ia tidak sadar ucapannya itu membuat tubuh Agnes menegang untuk sesaat.
*****
CONTINUE ...
Thanks you.