Tling!
Ditengah-tengah membuat video klarifikasi secara live yang disebarkan melalui televisi-televisi yang ada di lingkungan rumah sakit, ponsel Richard bergetar.
Richard mengabaikan bunyi itu, ia fokus memberikan keterangan yang terjadi sebenarnya.
"Sekali lagi terima kasih telah meluangkan waktu untuk mendengarkan dan melihat klarifikasi ini, saya dr. Margaretha Agnesya Christin Sp.B memohon maaf atas apa yang terjadi. Sebagai seorang dokter, saya memang telah melanggar aturan dikarenakan melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan keahlian saya dan bidang saya, tapi juga saya akan lebih merasa bersalah jika dengan kemampuan saya untuk menangani pasien tapi saya membiarkan pasien saya meregang nyawa karena tidak dilakukan tindakan yang benar hanya karena saya memilih menjaga nama baik saja. Maaf sebelumnya, berdasarkan diagnosis dan hasil penunjang, pasien saya kemarin malam mengalami ketidakstabilan yang mengakibatkan drop dan kemungkinan terburuk yang bisa terjadi jika saya terlambat memberikan penanganan atau bahkan saya memilih tidak memberikan pelayanan adalah kematian," papar Agnes di hadapan kamera.
"Saya sebagai seorang dokter tidak bisa selalu berbuat baik, tapi saya harus menghindari melakukan kejahatan," lanjut Agnes. "Oleh karena itu, saya memohon maaf sebesar-besarnya kepada siapapun yang merasa dirugikan. Hal ini semata-mata saya lakukan demi keselamatan pasien saya, terimakasih," ucap Agnes, ia berdiri lalu membungkukkan badan beberapa saat sebagai permohonan maaf.
"Keselamatan pasien adalah yang utama bagi kami sebagai seorang dokter, apapun yang terjadi dan bagaimana pun resiko yang harus kami hadapi, jika kami mampu ... kami akan melakukan yang terbaik untuk keselamatan pasien. Atas kejadian kemarin malam kami pihak rumah sakit bisa melampirkan bukti-bukti bahwa tindakan yang dilakukan oleh dokter Agnes sudah benar dan sesuai persetujuan dan permintaan pihak-pihak terkait! Sekali lagi kami mohon maaf dan terima kasih," papar Paman Sammy mengakhiri sesi klarifikasi.
Setelah tv dimatikan, semua menghela nafas lega. Terutama Agnes, ia lega tapi entahlah hatinya masih merasa tidak tenang.
"Dokter Agnes saya kembali ke ruangan duluan ya, soalnya ada beberapa pasien yang harus saya cek," ujar Richard pamit.
Agnes yang masih sedikit ling lung karena ini pertama kali ia menghadapi tuduhan semacam ini hanya mengangguk sambil tersenyum tipis.
"Are you okey, Sayang?" tanya Mr. Bautista, ayah Agnes.
Agnes mengangguk, ia mencoba bersikap biasa saja meskipun sorot matanya tidak bisa berbohong, ada butiran-butiran yang hampir menggenang di sudut mata Agnes.
"Kamu yakin, Sya?"
Agnes mengangguk lemah, duduk di sofa di ruangan direktur. Di sana, Anna mengerutkan keningnya bingung. Bagaimana seorang pemilik saham rumah sakit memanggil dokternya sayang. Tapi, Anna enggan beranjak, ia mengkhawatirkan keadaan dokternya.
"Nes, kamu pulang aja sama papa, istirahat! Gimana?" tanya Mr. Bautista.
"Iya, Nak. Kamu istirahat saja dulu," imbuh Mr. Benyamin Mate.
Agnes menggeleng. "Agnes nggak apa-apa kok, Pa, Om. Agnes cuma kaget aja...." Agnes menatap kedua orang di hadapannya sambil tersenyum tipis.
"Nes, setelah video klarifikasi ini semua akan baik-baik saja. Meskipun pasti ada segelintir orang yang tidak suka tetapi secara profesi, om sudah berbicara dengan IDI agar jika mereka melihat nanti, mereka tidak salah paham."
Agnes tersenyum tipis. "Makasih ya, Paman."
Lagi-lagi kerutan di wajah Anna semakin menjadi, bahkan raut wajahnya sangat menunjukkan keterkejutannya. Anna menutup mulutnya tak percaya dengan apa yang ia dengar, namun ia tidak mungkin mengatakannya di sini.
"Nak, apa kamu mau liburan? Atau sekedar istirahat dulu?" tanya direktur rumah sakit yang adalah paman Agnes.
Agnes menggeleng. "Agnes masih harus bertanggung jawab merawat Tante Karina post-OP, Paman."
Sammy yang umurnya lebih tua beberapa tahun dari papa Agnes mengangguk paham, dokter bedah memang memiliki tanggung jawab terhadap pasien sebelum, saat, dan setelah operasi.
"Bagaimana jika setelah Karina dinyatakan sembuh dan bisa rawat jalan, kamu istirahat dulu! Rasanya, beberapa bulan terakhir kamu tidak pernah mengambil jatah libur bahkan selalu lembur," ujar Sammy.
Agnes nampak berpikir sebelum akhirnya ia mengangguk pasrah! Lagipula, ia memang butuh piknik setelah drama di hidupnya beberapa waktu terakhir.
"Oke, paman."
Semua tersenyum mendengar keputusan Agnes, akhirnya Agnes yang gila kerja itu mau mengambil jatah cutinya.
Melihat hal itu, Anna semakin tak percaya. Ternyata selama ini, ia bekerja sebagai asisten dari anak dan keponakan dari pemilik rumah sakit.
***
Richard kini berada di taman setelah membaca pesan singkat di ponselnya. Di hadapan berdiri seorang wanita yang menatapnya penuh amarah.
"Ada apa memintaku ke sini," tanya Richard datar.
"Kenapa? Kenapa kamu malah menyelamatkan Agnes! Kamu jatuh cinta padanya?" seru wanita itu tak santai. "Dengar! Kamu berada di rumah sakit ini untuk membantuku membalas keluarga Mate dan Bautista... bukan membantu mereka!" lanjut wanita itu tak santai.
"Kamu tidak lihat, di sana tadi ada Anna! Jika Anna melihat aku tidak melakukan apapun untuk membantu Agnes, apa dia tidak akan curiga?" cetus Richard beralasan.
"Lagipula aku tidak akan membiarkan sesuatu terjadi pada Agnes, karena keberadaan sangat membantuku!" ujar Richard membatin.
"Sial!" sergah wanita itu emosi. "Dasar bodoh! Aku akan membuat mereka benar-benar kehilangan segalanya!"
"Berhati-hatilah jika ingin bertindak! Lagipula, apa kau yakin akan menyakiti Reyhan?" ucap Richard menunjukkan smirk di bibirnya.
Wanita itu menatap tajam Richard. "Tidak, aku akan melenyapkan penghalang-penghalangku lalu setelah itu aku akan masuk ke dalam keluarga itu dan menghabisi mereka secara perlahan," sinis wanita itu sambil tersenyum licik.
"Terserah kau saja! Aku akan kembali ke ruanganku sebelum ada yang curiga!" ujar Richard meninggalkan wanita itu tanpa menunggu wanita itu merespon dirinya.
Setelah beberapa langkah Richard menoleh sekilas, masih bisa ia lihat senyum licik di wajah wanita itu. Richard pun menghela nafas sambil menggeleng.
"Sampai kapan kamu akan seperti ini? Dendam dendam dan dendam, kamu bahkan tidak memperdulikan keselamatanmu sendiri, Ra!" gumam Richard sebelum akhirnya berlalu.
*****
Pukul 16.30
Agnes sedang berkutik dengan laptop di hadapannya sembari sesekali mengelus pelipisnya pusing. Laporan yang diserahkan oleh asisten pamannya untuk ia pelajari itu cukup membuatnya pusing.
"Ya Tuhan, cobaan apa ini? Banyak sekali," ujar Agnes menyandarkan tubuhnya di kursi kebesarannya.
Agnes memijit pelipisnya sambil menatap ke arah luar jendela ruangannya. Tak lama, pikirannya mengembara entah kemana. Agnes tidak menangis namun raut wajahnya terlihat sedih dan kosong, benaknya mengulang-ulang momen yang pernah ia bangun bersama Reyhan.
"Benar-benar menyebalkan! Kenapa sih!" gerutu Agnes gelisah. Ia bahkan mengacak-acak rambutnya sendiri. "Tuh kan jadi berantakan!" keluh Agnes membenahi rambutnya.
"Dokter Agnes, mending dokter Agnes pulang terus istirahat! Lagipula jam praktek dokter kan sudah selesai," ujar Anna tiba-tiba berada depan pintu.
Agnes menoleh cepat! Ia kemudian membenahi duduk dan sikapnya agar tetap terlihat berwibawa. Ia tidak ingin Anna melihat tak karuan. "Ekhmm!"
"Kamu udah selesai kerjaannya, Na?"
Anna mengangguk. "Iya, Dok."
Agnes menghela nafas lalu mengangguk. "Iya udah, kamu balik aja!" ujar Agnes tanpa melihat lawan bicaranya.
"Saya emang udah mau pulang," ujar Anna santai.
"Ya udah duluan aja, saya sebentar lagi," saut Agnes.
"Oke, saya duluan ya, Dok. Bye," ucap Anna tanpa basa-basi.
Setelah Agnes mendengar langkah Anna menjauh, ia membuka matanya dan lagi-lagi ia menghela nafas. Agnes bangkit dari duduknya lalu membereskan berkas di mejanya.
Beberapa saat kemudian Agnes melihat sebuah kertas di lemparkan ke dalam ruangannya dari jendela. Agnes segera menuju jendela untuk melihat pelakunya namun ia tidak menemukan siapa pun.
"Di kira ruangan gue tong sampah kali ya! Main lempar-lempar sampah sembarangan," seru Agnes sambil meraih sebongkah kertas yang telah diremas-remas.
Agnes membuka kertas itu penasaran. "Apa isinya," gumam Agnes sambil terus membuka kertas itu.
Setelah kertas itu terbuka dan Agnes bisa membaca tulisan di dalamnya, tubuh Agnes membeku, ia begitu syok membaca surat itu.
"Ancaman, lagi ...." Agnes menggelengkan kepalanya tidak percaya, alisnya menyatu saking kagetnya, ia berlari menuju jendela berharap bisa menemukan petunjuk namun nihil, ia tidak menemukan apapun.
"Siapa yang mengirimkan ancaman-ancaman ini?" ujar Agnes bertanya-tanya. "JAUHI REYHAN JIKA KAMU INGIN TENANG!" gumam Agnes membaca ulang ancaman itu.
****
CONTINUE ...
Thanks.