Pagi yang cerah, matahari baru saja menampakkan sinarnya. Wanita cantik itu masih memeluk gulingnya di balik selimut, ia sudah bangun tapi malas untuk beranjak dari tempatnya.
Seperti kebanyakan orang, jika tidak bekerja Agnes akan terus berada di kasurnya yang super empuk.
"Hoammmm." Agnes mengubah posisinya, terlentang dengan guling yang masih ia peluk. Agnes membuka matanya, menatap langit-langit kamarnya lama. Hari ini ia tidak harus berangkat lebih awal karena ia mulai bekerja sore hari.
"Berendam enak nih kayanya," ucap Agnes dengan suara khas bangun tidur, sambil mengucek matanya Agnes bangkit dari tempat tidur dan masuk ke dalam kamar mandi.
Dengan sisa-sisa kantuk dan nyawa yang belum sepenuhnya terkumpul, Agnes mengisi bathtubnya dengan air dan cairan busa. Ia berendam di dalam bathtub untuk merilekskan otot tubuh yang sudah lelah bekerja beberapa hari terakhir.
"Kapan lagi aku bisa me time kaya gini?" gumam Agnes dengan mata yang terpejam menikmati suasana rileks ditemani denting piano dari ponselnya.
Baru beberapa saat memejamkan mata, Agnes mengerjap. "Makan apa ya?" serunya menghela nafas. "Gue tinggal di rumah tapi serasa anak kost, makan aja bingung," gumam Agnes.
"Keluar aja kali ya? Ajak Manda, kan dia juga nanti shift sore."
Agnes meraih ponselnya lalu menghubungi Amanda, sahabatnya.
"Woy, olahraga pagi yok! Sekalian sarapan." Send.
Agnes kemudian menyelesaikan ritual mandinya. Setelah itu butuh waktu hampir satu jam untuk akhirnya Agnes menghadap cermin.
"Beres," ucap Agnes menatap dirinya yang menggunakan pakaian olahraga di cermin. Agnes meraih kunci mobil dan bergegas keluar rumah.
Agnes menghentikan langkahnya di depan rumah. Ia memejamkan matanya sejenak, menikmati udara pagi dengan tujuan berbeda. Momen yang jarang sekali terjadi, terkadang hari liburnya tersita oleh pasien darurat yang butuh penanganan darinya.
Agnes menghela nafas lega, ia tersenyum sebelum akhirnya masuk ke dalam mobil dan melajukan mobilnya menuju rumah Amanda yang berada beberapa komplek darinya.
Sampai di depan rumah Amanda, Agnes menghentikan mobil lalu menghubungi Amanda.
"Halo."
"Keluar sekarang, gue di depan rumah," seru Agnes.
"Oke, tunggu bentar."
Tut!!
Agnes menutup sambungan telepon, ia menunggu Amanda keluar dan tak berapa lama, Amanda muncul dari dalam rumahnya.
"Kita mau olahraga di mana?" tanya Amanda sambil memasuki mobil.
Agnes menoleh. "Gimana kalo olahraga di taman kompleks aja? di sekitar situ juga banyak makanan kan ya?"
"Harusnya jam segini sih masih banyak," saut Amanda melirik jam tangannya.
Agnes mengangguk lalu melajukan mobilnya menuju taman.
*****
"Gila ya, udah lama gue nggak punya waktu olahraga kaya gini," seru Agnes beberapa saat setelah mereka selesai joging.
Amanda mengangguk. "Iya, gue juga... Eh, itu bubur ...."
"Ya udah, kita ke situ," ujar Agnes lalu melangkahkan kakinya ke tempat abang-abang jual bubur.
Agnes dan Luluk terlihat lahap menyantap makanan mereka. Setelah itu mereka bergegas pulang karena mereka masih harus ke rumah sakit untuk dinasfm
Tanpa Agnes sadari sejak tadi, ponsel Agnes yang ia tinggalkan di mobil terus berbunyi. Hingga selesai bersiap-siap, ia baru sempat membuat ponselnya.
"Anna, Paman Sammy, Papa, Reyhan, nelfon berkali-kali? Kenapa mereka?" gumam Agnes mengerutkan keningnya heran.
"Ini juga, kenapa grup rame banget?" lanjut Agnes bertanya-tanya, ia kemudian membuka grupnya. Nampak semua orang di grup itu memention dirinya. "Ada apa sih," ucap Agnes bertanya-tanya.
Drttt Drttt Drttt
"Lulu," gumam Agnes membaca nama orang yang menelfon dirinya. Ia mengangkat telfon itu santai, meskipun sebenarnya ia bingung, ada apa dengan orang-orang hari ini.
"Halo, Lu. Kenapa?" tanya Agnes to the point.
"Halo, lo dimana?" tanya Lulu terdengar seperti orang panik.
Agnes mengerutkan keningnya heran. "Masih di rumah lah, kenapa emangnya?"
"Lo belum baca grup atau chat dari paman lo?"
Agnes semakin penasaran, kerutan di keningnya sudah bertambah banyak saking penasarannya. "Ada apa sih memangnya?" tanya Agnes bingung.
Terdengar helaan nafas dari Lulu. "Di RS lagi heboh soal malpraktek, karena lo operasi pasien tapi nggak sesuai dengan spesialisasi lo."
Agnes terdengar kaget! Hal ini bahkan tidak terbesit di kepalanya saat melakukan operasi kemarin malam. Agnes menghela nafas panjang. "Operasi Tante Karina maksud, lo?"
"Iya, semua pada heboh dan minta klarifikasi! Tapi, lo dari tadi pagi dihubungi nggak bisa, kita semua jadi khawatir! Lo di rumah yang mana sih?" decak Lulu terdengar khawatir.
Iya, semua mencari Agnes agar mereka bisa membuat klarifikasi. Karena persoalan ini memang sangat krusial! Terlebih jika tidak segera ditangani ... masalah ini akan menjadi boom waktu. Pasalnya, bagi orang-orang yang tidak mengerti, hal yang dilakukan Agnes termasuk kedalam kategori malpraktek karena ia melakukan operasi diluar ranahnya yaitu bedah jantung.
"Aku balik ke apart sih tadi, ini baru mau on the way ke RS," ujar Agnes sembari mengenakan sepatunya.
"Ya udah, lo cepetan ke RS ... langsung ke ruang direktur, semu nunggu lo di sini," ujar Lulu.
Agnes terdiam sesaat. "Em, ada ... Rey-"
"Ada," saut Lulu memotong perkataan Agnes.
Agnes tersenyum tipis. "Ya udah, gue berangkat sekarang, bye!" Agnes memutus telfonnya sepihak. Ia meraih kunci mobil, keluar dari apartemennya lalu menjauh dari area apartmen, menuju rumah sakit.
Sepanjang jalan entah kenapa senyum lah yang mengukir di bibir Agnes, meskipun tidak bisa dibohongi, ada secercah ketakutan dan kekhawatiran dari pancaran mata Agnes. Tapi, mendengar Agnes ada di sana, entah kenapa ia merasa lebih tenang.
"Apa mungkin dia mengkhawatirkan ku?"
***
Agnes melajukan mobilnya dengan kecepatan rata-rata, jalanan cukup sepi. "Siapa yang nyebarin kalo aku ada operasi bedah jantung kemarin?" kening Agnes mengerut, otaknya mulai bekerja memikirkan segala sesuatunya.
"Kemarin operasi dadakan, subuh-subuh pula ...," -memejamkan matanya sepersekian detik sambil mengusap kening- "Nggak mungkin keluarga Rey yang nyebarin, kan? Apa mungkin tenaga medisnya?" gumam Agnes menerka-nerka. "Karena seingatku ... malam itu tidak orang lain...." Agnes mengucapkan kalimat terakhir dengan nada suara tak yakin.
Tin Tin!
Suara klakson mobil menyadarkan Agnes dari lamunannya. Lampu telah berganti hijau, dengan segera Agnes melajukan mobilnya.
10 menit kemudian ...
Agnes tiba di rumah sakit dan langsung menuju ruang direktur. Sepanjang lorong, ia tersenyum seperti biasa, begitu ramah. Namun, reaksi orang-orang yang ditemui tidak seperti biasa.
Sekilas telinga Agnes menangkap beberapa orang membicarakan dirinya, tapi Agnes berusaha acuh. Ia membiarkan mereka dengan pemikirannya sendiri. Agnes sadar bahwa ia telah salah menggunakan keahlian namun kemarin adalah situasi darurat di mana ia tidak mungkin mengorbankan nyawa seseorang demi kehormatannya.
"Agnes awas," teriak seseorang entah dari mana membuat Agnes tersadar, lagi-lagi ia melamun.
Agnes mendengar suara seperti orang berlari ke arah taman, Agnes mengikuti suara itu namun tidak menemukan siapa pun di sana.
"Hati-hati, jangan kebanyakan melamun! Bahaya," ujar Richard menghampirinya bersama Anna.
Anna terlihat panik, membuat Agnes merasa heran. "Dokter nggak kenapa-kenapa, kan?"
"Memangnya kenapa?" tanya Agnes bingung.
"Dokter nggak sadar, tadi di belakang dokter ada orang yang mau jahatin dokter?" seru Anna terlihat khawatir.
Agnes menoleh pada Richard, seolah mempertanyakan kebenaran ucapan Anna. Richard pun mengangguk.
"Apa rumah sakit ini sudah tidak aman?" ujar Agnes. "By the way, thanks ya!"
"Iya, Dok... Em, dokter mau ke ruangan direktur kan?" ujar Anna diangguki oleh Agnes.
"Ya udah, bareng aja ...," seru Richard.
Agnes mengangguk, mereka kemudian berjalan menuju ruang direktur di lantai teratas gedung rumah sakit ini.
****
"Sial! Lagi-lagi gagal,"kesal seorang wanita muda di taman. "Semua gara-gara Richard, gue harus kasih dia pelajaran!" seru wanita itu mengepalkan tangannya, raut wajah terlihat merah padam menahan emosi.
Wanita itu meraih ponsel dari dalam tasnya, ia mengotak-atik ponsel itu, mengirimkan pesan singkat pada seseorang sambil mendengarkan penuturan orang suruhannya.
"Bos, sebaiknya kita berhenti untuk beberapa waktu... karena jika terus-menerus mengirim teror, mereka pasti akan curiga!" ucap lelaki di hadapannya sambil menunduk.
Wanita itu memasukkan ponselnya ke dalam tas lalu terlihat mengangguk. "Tenang saja! Kita akan libur beberapa hari, tapi kirimkan pesan kaleng ini ke ruangan Agnes. Setelah itu kita bisa meliburkan diri, karena beberapa hari ke depan. wanita pasti sibuk mengurus rumor malpraktek ini," cetus wanita itu menyeringai.
"Baik, bos!"
"Dia pikir setelah dia buat video klarifikasi, masalah ini akan berlalu begitu saja!" seringai wanita itu dibalik maskernya. "Apapun yang terjadi, kalian tidak akan hidup tenang Bautista dan Mate!"
****
CONTINUE ....
Thanks.