"Dia lelaki yang membuatku merasa berubah! Saat kenyataan bahwa dia telah menjadi kekasih wanita lain, aku tak lagi tertawa seperti biasa, tak lagi tersenyum dan seceria biasa. Akhir-akhir ini aku merasa aku sedang menggunakan topeng," papar Agnes menghela nafas berat.
"Nggak ada yang salah dengan topeng! Semua orang memakai topeng untuk menutupi dukanya! karena takdir bahagia dan berdukanya seseorang nggak ada yang tahu! Tapi, tidak seharusnya kamu menyerah pada takdir," ujar Richard memotivasi Agnes.
Agnes menoleh pada Richard lama. "Kamu bener sih, kadang aku juga bertanya-tanya ... bagaimana takdirku sebenarnya. Dan kadang aku juga berpikir untuk mendekati Reyhan, tapi ... kalo aku tetep deketin dia sekarang! Aku jahat dong!"
Richard menggeleng cepat. "Semua orang kan memang jahat kalo tentang cinta! Lagipula niat kamu dekat karena ada kemungkinan kamu sembuh kalo dekat dengan dia, iya kan?"
Agnes menghela nafas berat. "Tapi semua nggak semudah yang kamu bilang kan, dokter Richard?" ujar Agnes tersenyum tipis pada Richard.
Richard mengangguk paham. Ia menghela nafas, setelah cukup lama terdiam, Richard bangkit dari duduknya. "Iya sih, ngomongnya gampang! Realisasi itu yang susah ya" ujar Richard terkekeh, ia berusaha mengalihkan pembicaraan agar Agnes tidak merasa tertekan dengan hasutannya untuk kembali mendekati cinta pertamanya yang tidak lain adalah Reyhan.
"... Kalo gitu ikuti aja kata hatimu," sambungnya sambil menoleh dan tersenyum pada Agnes.
Agnes mengangguk lalu ikut bangkit dari duduknya. "Hmm, nanti aku pikirkan lagi. Tapi sekarang kayaknya harus balik ke realita dulu daripada aku terus-menerus menghadapi bad feeling," ujar Agnes lalu melangkahkan kaki sejajar dengan Richard.
Sepanjang jalan, Agnes berusaha bersikap biasa saja seakan tidak ada kejadian yang mengganggu pikirannya. Ia menyibukkan diri bercanda gurau dengan Richard sambil sesekali membalas senyuman dan sapaan dari setiap orang yang lewat dan mengenali mereka.
Tak jauh dari ruangan Agnes... saat mereka melangkah, Agnes dan Richard berpapasan dengan Reyhan. Namun, Agnes mengacuhkannya. Ia berjalan seolah tidak bertemu dengan Reyhan dan kekasihnya itu.
"Aku mencoba untuk acuh saat melihatmu dengannya tapi ternyata hatiku tidak baik-baik saja, Rey."
Seakan tertampar oleh keadaan. Baru saja secercah harapan yang baru saja berusaha Richard pupuk seakan hendak dihempaskan oleh keadaan. Perasaan Agnes mendadak sesak! Sekuat apapun ia berusaha melupakan Reyhan, lelaki yang sudah lama mengisi hatinya itu tetap jadi pemenangnya.
Sebagaimana pun usaha Agnes berusaha mengacuhkan lelaki itu tetap saja perasaan terluka melihat Reyhan bersama kekasihnya. Bahkan, Agnes mengacuhkan Richard dan terlihat melamun sampai ia tidak sadar kalau mereka telah sampai di ruangan Agnes.
"Dokter Agnes saya duluan! Ingat, cerita cintamu belum berakhir!" ucap Richard tepat di depan ruangan Agnes. Tapi karena melamun Agnes tidak sadar dengan apa yang dikatakan oleh Richard. Bahkan kalau Richard tidak menyentuh pundaknya ia tidak akan sadar mereka sudah di depan ruangannya.
"Eh, Iya ... terimakasih, Dok," ucap Agnes lalu membuka pintu ruangannya, namun tepat di garis pintu Agnes menoleh ke belakang. Dilihatnya tangan Reyhan yang melingkar sempurna di pinggang kekasihnya dan itu membuat Agnes menyesal telah menoleh.
"Bodoh ya aku, Rey! Harusnya aku tidak menoleh ke belakang agar aku tidak menciptakan luka untuk hatiku sendiri!" ucap Agnes lalu masuk ke dalam ruangannya.
"Huftt!" desah Agnes saat ia menghempaskan tubuhnya di kursi kebesaran yang ada di ruangan.
"Ku pikir phobiaku sudah membaik tapi ternyata memburuk! Menyedihkan sekali, this feeling is very bad!" gumam Agnes menutup mata untuk menenangkan dirinya agar bisa berpikir jernih.
***
Di sisi lain, tepat di depan ruangan Agnes, tanpa ia sadari, sejak beberapa menit yang lalu Reyhan memperhatikan Agnes dari pintu yang terbuka dengan raut wajah yang sulit diartikan.
Raut wajahnya datar tapi sorot matanya terlihat begitu sendu. Entah apa yang ada di pikiran lelaki itu, ia memperhatikan Agnes bahkan tanpa berkedip.
Cukup lama sebelum akhirnya saat mata Agnes tak sengaja melihat ke arah pintu keluar, ia melihat Reyhan yang baru saja hendak pergi.
"Reyhan," ucap Agnes pelan namun terdengar oleh Reyhan sehingga ia menghentikan langkahnya lalu menoleh.
"Ada apa?" tapi Agnes mencoba bersikap biasa saja, walaupun sebenarnya dalam hati ia terus mengutuk hatinya yang berdetak kencang.
Reyhan tersenyum manis, ia berjalan mendekati Agnes dan duduk di hadapannya. "Kamu kenapa, Sya?" tanyanya sesaat setelah ia duduk dengan ekspresi wajah yang sulit diartikan. Agnes pun menunjukkan ekspresi bingung atas pertanyaan yang tiba-tiba dilontarkan Reyhan.
"Maksudnya?" tanya Agnes bingung.
Reyhan terdiam sesaat, nampak seperti berpikir. "Tadi aku nggak sengaja lihat kamu dipapah sama temenmu? Are you okay?" tanya Reyhan berbohong karena ia tidak mengatakan bahwa dirinya melihat Agnes pingsan seperti seminggu yang lalu.
Reyhan hanya ingin mengganggu privasi Agnes, lagipula nanti Agnes pasti akan cerita sendiri. "Kamu lagi sakit kah? Kenapa kerja kalo lagi sakit?" tanya Reyhan bertubi.
Agnes terlihat sedikit panik, ia tidak ingin! Atau belum ingin memberitahu pada Reyhan kalau kini ia menderita Achluophobia yang membuatnya harus terus konsultasi dengan dokter setiap kali ia ketakutan.
"Emmm, aa ... I'm okay! Aku cuma agak capek aja," jawab Agnes tentunya berbohong. Ia pun mengalihkan fokusnya sambil membenahi barang-barangnya untuk mengalihkan perhatian Reyhan.
Reyhan. "Kamu udah mau pulang?" tanya Reyhan mengalihkan pembicaraan.
"Aku tahu kamu, Sya. Kamu tuh cewek paling nggak bisa bohong yang aku kenal, Sya." Reyhan membatin sambil memperhatikan Agnes lekat.
"Iya, kerjaanku udah kelar."
"Mau aku antar?" tanya Reyhan menawarkan sambil tersenyum manis. Entah kenapa hari ini, setelah melihat kejadian Agnes tadi, Reyhan ingin sekali berada di dekat perempuan yang ia anggap sebagai sahabat meskipun dalam hatinya juga ia mencintai sahabatnya itu.
Agnes dengan cepat menggeleng. "Nggak usah, aku bawa mobil! Kamu kontrol keadaan mami aja," saut Agnes beralasan.
"Yakin?" tanya Reyhan terlihat ragu-ragu dengan jawaban Agnes, seperti ada sesuatu yang sedang ia sembunyikan.
"Iya, Reyhan!" ucap Agnes tersenyum meyakinkan. "Udah, nggak usah khawatir ... Aku baik-baik aja kok!"
"Ya udah, kamu hati-hati ya!" seru Reyhan sambil mengusap puncak kepala Agnes lembut.
Tubuh Agnes menegang untuk sesaat! Seperti biasa, degup jantung sudah seperti orang yang sedang lari maraton. Ia tidak siap dengan perlakuan Reyhan yang tiba-tiba dan diluar dugaan.
"Iya," ucap Agnes berusaha senetral mungkin.
"Ya udah, ayo aku sekalian ke depan! Mau beli makan," ujar Reyhan lalu menggandeng tangan Agnes untuk berjalan bersamanya.
Agnes meraih tas di atas meja dengan cepat lalu mengikuti langkah Reyhan. Ia menatap wajah Reyhan dari samping dalam lekat. Wajah simetris dengan hidung mancung, lesung pipi disebelah kiri membuatnya semakin manis terlihat.
"Nggak salah aku jatuh cinta, you're perfect!" batin Agnes tersenyum miris."Yang salah waktu, kenapa kita dipertemukan saat salah satu dari kita punya pasangan?"
*****
CONTINUE...
Thank you