Chereads / HEY, YOU! / Chapter 21 - THE DAY, SURGERY.

Chapter 21 - THE DAY, SURGERY.

Agnes mengangguk paham. "Waktu kita tidak banyak! Dengan kondisi pasien yang tiba-tiba menurun drastis kita dan kemungkinan buruk bisa semakin menurun."

"Operasi kali ini tidak mudah! Karena saya bukan dokter bedah jantung. Tapi, apapun yang itu kita harus berusaha semaksimal mungkin. Di sini ada tiga dokter, saya, dokter Richard dan dokter Sheila."

Semua team operasi malam itu mengangguk paham. "Apa semua sudah siap?" tanya dokter Richard memastikan. Mereka pun kembali menganggukkan kepala dan bersiap di posisinya dan lampu ruang operasi dinyalakan.

"Silahkan dokter Agnes, saya dan kami semua percayakan operasi pasien ini pada dokter. Saya tahu pasien ini sangat berarti untuk dokter," ucap dokter Richard menepuk pundak Agnes.

Agnes memejamkan matanya sesaat, ia tersenyum lalu melihat pada semua team secara bergantian. Ia seakan sedang menyalurkan energi positif pada semua orang di dalam ruang operasi, Agnes mengangguk yakin dan dibalas anggukan dari para team seraya menatap Agnes penuh harap.

"Mulai," Agnes memberikan aba-aba.

"Scalpel," Agnes menengadahkan tangannya untuk menerima pisau untuk membedah.

Pertama, Agnes membuat sayatan kecil pada lengan untuk memasukkan kateter ke arteri yang menuju jantung.

"Tahan," perintah Agnes menyuruh teamnya menahan sayatan yang ia buat. "Section,"pintanya.

Agnes memberikan sayatan tepat di area lengan kiri dimana ia melakukan kateterisasi jantung, melalui arteri menuju jantung Agnes meraih tempat yang ingin dilakukan pemasangan stent. Dalam hati Agnes cukup deg deg an, karena ini kali pertamanya melakukan operasi pemasangan stent yang seharusnya dilakukan oleh dokter bedah jantung. Terlebih, pasien di hadapan adalah Karina.

"Section,"

Agnes mulai menegang dan sedikit panik mendengar bunyi dari bedsite monitor yang sedari tadi menggangu konsentrasinya. Namun di hadapannya dokter Richard berusaha meyakinkan dirinya sambil terus membantunya memasang stent.

"Dokter ... deyut pasien melemah?" kata seorang perawat yang memonitoring dari mesin monitor pasien.

Tit...tit...tit...tiittttttttttt

Bedsite Monitor berbunyi tanpa putus dan bunyi mesin monitor pasien menunjukan garis lurus.

"Dokter ... pasien mengalami Aritmia, Dok."

"Denyut pasien berhenti, Dok!" kata perawat itu beberapa saat kemudian.

"Siapkan defibrilator!"perintah Agnes dengan mata yang tak lepas dari tindakan yang sedang ia lakukan. "Dokter Richard tolong bantu kejut ya," pinta Agnes melirik Richard sesaat.

"Baik. Agnes fokus saja, saya akan menangani disini," dokter Richard bersiap dengan alat pacunya. "1...2...3...Clear," dokter Richard memberikan pacuan sebanyak tiga kali sampai mesin monitor pasien menunjukkan tanda bahwa deyut jantung pasien kembali normal.

"Dokter ... pasien kehilangan banyak darah,"

"Segera ambil kantong darah,"

"Maaf Dok, persediaan kantong darah untuk golongan darah pasien sedang kosong,"

Agnes menghela nafas pelan, ia tidak pernah suka pada jawaban itu.

Agnes berpikir kenapa rumah sakit sebesar ini bisa kekurangan stok darah, jika terus begini berapa banyak pasien yang akan meninggal di meja operasi hanya karena kekurangan darah.

"Segera beri tahu keluarga pasien untuk mendapatkan donor darah," perintah Agnes pada perawat yang lainnya.

Tak berapa lama perawat itu kembali. "Maaf dok, golongan darah keluarga tidak ada yang sama dengan pasien," jelas perawat itu

"Apa golongan darahnya?" tanya Agnes sambil masih fokus menghentikan pendarahan pada perut tante Karina.

"O resus positif dok,"

Agnes menyelesaikan pemasangan stent lalu mendongkak. "Dokter Richard, bisa tolong saya menyelesaikan jaitan ini? Dan kamu ambil darah saya, saya juga O resus positif."

"Tapi, Dok! Apa dokter yakin? Apa tidak apa-apa, dokter kan hari ini sudah terlalu banyak menangani pasien pasti dokter sangat lelah, bisa-bisa keadaan dokter yang memburuk,"ucap perawat itu khawatir.

"Ia, ambil sampai kebutuhan tante Karina tercukupi, lakukan segera sebelum pasien kehabisan darah," seru Agnes menginterupsi.

Bak sebuah bius, perawat itu menuruti perkataan Agnes. Ia mengambil darah Agnes sesuai kebutuhan. "Kabari keluarga pasien bahwa kita mendapatkan donor darah," perintah Agnes pada seorang perawat lain di saat darahnya sedang diambil.

Hampir tiga jam Agnes dan teamnya berkutik di ruang operasi menyelamatkan satu nyawa pasien. Agnes merasa sedikit pusing dan pucat karena mereka mengambil darahnya 2 kantong sekaligus terlebih setelah pengambilan darah, ia masih harus menangani masalah utama yang terjadi pada Karina.

"Cek tanda vital pasien!" ujar Agnes menghela nafas lega.

"Stabil dok, pasien telah melewati masa kritisnya."

Lampu ruang operasi dimatikan, semua team menghela nafas lega. Agnes langsung terduduk lemas di lantai ruang operasi! Kini, kepalanya benar-benar pusing namun ia tetap tersenyum mengingat operasinya berhasil.

"Suster, cek tanda-tanda vital pasien sampai benar-benar stabil dan pengaruh biusnya hampir hilang baru pindahkan ke ruang perawatan," instruksi Agnes.

"Baik, Dok."

Agnes melihat jam di tangannya. Jam 07.25, itu artinya operasi berlangsung dan selesai saat matahari sudah menunjukkan cahaya. Agnes terlihat menghela nafas, itu artinya juga ia tidak bisa pulang ke rumah karena ia ada meeting jam 09.00 pagi ini.

Agnes dan Richard keluar dari ruang operasi menuju ruang ganti dokter. Mereka membersihkan diri dan beristirahat sejenak sebelum mereka keluar dan memberi kabar pada keluarga pasien.

"Dokter, apa dokter baik-baik saja?" tanya Anna terlihat begitu panik dan khawatir melihat keadaan Agnes yang pucat.

"Iya, saya baik-baik saja," saut Agnes tersenyum tipis.

Richard menggeleng. "Lebih baik dokter Agnes istirahat dan saya yang akan mengabari keluarga pasien."

Agnes mengangguk. "Terimakasih, Dokter Richard."

"Sama-sama," ujar Richard lalu ia keluar dari ruang operasi untuk mengabari keluarga pasien.

"Bagaimana keadaan istri saya dok," tanya Mr. Ben panik saat Richard baru saja keluar dari ruang operasi

"Iya dok, bagaimana keadaan ibu kami?' tambah Rey tak kalah panik.

"Operasi berjalan lancar, pasien akan segera dipindahkan keruang perawatan," jawab dokter Richard pada Mr. Ben ya terlihat cemas.

"Ka Agnes!" seru Devano kaget bukan main melihat Agnes yang baru saja keluar dari ruang operasi dengan dipapah oleh Anna.

"Ka Agnes! Kakak kenapa, pucat sekali?" tanya Keisya khawatir.

"Ia Agnes, kenapa kamu pucat?" ucap Sarah panik.

"Dokter Agnes pucat karena harus mendonorkan darah sebanyak dua kantong untuk menyelamatkan pasien,"dokter Richard menyaut.

"Astaga itu banyak sekali," kata ayah Rey kaget.

"Iya, tadi keadaan pasien sempat memburuk dan membutuhkan donor darah. Tapi, karena ketersediaan suplai golongan darah O di rumah sakit sedang habis jadi dokter Agnes yang mendonorkan darah," papar Richard.

"Ah, maaf ya, Nes. Keluarga om nggak ada yang golongan darahnya O," ujar Mr. Ben terlihat sedih.

Agnes tersenyum tipis. "Agnes nggak apa-apa kok, Om. Paling cuma butuh istirahat sebentar," ujar Agnes.

"Ya udah kamu istirahat ya, Nak. Nanti kalo butuh apa-apa bilang sama Om."

Agnes mengangguk. "Iya, Om. Kalo gitu Agnes permisi dulu ya," ucap Agnes lalu sekilas melihat Rey yang menatapnya dengan tatapan yang sulit diartiakan setelah itu Agnes pergi tanpa mengatakan sepatah katapun untuk Reyhan.

"Kamu tungguin mama di sini dulu ya, aku bantuin Agnes dulu ya, Yang?" tanya Rey meminta persetujuan Sarah.

"Iya sayang ngak apa-apa, anterin aja dulu Agnes. Kasian dia!" jawab Sarah tersenyum.

Reyhan sedikit berlari mengejar Agnes. "Sini sus biar saya aja yang bantu."

Perawat hendak menyerahkan Agnes pada Rey saat Agnes menyaut," Nggak usah, kamu tungguin Tante Karina aja!"

"Nggak, itu yang nungguin mama udah banyak kok!" seru Reyhan mengode Anna untuk menyerahkan Agnes padanya.

"Ya udah, dokter Agnes sama pak Reyhan ini aja ke ruangannya biar Anna bisa balik ke ruang operasi buat ngecek keadaan bu Karina," ujar Anna beralasan sambil melepaskan Agnes agar dipapah oleh Reyhan.

"Oke, kamu balik ke ruang operasi aja," saut Reyhan lalu melingkarkan tangannya di pinggang Agnes.

Agnes menatap Reyhan datar, rasa kesalnya masih memaksa dirinya untuk bersikap jutek dan cuek pada Reyhan. Padahal sejujurnya dalam hati Agnes hendak memberontak terhadap sikap Reyhan yang membuat kupu-kupu dalam hatinya berterbangan bebas.

"Makasih ya, Sya. Sudah bantuin mama dan memberikan yang terbaik untuk kesembuhan mama," kata Rey saat mereka berjalan menyusuri lorong rumah sakit.

"Sudah tugasku sebagai dokter Rey," jawab Agnes seadanya sambil terus berjalan menjauh dari ruang operasi. "Lagipula aku juga tidak mungkin membiarkan orang yang ku cintai kehilangan orang tuanya," lanjut Agnes dalam hati.

"Sya, seandainya waktu bisa ku ulang ...,"

*****

______

Scalpel, Section : Alat kesehatan yang digunakan untuk proses pembedahan di ruang operasi.

Bedsite monitor : suatu alat yang digunakan untuk memonitor vital sign pasien, berupa detak jantung, nadi, tekanan darah, temperatur bentuk pulsa jantung secara terus menerus.

Monitor Pasien : suatu alat yang digunakan untuk memonitor fisiologis pasien.

Defibrilator : stimulator detak jantung yang menggunakan listrik dengan tegangan tinggi untuk memulihkan korban serangan jantung.

Kateterisasi : memasukkan kateter lewat lengan atau pangkal paha ke arteri menuju jantung. Kateter adalah alat seperti slang fleksibel yang kecil.

Aritmia : Gangguan irama jantung biasanya memerlukan alat bantu defibrillator.

_______

CONTINUE ...

Terima kasih sudah membaca