Setelah diusir dari rumah sakit, Tangguh dan dukun Parti lari terbirit–birit seperti kancil dikejar singa di alam liar. Mereka kembali ke kolong fly over. Ya, memang itu tempat mereka tinggal saat ini.
Melihat situasi saat ini, mereka mulai menyadari kalau ancaman bisa datang kapan saja. Peperangan melawan tiga penjahat tengik yang kaya raya itu rupanya telah dimulai. Dan untuk mempersiapkan itu semua, dukun Parti akan kembali menggembleng Tangguh untuk menjadi lebih kuat dari sebelumnya.
"Tangguh, latihan pertama untukmu adalah....."
"Apa Guru, ayo apa???" tanya Tangguh dengan penuh semangat.
"Pukul pilar jalan layang ini!" ucap gurunya menunjuk pilar jalan layang yang ada di hadapannya.
"Apaaaa..... Guru, Guru nggak salah, kan?!" tanya Tangguh yang sebenarnya takut melihat pilar beton yang begitu besar dan kokoh.
"Kenapa, kamu takut? bukannya kamu dulu sudah bisa merobohkan pohon besar yang umurnya ribuan tahun?" tantang gurunya pada Tangguh.
"Bukan begitu Guru, kalau nanti pilar jalan layang ini runtuh bagaimana. Pasti akan menimbulkan banyak korban. Soalnya di atasnya melintas kendaraan, di bawahnya pun demikian," Tangguh mencoba mencari alasan sembari menggaruk kepalanya.
"Hmmmm.... kamu bener juga. Kalau begitu kau tinju saja tiang listrik itu!!" kata gurunya menunjuk tiang listrik di sebrang jalan.
Dengan langkah dibalut keraguan, Tangguh menyebrangi jalan menuju tiang listrik yang dimaksud dan mulai mencoba apa yang diperintahkan gurunya. Dengan sedikit ragu dan takut, ia tetap berusaha untuk optimis. Wajahnya mulai berkeringat ketika berhadapan dengan tiang listrik yang keras itu.
"Kamu takut....?!!" teriak gurunya dari sebrang jalan sambil duduk memperhatikannya.
"Enggak Guru, aku pasti bisaaa....!!" teriak Tangguh dari seberang jalan mulai mengepalkan tangannya.
Dan, "hiaaaaaat.... Buaaaaaaaaammm.....!!!!!! Tangguh memukul tiang listrik itu. Tapi apakah tiang listrik itu runtuh? Ternyata bergetar pun tidak sama sekali.
"Guru, aku nggak tega mukulnya. Kalo runtuh, listrik di rumah warga bisa padam. Lebih baik latihan yang lain saja," jawab Tangguh beralasan sambil memegangi tangannya di belakang punggungnya yang sebenarnya sangat kesakitan.
"Hmmm... dasar, masih saja sombong," ucap gurunya dalam hatinya.
...
"Tangguh, latihan kedua untukmu adalah..."
"Guru, masa sih udah latihan kedua lagi?"
"Kenapa, kamu capek, atau takut?" tanya gurunya menantang.
"Nggak, bukan begitu, Guru. Guru kan harus istirahat, jangan banyak ngelatih dulu."
"Oke, Guru akan pantau kamu sambil tiduran. Sekarang lihat itu, ada bus mogok. Kamu dorongin sana! Kalo yang ini sudah pasti bermanfaat, kan?" suruh si guru dukun.
"Ya sudah deh kalo gitu L," ucap Tangguh terpaksa menuruti perintah gurunya.
Tangguh mulai mendorong bus yang mogok itu sekuat tenaga. Tiktoktiktoktiktok..... detik demi detik pun berlalu namun tak sejengkal pun bus itu maju. Tapi bukan Tangguh namanya kalau mudah menyerah begitu saja. Ia kerahkan kekuatannya sekuat tenaga untuk mendorong bus itu sampai muncul kerutan di keningnya, urat nadi di tangannya juga terlihat muncul ke permukaan kulit dan keringat bercucuran di dahinya.
"Hi... hiaaaaaaaaaaaat..... preeet," tiba-tiba terdengar sesuatu dari belakang badannya.
Walaupun harus mengeluarkan angin, tapi perlahan-lahan Tangguh sudah bisa mendorong mobil bus yang besar itu. Jengkal demi jengkal bus itu mulai maju sampai akhirnya.
Bruaaaaaaaaaakkkkkkkk.......
Bus itu menabrak mobil yang ada di depannya hingga mobil yang ada di depannya jadi rusak di bagian belakangnya. Saat itu si pemilik mobil pas sekali baru saja datang dan melihat kejadian itu. Lantas saja ia marah-marah.
"Hai, apa-apaan ini, apa yang kau lakukan? Cepat ganti!!!" teriak si pemilik mobil yang emosi.
"Sa...saya nggak tau pak kalo ada mobil Bapak di depan. Saya cuma dorong mobil bus yang mogok itu aja, Pak," jawab Tangguh beralasan.
"Mobil bus yang mogok apaan. Kamu nggak liat apaaa, bus itu diparkir di pinggir jalan, dan di dalamnya nggak ada siapa–siapa. Bus itu lagi parkir, bukannya mogok. Cepat kamu ganti kerusakan mobil saya!"
"Waduh, saya ini gembel Pak, mana mungkin punya uang. Guru gimana ini...?!!!!" tanya Tangguh memohon bantuan gurunya.
Gurunya tak menjawab apa-apa karena telah tertidur pulas. Akhirnya Tangguh pun menerima pukulan dari orang yang minta ganti rugi itu.
Kini ada lingkaran biru yang mengelilingi kelopak matanya.
***
Mulai hari itu, Tangguh setiap hari harus menghadapi latihan berat yang diberikan gurunya. Mulai dari push up punggungnya didudukin gurunya, sampai harus berlari-lari di panasnya terik matahari. Banyak orang yang merasa aneh dengan apa yang dilakukan Tangguh. Apalagi di sebuah kota besar. Tapi Tangguh tak peduli, ia mengabaikan rasa malu, mengabaikan rasa letih yang hampir melumpuhkan semangatnya, bahkan terkadang ia mengabaikan rasa sakit yang ia rasakan. Semua itu karena ia ingin berjuang untuk desanya, berjuang untuk orang tuanya, berjuang untuk kedua sahabatnya yang masih di penjara. Ia sadar betul, kini tumpuan ada pada dirinya, ia ibarat pilar jembatan yang memikul tanggung jawab berat. Dan ia akan berusaha semaksimal mungkin untuk perjuangan itu.
Hari demi hari berlalu. Ternyata telah satu bulan ia berlatih sekuat tenaga. Berbagai latihan berat pun mampu ia jalankan. Sampai ia merasa telah pantas lagi menyandang nama Tangguh Perkasa.
***