Chereads / TANGGUH PERKASA / Chapter 41 - Untaian 41: Menanti Keputusan

Chapter 41 - Untaian 41: Menanti Keputusan

Hari Persidangan pun tiba. Tangguh, dukun Parti, Cahyo dan Solihin semakin tegang, jantung mereka berdegup kencang dan nafas seolah sesak.

Persidangan segera dimulai. Para hadirin sudah memenuhi ruang sidang termasuk hakim dan jaksa yang telah berada di meja. Cahyo dan Solihin duduk di hadapan hakim sebagai terdakwa. Dan inilah saat-saat yang paling mendebarkan. Dukun Parti datang dengan memakai jas lengkap, dasi dan kacamata. Rambutnya diikat dengan rapi.

Di sana terlihat Badrun, Jamal, dan Tohir menghadiri sidang itu. Mereka tampak tersenyum sinis setiap kali melihat Tangguh, Cahyo, atau Solihin. Tapi yang membuat Tangguh kaget ternyata Lica pun datang pada persidangan itu. Tapi Lica datang bersama Badrun, membuat Tangguh semakin bertanya-tanya ada apa gerangan. Hatinya seolah tersayat ketika melihat Lica bersama penjahat itu, walau ia tak mengerti mengapa. Berbagai kata tanya muncul beriringan dalam benaknya.

Terlihat raut wajah Lica tak seperti Badrun, Jamal, dan Tohir. Dari matanya terlihat berkaca-kaca. Ia nampak amat sedih melihat Cahyo dan Solihin harus menjadi terdakwa. Sempat Lica menoleh ke arah Tangguh dan Tangguh pun menoleh ke arahnya hingga pandangan mereka tak sengaja bertemu. Tapi dengan segera Lica melemparkan pandangannya sejauh mungkin. Kemudian ia lebih sering menunduk.

Sidang segera dimulai, diawali dengan ketukan palu, hakim kemudian membacakan kasus dari sebuah buku yang teramat tebal. Sidang berlangsung cukup lama. Jaksa penuntut membaca tuntutannya,

"Pak Hakim, mereka ini adalah pengedar narkoba, dan narkoba itu sangat merusak generasi muda kita. Jadi alangkah lebih bijak jika pa hakim memberikan hukuman seberat-beratnya pada kedua orang ini."

Mendengar tuntutan itu, dukun Parti yang menyamar sebagai pengacara bernama Parti siregar hanya terdiam. Nampak ia berusaha menjaga sikap agar tidak memalukan. Wajahnya menoleh ke kanan dan kiri, terlihat keringat bercucuran. Ia seolah mencari sesuatu. Tangguh pun demikian, rupanya Tangguh mencari wanita yang bertemu dengannya di Bar karena wanita itu adalah saksi kunci. Sebelumnya, Tangguh telah menelepon wanita itu dan memintanya menghadiri sidang untuk bersaksi.

Sementara jaksa penuntut terlihat terus mencecar persidangan dengan kalimat tuduhan yang bertubi-tubi pada Cahyo dan Solihin. Dukun Parti sebagai pembela masih terdiam, tak tahu harus berbuat apa, tak tau harus mengucapkan apa. Ia seolah bimbang memilih antara menjaga sikap atau berucap.

Persidangan terus berlangung tanpa adanya pembelaan. Saksi pun entah mengapa tak datang pada persidangan itu. Entah karena ia takut atau karena akal-akalan ketiga penjahat itu.

Setelah sekian jam berlalu akhirnya si dukun itu bicara juga dengan logat batak yang dibuat-buat,

"Pak, saya mohon, saya yakin mereka tidak bersalah," ucap dukun itu sambil memohon-mohon.

Hakim cuma menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Pak, saya mohon, mereka tidak bersalah, Pak, beneran, sumpah -_-v," dukun itu pun mendekati Hakim dan memohon-mohon padanya.

"Apa-apaan ini, biar kita tunggu hasil persidangan," ujar hakim pada dukun itu.

Tindakan yang dilakukan dukun Parti ternyata tidak mencerminkan kalau ia seorang pengacara. Hal itu membuat Cahyo dan Solihin semakin disudutkan. Apalagi Jaksa penuntut terus memojokannya. Tangguh menutup mukanya dengan tangannya.

Pengadilan terus berlangsung. Hingga akhirnya setelah beberapa jam berlalu, dengan berbagai pertimbangan, hakim mengambil keputusan.

"Dengan melihat bukti yang ada, dan tidak adanya hal yang dapat membela terdakwa. Maka, dengan ini kami memutuskan bahwa terdakwa..."

Seisi ruangan menjadi sangat tegang menunggu kata-kata selanjutnya. Waktu seolah berhenti sesaat dan jantung berdegub semakin kencang.

"Bahwa.. terdakwa.... bersalah dalam kasus narkotika dan obat-obatan terlarang. Dan terdakwa dihukum selama 6 tahun penjara.. tok.... tok... tok," kata hakim seiring dengan suara ketokan palu.

Cahyo dan Solihin hanya bisa menundukkan kepalanya dan pasrah menerima hukuman itu. Walau hukuman itu tentu tak adil bagi mereka. Dukun Parti hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia pun merasa begitu bersalah karena tidak berhasil membebaskan Cahyo dan Solihin. Tapi apa pun kenyataan yang mereka terima, itu sudah suratan takdir dan mereka yakin kalau setiap hal yang mereka terima dan setiap kejadian yang mereka alami pasti ada makna yang terkandung di dalamnya.

Tak lama setelah sidang itu, Cahyo dan Solihin dibawa kembali ke jeruji besi. Para hadirin yang menghadiri sidang itu pun segera bubar. Namun Tangguh masih tak bergerak dari tempat duduknya. Ia memandangi dua sahabatnya dengan rasa sedih dan kecewa kerana tidak mampu menolong keduanya. Badrun, Jamal, dan Tohir pun pergi dari tempat itu dengan mimik wajah yang terlihat cukup puas dengan hasil sidang. Tapi tidak dengan Lica. Dari wajahnya terpancar kesedihan melihat kedua temannya dipenjara. Lica bejalan keluar bersama Badrun sembari menengok ke belakang dengan mata berkaca-kaca. Namun ia seolah tak bisa berbuat apa-apa atas apa yang terjadi.

Sepulangnya dari pengadilan, Tangguh merenung dan berpikir cara apa lagi yang bisa ia lakukan untuk membebaskan kedua sahabatnya. Selain itu, ia juga masih memikirkan mengapa Lica bisa bersama Badrun. Ia juga masih terus memikirkan di mana ayah dan ibunya, karena telah amat lama tak bertemu. Pikirannya sangat kusut sekali kala itu. Ia berjalan keluar ruangan sidang yang telah kosong dengan langkah penuh kehampaan.

***