Chereads / TANGGUH PERKASA / Chapter 38 - Untaian 38: Hari Kebebasan Tangguh

Chapter 38 - Untaian 38: Hari Kebebasan Tangguh

Di sunyinya ruang tahanan, di balik jeruji besi, dikelilingi tembok yang lusuh dan banyak coretan. Di ruangan tempat orang menerima penderitaan, di sanalah Tangguh, Cahyo, dan Solihin berada meratapi nasib. Menyandarkan kepala pada tembok-tembok yang lusuh, atau berpegangan pada jeruji besi yang mengekang, berharap segera keluar dari tempat itu.

Mereka sudah biasa menghadapi kesulitan, termasuk saat menjadi gelandangan dan tidur di bawah fly over. Saat ini, mereka mendekam di balik jeruji besi, di sebuah tempat yang hina bagi sebagian orang. Tapi apa yang mereka alami dalam hidup selalu berusaha diterima dengan ikhlas. Karena mereka yakin hujan kan berhenti, awan kelam kan menyingkir, dan pelangi kan muncul menghiasi hidup mereka.

Di tengah kesunyian, suara derit pintu penjara yang dibuka membuyarkan lamunan mereka.

"Tangguh....!!!" petugas penjara memanggilnya.

Tangguh tak tahu apa yang membuatnya dipanggil petugas Lapas. Adakah orang yang mengunjunginya lagi hari itu? Ia tak tahu. Ia hanya berjalan mengikuti petugas melintasi lorong-lorong penjara. Melewati orang-orang yang meronta ingin keluar dari balik jeruji besi.

Ia duduk di sebuah ruangan. Di hadapannya nampak seorang petugas Lapas lainnya yang telah duduk menunggunya. Petugas itu menyodorkan sebuah amplop putih di atas meja. Tangguh tak tahu apa isi amplop itu.

"Apa ini?" tanya Tangguh.

"Sudah, buka saja!" jawab petugas penjara.

Ia teringat momen beberapa waktu yang lalu, saat ia dipanggil dan disodorkan sebuah amplop putih ketika ia bekerja sebagai kuli angkut di sebuah gudang. Amplop yang diteriamanya saat itu berisi surat pemecatan yang membuatnya harus keluar dari kantor itu. Namun apakah surat yang ia terima kali ini juga surat untuk mengeluarkannya dari penjara. Ia masih tak tahu sampai ia membaca isi amplop itu.

"Jadi saya bebas dari penjara ini, Pak?" tanya Tangguh setelah membaca surat itu.

"Ya, kamu tidak terlalu membuat kerusakan yang berarti di kantor itu. Kamu cuma buat suasana kantor itu jadi tidak kondusif. Sekarang kamu boleh keluar. Tapi ingat, jangan ulangi perbuatan itu lagi!"

Seharusnya Tangguh senang karena ia dibebaskan. Tapi entah kenapa raut wajahnya tak menunjukkan hal itu. Ia menunduk dan menghela napas seolah tak mau pergi dari sini. Bukan karena tempat ini menyenangkan, tapi mereka berdua alasannya, Cahyo dan Solihin.

Ia berjalan ke ruang tahanannya tuk berpamitan pada Cahyo dan Solihin. Berat baginya untuk mengatakan hal ini pada mereka. Dadanya sesak seolah ada beban berat yang menghujam.

"Guh, sudahlah, pergilah!!!" ujar Cahyo.

"Iya Guh, ingat, warga desa sedang menunggu perjuangan kita. Aku mohon guh, teruskan perjuangan kita," ucap Solihin menepuk pundaknya.

"Hmmmm... Baiklah Yo, Hin, aku akan teruskan perjuangan kita," ucap Tangguh seraya mengepalkan tangannya dengan tekad yang kuat.

***

Sore itu, Tangguh mulai bersiap–siap meninggalkan penjara. Tempat ia mendekam menerima suratan takdir, tempat yang sebelumnya tak disangka-sangka akan ia singgahi dalam hidupnya. Tapi itulah hidup, hidup selalu menyimpan rahasianya bagi setiap orang. Kadang, sebuah untaian dalam hidup tak selalu indah. Tapi bila untaian demi untaian disatukan akan menjadi sebuah kalung kehidupan yang indah, jika kita percaya.

Dengan perasaan berat karena harus meninggalkan kedua sahabatnya, ia pun memeluk kedua sahabatnya itu satu persatu.

"Yo, maafin aku yah, justru aku yang keluar duluan dari tempat ini. Hin, maafin aku yah, aku belum bisa bikin kalian bebas dari tempat ini."

"Sudahlah Guh, kamu nggak usah minta maaf. Justru kita seneng kalo kamu bisa bebas. Aku yakin kok, kalo kamu bakal terus berjuang untuk kita, untuk orang tuamu, dan untuk seluruh warga desa."

"Iya Guh, aku juga yakin begitu," Solihin seirama dengan yang dikatakan Cahyo.

Langkah demi langkah ia lalui, meninggalkan tembok penjara, meninggalkan jeruji besi, dan meninggalkan kedua sahabatnya untuk sementara.

Ia menatap ke atas, merasakan sinar mentari yang menyapa wajahnya. Merasakan udara bebas yang ia hirup dalam-dalam. Kemudian ia menoleh ke belakang, ke bangunan rumah tahanan itu dan berkata kuat-kuat dalam batinnya, "Aku pasti bisa bebasin kalian, Yo, Hin. Ya, aku pasti bisa!!!"

***