"Cepetan naik. Kita udah hampir terlambat." Kemudian Arya yang membawa motor, menuju ke kampus dengan kecepatan yang tak normal.
…
Setiba mereka di kampus, Salsa langsung turun dari motor sebelum sampai di tempat parkir. Temannya kemarin malam telah menunggunya di bangku dekat dengan Gedung Rektorat.
"Makasih, ya. Udah mau nganterin."
Tanpa mengucapkan apapun, Arya hanya mengangguk lalu melajukan motornya menuju tempat parkir motor. Di sana, Arya melihat Zia sedang duduk di motornya bersama Fajar dan Ardian. Beruntung, di motornya masih ada tempat untuk Arya memarkirkan motornya. Dengan cepat Arya langsung melepas helm, menaruhnya dengan sangat keras seperti membantingnya. Suara itu mengagetkan ketiga temannya.
"Yak, kau kenapa? Santai dikit, dong." Arya tak menanggapinya.
"Maksudmu semalaman itu apa coba? Nyuruh cewek yang nggak aku kenal agar memintaku untuk mengantar ke rumahnya. Belum lagi cewek itu kemarin minta berangkat bareng sama aku tadi pagi. Apa itu semua rencanamu!?" Arya mengeluarkan semua kekesalannya pada Zia sambil menuding-nuding Zia.
"Eh, itu bukan aku, sumpah. Cewek yang bareng sama aku yang ngrencanain semua ini. Dia bilang lagi pengen pulang sama aku, dan itu pun dia maksa. Ya aku nggak enak nolak permintaannya."
"Seenggaknya bilang sama aku dulu, bodoh. Tahu-tahu langsung main gas aja. Mana Salsa orangnya penurut lagi." Arya merasa sedikit lega saat ia marah-marah di depan Zia.
"Ya, sori. Aku kira kamu mau-mau aja. Apa Salsa berbuat sesuatu sampai kamu nggak nyaman sama dia?" tanya Zia, namun Arya tak membalasnya. Ia benar-benar marah dengan masalah sekecil itu. Bukan karena tak nyaman dengan Salsa, Ia justru merasa kesal pada gadis yang semalam pulang dengan Zia, menyuruh Salsa dengan seenaknya agar pulang bersama Arya.
Fajar tahu-tahu ikut campur. "Udah-udah. Nggak usah ribut karena masalah kecil. Lagian kau juga, Zi. Kalo lagi pengen bareng sama cewek lain, bilang dulu sama Arya. Tahu sendiri kan, Arya nggak mau sembarangan boncengan sama orang lain, apalagi yang dia bonceng itu cewek."
"Arya mungkin nggak bisa move on dari temen kecilnya. Aku salut sih sama orang yang kayak gitu. Hatinya nggak gampang goyah." Ardian mendadak memuji Arya.
"Ya udah yuk, kayaknya udah mau mulai pembukaan ospeknya. Kalo gitu aku duluan, ya," kata Fajar meninggalkan temannya.
"Aku juga. Kalian juga buruan sana." Ardian mengikutinya, tersisa Arya dan Zia.
"Aku duluan, Zi. Nanti aja kalo mau ngobrol." Arya menuju halaman yang telah dipenuhi mahasiswa baru, menggunakan setelah hitam putih seperti pegawai kantoran. Ia pun mulai mencari kelompoknya yang telah dibagikan pada saat pembekalan sebelum ospek. Mendapatkan kelompok nomor 93, dengan nama 'Ki Hadjar Dewantara'.
Sempat kebingungan, Arya mencari kelompoknya cukup lama, sebab ia menanyai satu persatu setiap kelompok dan hasil selalu tak sesuai dengan keinginannya. Melihat banyaknya peserta yang kebingungan, pihak panitia mengumumkan pada ketua kelompok untuk mengangkat papan nama kelompok tinggi-tinggi.
"Diberitahukan kepada ketua kelompok untuk mengangkat papan kelompoknya, ya. Kakak lihat banyak mahasiswa baru kesulitan mencari kelompoknya. Ayo, diangkat tinggi-tinggi."
Instruksi itu terdengar jelas di telinga mahasiswa baru. Kemudian ketua kelompok mengangkat papan kelompok mereka tinggi-tinggi, bahkan ada sampai yang melompat-lompat dan menggoyang-goyangkan papan saking semangatnya. Arya terbantu akan hal itu. Dengan mudah ia menuju papan kelompok dengan nomor '93' dan di bawahnya ada nama kelompok mereka, Ki Hadjar Dewantara.
"Ini kelompok 93, ya? Namaku Arya Chayton."
"Betul, ini kelompok 93. Namaku Fahrizul Iskandar, ketua kelompok 93." Kemudian mereka saling berjabat tangan.
"Udah kenalan belum sama teman yang lain?" tanya Fahrizul, Arya hanya menatap anggota mereka dengan pandangan kosong.
"Baru satu aja sih, Fahmi. Soalnya sempat barengan pas pendaftaran ulang."
"Kalo gitu kenalan aja sama yang lain sebelum dimulai. Biar kalo ada apa-apa, bisa minta tolong sama mereka."
Kemudian Arya berjalan dari depan ke belakang, menjabat tangan mereka satu persatu baik perempuan maupun laki-laki. Setelah itu, Arya berdiri di barisan dari belakang, melihat-lihat sekitarnya dengan wajah lega. Setidaknya, kelompoknya saat ini sangat ramah meski baru bertemu dengan teman baru yang belum tentu menjadi teman kelasnya atau tidak. Melamun memikirkan hal itu, tiba-tiba orang di sampingnya, mencolek sikutnya. Spontan Arya terkejut, memandang orang itu sangat waspada.
"Eh sori, gue ngagetin lu, ya?" tanya orang itu.
"Kau orang Jakarta?" Arya menebak asal orang itu setelah mendengar logat bicaranya.
"Iya, gue dari Jakarta. Kenalin, gue Dandi," kata orang itu, seraya menjulurkan tangan.
"Namaku Arya. Salam kenal." Arya langsung menjabat tangannya.
Dan tak disangka saat mereka kenalan, acara pembukaan telah dimulai dengan berdoa kemudian dilanjutkan dengan kata sambutan dari Rektor dan beberapa wakil rektor. Setelah selesai pembukaan dan sambutan, para mahasiswa baru dipersilakan sarapan terlebih dulu. Sarapan telah disiapkan oleh panitia langsung, sehingga mahasiswa baru tak perlu repot-repot membawa bekal dari rumah. Saat itu suasana cukup hening, Arya makan dengan tenang karena ia duduk paling belakang. Namun mendadak temannya datang, menepuk bahu Arya cukup keras. Spontan ia langsung membalikkan badan disaat mulutnya penuh dengan daging.
"Wahhh enak ya, makan paginya langsung dapat daging," kata Fahmi entah datang darimana dan masih membopong tas kardusnya.
"Kau darimana aja, goblok? Acara pembukaan udah selesai barusan. Terus kau sekarang nggak sarapan?" kata Arya, suara tak terdengar jelas.
"Ya sori, aku terlambat. Tadi dihukum sama kakak panitia, disuruh baca buku dulu sebanyak 3 lembar. Belum lagi kalo udah selesai baca, disuruh jelasin isi yang aku baca. Pagi-pagi udah dibikin mikir," kata Fahmi, menghela nafas berat.
"Salahmu juga. Baru hari pertama aja udah terlambat. Gimana besok-besoknya coba."
"Aku tadi bangunan kesiangan. Gara-gara nonton pertandingan bola semalam. Pertandingannya juga sengit, kalo ditinggal tidur rugi besar," kata Fahmi, kantung matanya masih terlihat.
"Halah banyak alasan. Ya udah gabung sama aku sini. Untung belum aku habisin lauknya." Satu nasi bungkus langsung dimakan berdua oleh mereka dengan lahap. Selagi mahasiswa baru sarapan, para panitia berinisiatif memutar lagu yang sekiranya membangkitkan mood di pagi hari.
Beberapa menit setelah semua mahasiswa baru selesai makan, panitia mengumumkan. "Setelah sarapan pagi, adik-adik dipersilakan berkumpul di gedung fakultas masing-masing. Untuk Fakultas Olahraga, berkumpul di lapangan futsal belakang, ya. Karena gedung Fakultas Olahraga tak cukup menampung mahasiswa baru sekaligus." Mereka yang mengambil Jurusan Olahraga, termasuk Arya, merengek kesal bahkan ada yang sampai mencaci panitia.
Kemudian mahasiswa baru berbondong-bondong memasuki Gedung Fakultas. Sempat kesal karena mengira lapangan futsal kampus tak mempunyai atap sebagai penutup.