Setelah itu, mereka memesan makan siang, lalu menuju meja makan yang tersisa.
"Ngomong-ngomong kalian saat SMA juga sering makan siang bareng?" tanya Fahrizul, penasaran.
"Gak sering. Kami hanya satu organisasi saat SMA. Kelas kami beda-beda. Tapi kalo kebetulan ketemu seperti tadi, biasanya kita makan bareng," balas Zia sembari memutar-mutar handphone-nya
"Oh, pantas aja kalian bertiga terlihat akrab."
"Kau sendiri saat SMA ikut organisasi apa?" Zia kembali bertanya.
"Aku ikut organisasi keagamaan, dan menjadi ketua organisasi saat itu. Hanya saja aku tak sampai akrab dengan teman-temanku. Kehadiran kami dalam sebuah forum hanya sebagai formalitas. Memang tak berniat mempererat pertemanan kami."
"Gila, sih. Sangat berkebalikan dengan organisasi di sekolah kita. Nempel terus udah mirip keluarga kandung," ujar Fajar memamerkan kesolidan OSIS di sekolahnya. "Terus definisi organisasi apa kalau kayak gitu? Jika aku tak sengaja ikut organisasi kayak gitu mending langsung keluar.
Sembari mereka mengobrol, pesanan mereka telah tiba.
"Ya gak bisa disalahkan juga sih. Setiap orang beda-beda tujuannya mengikuti organisasi. Ada yang ingin sekedar tenar, ada yang ingin menambah teman dan pengalaman, ada juga yang mengikuti organisasi demi memperluas peluang menemukan jodohnya seperti Arya," kata Fajar setengah bergurau.
"Apa itu benar?" Fahrizul tanpa sengaja ucapannya.
"Barusan Arya bilang jika ia tak pernah pacaran sejak kecil. Jadi itu hanya bualan saja, ya."
"Betapa bodohnya kau, Zul, mempercayai ucapannya," kata Arya, akhirnya mau bersuara.
"Bisa dibilang Arya itu anak SMA paling bodoh pada zamannya. Meski ia tak memiliki niatan mencari pacar ketika bergabung dengan OSIS, tapi banyak anggota OSIS jatuh cinta padanya. Bahkan yang biasanya sekretaris memiliki kisah cinta pada ketua OSIS, tapi sekretaris kami justru memilih Arya dibanding ketua OSIS kam dulu."
"Sialan, se-tenar itukah kau saat SMA?" Fahrizul sontak menatap Arya, meminta penjelasan lebih padanya.
"Gak salah juga. Tapi saat SMA, aku memang menikmati masa-masa mudaku dengan bermain game dan menonton Anime. Sesekali juga nongkrong bareng teman-teman. Jadi apa salahnya jika teman kalian tak pernah pacaran sejak kecil?" Arya menatap mereka semua dengan tatapan sinis.
"Tentu saja salah, dasar manusia no life. Masa SMA adalah masa-masa paling indah. Kau bisa melakukan apapun yang kau mau tanpa beban sekali pun. Dan kau lebih memilih berkumpul bersama teman-temanmu dan menatap layar laptop sambil berhalusinasi bisa mendapatkan pasangan 2D?"
"Hey, hey, kau terlalu bersemangat, Zul. Seindah itukah masa-masa SMA sampai kau tak terima jika ada temanmu memiliki pendirian yang berbeda?"
"Yahh, gak juga sih. Hanya saja sekarang aku belum bisa memahami posisimu saat itu."
"Arya seperti itu karena menunggu kepulangan teman kecilnya dari luar negeri. Sejak dulu hatinya memang setia pada satu gadis.
"Woi, Zi," sontak Arya terlihat panik ketika alasan sebenarnya terbongkar.
"Oh, pantas saja, hahaha. Kau ini memang cerdik, tapi terkadang juga bodoh, ya. Mengharapkan dan menunggu kembalinya sesuatu yang tidak pasti," kata Fahrizul, kini ia ikut menghina Arya.
"Terserah kalian saja. Makananku udah habis. Aku duluan aja."
"Udah habis?" Spontan mereka bertiga melihat piring Arya, sama sekali tak meninggalkan sisa-sisa makan.
"Dia yang paling banyak ngomong, dia juga yang makannya selesai duluan," kata Zia sembari menggelengkan kepala, terkejut.
Setelah menghabiskan makanan, mereka bertiga membayar , lalu meninggalkan warung makan, menyusun Arya.
Disisi lain, Arya berjalan seorang diri di kampus yang lumayan besar. Padahal ia tak pernah berjalan sendirian ketika di tengah keramaian saat SMA, kecuali jika itu dalam keadaan terpaksa.
Hendak kembali ke halaman Fakultas Pendidikan, Arya tak sengaja menyenggol gadis yang berjalan di sampingnya. Arya spontan meminta maaf, merasa lega gadis yang ditabraknya tak terjatuh dan memaafkannya. Namun Arya tak langsung melangkahkan kakinya, terus menatap gadis itu.
Kedua gadis itu merasa risih, Arya menatap mereka dengan tatapan mencurigakan seperti penjahat kelamin.
"M… maaf, apa ada keperluan lagi dengan kami?" tanya salah satu gadis itu, mencurigai tingkah aneh Arya.
Arya bergeming, sembari membalikkan badannya. Saat tabrakan barusan, ia mengendus aroma perpaduan parfum dan tubuh badan. Meski terdengar mesum, ia mengenali aroma ini sejak dulu. Seketika otaknya terangsang kembali, setelah bertahun-tahun lamanya
"Salah satu di antara kalian bernama Amelia, ya?" tanya Arya mendadak, membalikkan badannya kembali menghadap kedua gadis itu.
Spontan kedua gadis itu, menganga sembari memiringkan kepalanya. Mereka berdua menggelengkan kepala setelah saling menatap satu lain.
"Maaf. Kayaknya kamu salah orang. Baik aku dan temanku ini tak ada yang bernama Amelia," kata gadis itu, sama sekali tak berbohong.
Tetapi Arya tak menyerah semudah itu. Kepekaannya terhadap aroma ini sangatlah kuat, sampai-sampai ia mendekati kedua gadis itu, mengendus mereka satu persatu. Benar-benar seperti penjahat kelamin. Merasa dilecehkan oleh Arya, kedua gadis itu teriak sangat nyaring dan melengking. Spontan orang-orang disekitar langsung menatap mereka bertiga, kebingungan.
"Hei, hei. Jangan teriak seperti itu! Kalian hanya membuat orang lain semakin curiga. Aku gak berbuat salah apapun, kenapa kalian teriak-teriak?" Arya membela diri, wajahnya sedikit panik karena tingkahnya sangat melewati batas.
"Gak berbuat salah katamu? Baru pertama kali bertemu dan kau tiba-tiba mengendus aroma tubuh kami, kau bilang gak salah? Kau sudah gila, ya!?"
"Aku tahu tingkahku sedikit kelewatan, tapi aku tak memiliki niat busuk seperti yang kalian bayangkan. Aku hanya memastikan apakah kalian berbohong atau tidak. Sungguh, hanya itu niatku sejak tadi."
"Gak usah banyak alasan, deh! Sekali salah tetap aja salah. Gak usah membela diri!"
Keributan semakin menjadi. Dari sekian banyak orang, tak ada yang berusaha memisahkan mereka, ada niatan untuk mendekati mereka pun juga tak ada. Tak ingin terlibat masalah pribadi disaat kampus sedang mengadakan acara untuk bersenang-senang. Para mahasiswa baru sekali pun hana menyaksikan mereka layaknya menonton FTV. Hingga satpam yang biasanya menjaga gerbang pun datang, larinya sangat pelan karena besar badannya sangat tak cocok menjadi satpam.
"Ada apa ini? Kalian masih mahasiswa baru, kan? Kenapa baru masa perkenalan kalian sudah membuat keributan?" tanya satpam itu, napasnya terengah-engah, penuh keringat.
"Ini, pak. Anak ini tadi melakukan hal mesum."
"Hal mesum?" tanya satpam itu, kemudian menatap Arya dengan tatapan tajam
"Iya, pak. Orang ini tadi sempat mengendus kami untuk membuktikan apakah salah satu dari kami adalah kenalannya. Kami telah menjawab jujur jika tak satupun dari kami mengenal anak dongo ini, pak," kata salah satu gadis sembari mengangkat tangannya, menunjuk Arya terang-terangan.
"Mengendus katamu?" Satpam itu langsung menangkap tangan Arya, digenggam sangat erat hingga Arya kesusahan melepasnya.